"Besok? Berarti sekarang dia masuk. Ya Tuhan, lindungi aku semoga orang itu tak pernah bertemu denganku," gumamnya seraya memejamkan mata.
"Hei, cleaning servis!" suara itu membuat Rachel terkejut dan langsung menoleh ke arah orang yang memanggilnya.
Brak!
Kedua mata indahnya mengerling ketika tubuhnya menabrak wanita yang berbody sexy itu sampai terjatuh.
"Maaf, Bu. Saya tak sengaja," ujar Rachel menolong wanita itu yang tak lain adalah Ayunda Saraswati. Seorang manager yang sangat cerdas dan pintar. Ia merupakan saingan terberat Dinda dalam soal kepintaran.
"Sekali lagi, saya minta maaf, Bu," kata Rachel tertunduk dan mengakui kesalahannya.
"Heh, cleaning servis? Berani-beraninya, kamu menabrak saya sampai terjatuh. Kamu tau saya siapa?" ketus Ayunda yang tak terima dan terkejut ketika Rachel menggelengkan kepala.
"Heh, benar-benar. Kamu tidak tau siapa saya?" bentak Ayunda dengan menopangkan kedua tangan di pinggangnya.
Rachel hanya terdiam, hatinya bedesir begitu hebat melihat Ayunda memarahi habis-habisan melebihi pak Satria.
Banyak karyawan kantor yang menyaksikan kejadian tersebut termasuk Satria.
Satria mendesah melihat tingkah laku Ayunda yang semena-mena pada karyawannya.
"Kenapa lagi dia? Setiap dia masuk kantor, pasti semuanya heboh karenanya," gumam Dinda menggelengkan kepala dan terkejut ketika Satria menghampiri Ayunda yang memarahi Rachel.
"Lho! Ngapain dia ke sana? Biasanya dia tak peduli dengan urusan Ayunda?" gegas Dinda mengikuti Satria.
"Maaf, Bu!" ucap Rachel.
"Maaf? Enak sekali kamu minta maaf. Siapa nama kamu?" tanya Ayunda menopangkan kedua tangan di dada dengan gaya yang sangat menyeramkan.
"Ayunda," ketus Satria yang mengagetkan Ayunda dan Rachel.
Amarah yang terukir di wajah Ayunda seketika memudar dan tersenyum manis saat di depan Satria.
"Satria?" tanyanya lembut dan mendekati Satria yang berdiri di sampingnya.
"Kenapa kamu memarahi dia?" tunjuk Satria pada Rachel dan membuat semuanya terperangah, terkejut ketika Satria membela Rachel.
"Heh, Sat. Kenapa kamu malah membela cleaning servis ini? Dia yang nabrak aku sampai terjatuh. Lihat! Kakiku sampai sakit gini," ujar Ayunda memegang kakinya.
"Maaf, Bu. Saya benar-benar tidak sengaja," sela Rachel dengan wajah melasnya.
"Kamu yang diam!" bentak Ayunda yang membuat Satria sontak melotot ke arahnya.
"Ayunda, jaga sikap kamu! Tak seharusnya, kamu bersikap seperti itu pada orang yang sudah meminta maaf kepadamu!" bentak Satria balik.
"Tak biasanya, dia seperti ini? Apa dia mengenal wanita ini," gumam batin Dinda melirik Rachel yang berdiri di sampingnya.
"Kamu, kembalilah bekerja!" perintah Satria pada Rachel yang terlihat begitu ketakutan.
"Baik, Pak. Sekali lagi, saya minta maaf, Bu!" kata Rachel pergi dan kembali bekerja.
"Sat?" lirih Ayunda memegang tangan Satria. Dinda hanya mengerutkan keningnya melihat Ayunda yang begitu agresif pada sahabatnya itu.
"Lepaskan! Sikap kamu yang seperti ini, membuatku sangat muak melihatmu!" ketus Satria pergi meninggalkan Ayunda begitu saja.
"Sat ...," teriak Ayunda.
Dinda hanya tertawa kecil melihat Ayunda di marahi dan di kacangi atasannya tersebut.
"Sudah tau, dia seperti itu. Kenapa kamu selalu memancing emosinya?" bisik Dinda tepat di telinga Ayunda.
"Diam kamu!" ketus Ayunda yang tak mau di nasehati.
"Karena kejadian ini, aku nggak yakin! Satria mau bicara sama kamu apa nggak?" tutur Dinda pergi meninggalkan Ayunda yang masih terlihat begitu marah.
