Share

Bab 4 Sama-sama terkejut

"Kau!" pekik Zoya dan Orion bersamaan.

Zoya dan Orion saling menunjuk satu sama lain dengan tatapan yang sulit diartikan. Apalagi jika mengingat kejadian pagi tadi di dalam mobil bus..

Dimana Orion memanggilnya bocah. Sungguh membuat Zoya semakin kesal dibuatnya.

"Turunkan tanganmu bocah!"

"Siapa yang Om panggil bocah? Aku bukan bocah! Aku sudamphh--" belum selesai Zoya bicara, Orion sudah membungkam bibir gadis itu. Suara teriakannya membuat telinga Orion sakit.

"Berisik! Apa kau bisa mengecilkan suaramu yang cempreng itu?!" ucap Orion.

Zoya terdiam, apalagi saat Leon mengedipkan matanya untuk tidak meladeni ucapan Orion. "Sepertinya kalian sudah saling mengenal ya?" tanya Leon menaikan satu alisnya.

Tidak mungkin kan selera Orion berubah drastis, yang tadinya menyukai wanita seksi dan mon-tok, sekarang berganti dengan seorang gadis kecil yang notabennya masih 19 tahun.

"Tidak! Ya!" lagi-lagi mereka berdua menjawab bersamaan. Membuat Leon semakin bertambah curiga kalau di antara mereka memang ada hubungan spesial.

"Om kenapa selalu mengikuti ucapanku!" seru Zoya kesal karena sejak tadi merasa terganggu dengan kehadiran Orion.

"Om?" gumam Leon. "Sejak kapan Orion punya keponakan perempuan?" Leon semakin bingung, otaknya sudah tidak bisa berfikir keras saat ini. Ditambah lagi Orion kembali membuat ulah dengan membawa seorang wanita asing ke kantor. Di pastikan beritanya akan cepat menyebar luas.

"Kurang kerjaan sekali, untuk apa aku mengikuti ucapan mu!" jawab Orion seraya berkacak pinggang dan menyentil dahi Zoya. "Dasar pendek," nyinyirnya sebelum masuk ke dalam ruangannya dan meninggalkan mereka berdua.

Zoya yang tidak terima di bilang pendek mendengus kesal lalu mengikuti Orion dan dengan berani menjambak rambutnya.

"Argh lepaskan bocah! Apa yang kau lakukan!" pekik Orion dan juga meringis menahan sakit akibat perbuatan Zoya.

Leon membuka mulutnya tak percaya, ia kagum pada keberanian Zoya. Karena baru kali ini ada yang berani melakukan itu pada Orion.

Selama ini, Orion selalu bertindak seenaknya sendiri tanpa mempedulikan perasaan sekertaris yang hampir dia lecehkan. Lebih tepatnya wanita itu yang menghampirinya dan termakan bujuk rayuannya.

Dugh!

Zoya menendang betis Orion dengan kuat. Membuatnya kembali memekik kesakitan. Selain belajar, Zoya juga ikut olahraga bela diri untuk berjaga-jaga. Siapa tahu di luar sana ada manusia sejenis Orion yang berkeliaran dan menghinanya seenak jidat.

Zoya juga bukan tipe gadis yang lemah dan mudah menyerah mendapat hinaan begitu saja.

'Itu pasti sangat sakit sekali' batin Leon dalam hati.

"Aku bukan bocah ya Om, jadi jangan asal bicara!" ucap Zoya.

"Aku juga bukan Om mu, jadi berhenti memanggil ku Om. Karena aku belum setua itu!" Orion membentak Zoya dengan suara lantang yang mengundang beberapa karyawan lain berlari ke sana dan melihat apa yang sedang terjadi.

"Astaga sayang! Apa yang terjadi padamu? Kenapa berantakan sekali?!" tanya seorang wanita yang tak lain adalah Livia. Ia langsung membawa Orion masuk ke dalam ruangannya lalu memapahnya untuk duduk di sofa.

Zoya terdiam mematung. Ia sadar jika sudah melakukan kesalahan fatal dan terbawa emosi. Setelah ini, dipastikan ia pasti akan langsung di pecat!

Sedangkan Leon, ia langsung menarik pergelangan tangan Zoya dan mengajaknya keluar. "Sebaiknya kita pergi sekarang. Sebelum Orion semakin murka padamu," bisik nya lirih.

"Tunggu, kau mau kemana?! Masih ada urusan yang belum aku selesaikan denganmu! Tetaplah disini dan kalian berdua keluarlah," Orion menunjuk Livia dan Leon bergantian.

"Tapi sayang aku baru saja datang dari Jerman dan kau malah mengusirku seperti ini. Apa kau tidak merindukanku?" Livia duduk di pangkuan Orion dan memeluknya dengan manja.

"Livia! Apa kau tuli hah?! Aku bilang keluar dan tinggalkan kami!" sentak nya. Orion tidak suka negoisasi jika sedang serius.

Livia terpaksa keluar dengan raut kecewa. Namun sebelum itu, ia sempat melirik Zoya sekilas dan bergumam. "Gadis kampungan! Awas saja kau!"

"Selamat berjuang nona Zoya, aku yakin kau bisa mengatasi singa kelaparan itu." bisik Leon seraya menepuk pundak Zoya lalu menyusul Livia.

Zoya menelan saliva nya dengan susah payah. Tenggorokannya seakan kering. 'Apa dia bilang, singa kelaparan? Apa aku juga akan di mangsa olehnya?' batin Zoya.

Pintu ruangan tersebut tertutup rapat.

Orion menatap dingin Zoya yang terlihat gugup dan berkeringat. Mungkin saja Leon membisikan sesuatu yang membuatnya ketakutan seperti sekarang. Sebuah kesenangan tersendiri bisa mengerjai seorang gadis kecil.

Orion bahkan lupa, jika bukan karena Zoya mungkin sekarang ia belum berada disini dan babak belur di hajar massa karena tidak membayar ongkos saat bus.

"Mendekat lah kemari!" pinta Orion.

Zoya nasih diam di tempat dan tak menghiraukan ucapan Orion. Kakinya terasa berat untuk melangkah maju.

"Kubilang kemari Zoya Elisabeth!" bentak Orion.

"I-iya Om."

"Om? Kapan aku menikah dengan bibi mu? Cepatlah, kau lelet sekali seperti keong!" ejek Orion.

Zoya memejamkan matanya kesal dan melangkah perlahan mendekati Orion.

Keberaniannya tadi entah tiba-tiba menghilang kemana saat menatap kedua manik mata milik Orion. Bak mata elang