"Sialan! Siapa cleaning servis itu? Gara-gara dia, Satria malah memarahiku habis-habisan. Liat saja, aku akan membuat cleaning servis itu keluar dari tempat ini," gumam batin Ayunda seraya memicingkan matanya.
****
Di bagian pemasaran, Intan memasang telinganya untuk mendengar beberapa temannya yang bergosip tentang Ayunda.
"Kasian banget, liat cleaning servis tadi. Udah minta maaf, masih saja kena semprot sama ibu Ayunda."
"Iya, tapi untung ada pak Satria. Coba kalo pak Satria tidak datang, mungkin cleaning servis itu di tampar dan mungkin langsung di keluarkan dari kerjaannya."
"Aduh, siapa yang di maksud mereka? Semoga saja cleaning servis itu bukan Rachel," gumam batin Intan seraya memejamkan matanya untuk berdoa.
Di ruang kerjanya, Satria melirik Dinda yang sejak dari tadi tersenyum-senyum sendiri seraya memandanginya.
"Kenapa kamu?" tanya Satria seraya menandatangani beberapa laporan yang di sodorkan Dinda.
"Nggak? Emang kenapa?" tanya Dinda yang masih saja tersenyum seorang diri.
"Aneh!"
"Hem, justru kamu yang aneh, Satria Angkasa. Apa kamu nggak sadar dengan apa yang kamu lakukan tadi?" tanya Dinda yang membuat Satria meletakkan bolpoin dan mencoba mendengar apa yang akan di katakan sahabatnya itu.
"Aneh? Aneh kenapa?" tanya Satria penasaran.
"Kamu suka sama cleaning servis itu?" tanya Dinda mengagetkan Satria. Wajah yang tadinya terlihat begitu tenang mendadak salah tingkah akan ucapan sensitif itu pada dirinya.
"Emang, sih! Kalo di perhatiin, wanita itu cantik. Sama cantiknya sama Ayunda?" kata Dinda memancing Satria agar mau terbuka dengan dirinya.
Satria hanya tersenyum tipis melihat sahabatnya yang begitu pandai jika berbicara tentang cinta.
"Sudah!" tanya Satria melihat sahabatnya menghentikan pembicaraannya itu.
"Kamu sendiri gimana? Apa kamu tertarik sama cleaning servis itu?" tanya Dinda penasaran dengan apa yang di rasakan pada sahabatnya itu.
"Nggak usah kepo! Lebih baik, kamu bereskan pekerjaan yang aku berikan kemarin," ujar Satria mengalihkan pembicaraan.
Dinda hanya menghela nafas panjang melihat sahabatnya tak mau mengakui perasaannya.
"Ok! Aku akan bereskan. Tapi, aku saranin. Lebih baik kamu nyatain saja perasaan terpendam kamu itu. Yah, daripada menunggu tunangan kamu yang tak pasti itu, mendingan sama dia," bisik Dinda tersenyum dan pergi meninggalkan Satria yang ingin melontarkan kata serampah kepadanya.
"Heh, dasar bawel!" gumam Satria tersenyum tipis melihat sahabatnya yang bertingkah seperti anak kecil.
"Kamu nggak tau saja, kalo sebenarnya tunanganku yang kabur itu adalah dia," ujar Satria menyandarkan kepalanya di kursi putarnya.
Tepat jam makan siang, Rachel melamun dan menganggurkan makanan yang ada di depannya. Ia masih kepikiran dengan kata-kata yang bersilat tajam Ayunda pada dirinya tadi pagi.
"Ya Tuhan, kenapa tadi aku menabrak wanita itu," desah Rachel cemberut dan membolak-balikkan sendok ke dalam makanannya.
"Kenapa Chel? Kok dianggurin makanannya?" tanya Selfi teman baru Rachel.
"Lagi nggak selera saja," jawab Rachel mencoba untuk tersenyum.
Drt ... Drt ...
Rachel mengambil ponselnya dan mengerling ketika melihat nama yang menghubungi dirinya.
Pak Satria calling ...
"Ya Tuhan, haruskah dia menghubungiku di saat seperti ini?" kata Rachel menghela nafas dan mulai mengangkat teleponnya.
"Iya, Pak," jawab Rachel mulai menjauh dari temannya agar tak curiga terhadapnya.
(Belikan makanan sekarang!)
Belum sempat menjawab Rachel mendesah sebal ketika Satria menutup teleponnya.
"Haruskah dia menyuruhku sekarang? Bagaimana jika ibu Ayunda tau?" desah Rachel seraya menopangkan kedua tangan di pinggangnya.
Kedua matanya berputar melihat sekeliling. Dan memastikan semua aman dari pantauan Ayunda.
"Sel, aku pergi sebentar, ya!"
"Mau ke mana?" tanya Selfi penasaran.
"Ke restoran depan!" kata Rachel melangkah pergi. Di seberang jalan, langkah Rachel terhenti saat ada orang yang memanggil namanya.
"Rachel ...."
Di seberang jalan, langkah Rachel terhenti saat ada orang yang memanggil namanya "Rachel ...." Rachel menoleh dan mencari keberadaan suara yang memanggilnya. Sudut matanya mengerut dan bingung siapa orang yang memanggil dirinya. "Siapa yang memanggilku?" Sejenak, ia menghela nafas saat melihat beberapa karyawan yang memanggil temannya dengan nama yang sama dengan dirinya. "Huh, ternyata bukan aku yang di maksud?" tanyanya seorang diri. Tanpa banyak buang waktu, Rachel bergegas menyeberang jalan menuju ke arah restoran. Intan yang baru saja datang, hanya mengerutkan kening dan penasaran melihat sahabatnya yang pergi menyeberang jalan. "Mau kemana dia? Apa dia mau makan di restoran?" tanya Intan memicingkan kedua matanya. Sesaat, lentik indah matanya mengerling dan terkejut melihat Rachel yang benar-benar masuk ke dalam restoran itu. "Mbak Intan, tolong punyanya Rachel baya
"Kamu ngapain ke ruang kerja pak Satria?" tanya Dinda penasaran. Rachel terbelalak kaget. Ia bingung untuk menjawab pertanyaan dari Dinda kepadanya. "Saya hanya mengantarkan makanan untuk pak Satria, Kak!" jawab Rachel dengan polosnya. "Mengantarkan makanan?" tanya Dinda terkejut. "Iya, Bu. Pak Satria menyuruh saya untuk membelikannya dan saya mengantarkan makanan itu juga." Dinda menyeringai. Untuk pertama kalinya, sahabatnya tidak membutuhkan dirinya di saat ia kelaparan. "Baiklah! Kalo begitu, kamu bisa pergi!" kata Dinda. "Baik, Bu!" kata Rachel pergi dan terkejut ketika semua mata tertuju padanya. Ingin rasanya ia berlari meninggalkan jalanan ruang kerja itu. Tapi, jika ia berlari semua akan curiga dengan apa yang ia lakukan bersama pak Satria di dalam. Rachel mengatur nafasnya dalam-dalam. Perlahan, ia masuk ke dalam lift seraya menyunggingkan senyum manisnya. "Liat! Hampir setengah jam dia di ruan
"Are you Ok!" Satria terkejut ketika Rachel memeluk dirinya begitu erat. Jari jemari tangan Rachel yang kecil terlihat gemetar karena ketakutan. Diapun tak sanggup berucap kata. "Jika kamu takut, tutuplah mata kamu!" Satria yang begitu perhatian dan hilang seketika sifat juteknya. Malam ini, Rachel seakan pasrah dengan keadaan. Ia benar-benar tak bisa berpikir di saat kegelapan yang menghantuinya. Rachel menutup kedua matanya seraya memeluk tubuh satria. 'Ada apa ini? Kenapa gensetnya juga tak menyala,' gumam batin Satria mengambil ponsel yang terletak di saku celananya. Rachel merasakan kehangatan dan kelembutan pada diri atasannya itu. Ia tak menyangka, jika Satria sangat perhatian kepada dirinya yang statusnya adalah sebagai seorang cleaning servis di kantor. Hal yang tak mungkin di lakukan oleh seorang CEO kepada seorang cleaning servis seperti dirinya.
Langkahnya terhenti ketika melihat Rachel terbaring di sofa tanpa bantal dan tanpa selimut. "Ternyata, dia masih ada di sini!" ucap Satria tersenyum dan lega melihatnya. Senyum itu seketika hilang begitu saja, ketika kekecewaan menyelimuti pikirannya kembali. "Apa yang kamu pikirkan, Satria?" lirih Satria mendesah sebal dan memilih kembali masuk ke kamarnya. Dengan keras, Ia membanting tubuhnya seraya menatap dinding-dinding kamar rumahnya. Ia mencoba untuk memejamkan mata, akan tetapi pikirannya selalu melayang bersama Rachel. "Tidak! Bisa-bisa, aku gila jika bersamanya," ujarnya terbangun seraya menopangkan satu tangannya di dagu. "Tapi, jika dia benar-benar tinggal di sini. Bukankah aku akan lebih mudah mendekatinya dan membuatnya menderita?" ujar Satria berdiri mondar-mandir ke sana kemari memikirkan apa yang akan dilakukan olehnya. Keesokan harinya, dengan langkah yang begitu perfect. Satria menuruni anak ta
Rachel yang baru tiba, dengan cepat menyembunyikan dirinya di balik mobil yang terparkir di pinggir jalan. Kedua matanya mengamati dari jauh sosok wanita yang baru saja keluar dari rumah atasannya itu. "Siapa wanita itu? Apa dia mamanya pak Satria?" lirih Rachel menunduk ketika mobil mama Rita melintas di depannya. Angin semilir di siang hari membuat rambut Rachel seakan menari-nari hingga menutupi wajahnya. Dengan cepat, ia menarik kopernya dan bergegas masuk ke dalam rumah yang merupakan tempat persembunyian dirinya saat ini. Sesaat langkahnya terhenti, matanya mengerjap tiada henti memandang Satria yang mulai menghampiri dirinya dengan tatapan yang begitu serius. Aduh! Kenapa raut mukanya kembali jutek lagi padaku? gumam batin Rachel seraya menggigit bibirnya yang mungil. Ia mencoba untuk tersenyum manis agar atasannya tidak mengubah tawaran yang kemarin di sodorkan kepadanya. "Pagi, Pak!" sapa Rachel tersenyum ti
"Kenapa senyum-senyum seperti itu? Apa ada yang lucu?" Pertanyaan Satria yang membuat senyum Rachel hilang. "Tidak, Pak. Saya hanya bilang, kalo saya sudah mempunyai baju sendiri. Jadi, Bapak nggak perlu membelikan baju buat saya," tutur Rachel hati-hati. "Ok!" ucap Satria menancap gasnya. Ya Tuhan, haruskah aku selalu berbicara lembut padanya? gumam batin Rachel tersenyum sinis.***Sejenak, Satria tertegun melihat Rachel yang berpresentasi dengan mudahnya. Ia tak menyangka jika dia memiliki talenta yang sama dengan Dinda. Bryan Aditya, seorang CEO Jayatama Group yang terkenal akan kepintarannya. Usianya yang terbilang masih muda, membuatnya ingin selalu menjelajahi semua wanita yang di sukainya. Ia sangat terpukau dan sangat tertarik pada kecantikan, kepintaran yang ada pada Rachel. Tanpa adanya kritik darinya, ia langsung membuat kes
Pak Udin terbelalak kaget. Ia bingung spa yang harus ia lakukan. Ia tak mau pekerjaannya hilang karena membocorkan tentang hal yang berhubungan dengan Rachel. Tapi, di sisi lain mama Rita memberikan uang yang besar guna memberikan informasi tentang hal yang menyangkut Satria. "Bagaimana ini?" tanya pak udin seorang diri."Ah, tak mungkin juga aku mengkhianati kepercayaan yang diberikan oleh pak Satria," gumamnya memasukkan ponselnya kembali. Entah apa yang singgah di pikiran Satria saat ini, kedua matanya tak berhenti berkedip memandang wajah ayu dan manis yang kini ada di gendongannya. Dengan hati-hati, ia merebahkan tubuh Rachel di kamar yang letaknya tepat di samping kamarnya.Tanpa sadar, lagi dan lagi jari jemarinya sangat terlatih menyapu rambut Rachel yang terurai panjang. Cantik! kata batin Satria. Seketika jari jemarinya terhenti dan mengepal mengimbang
"Ya Tuhan, ternyata aku bicara seorang diri," keluh Rachel mengerutkan dahinya. Ia mulai beranjak dan menghentikan langkah kakinya tepat di depan kedua kaki yang terbujur di tempat tidur. Dengan senyum manis, jari jemari tangannya mulai melepas sepatu yang masih menempel di kaki atasannya itu. "Selamat istirahat, Pak. Meskipun anda begitu jutek, tapi saya sangat berterimakasih kepada anda. Karena anda, saya mendapatkan tempat untuk berteduh dan karena anda juga saya terlindungi dari orang suruhan papa. Thanks you," ujar Rachel tersenyum tipis pergi meninggalkan kamar tersebut. Di tempat yang berbeda, Darwin termenung seorang diri seraya memandang ombak yang bergulung-gulung menghampiri dirinya. Sesaat, pikirannya tertuju dengan kenangan-kenangan manis yang pernah ada dalam kehidupannya. Perjalanan cintanya dengan Rachel begitu sulit untuk di lupakan. Tiga tahun lamanya mereka bersama dan tiga tahun pula mereka terpisah. "Maa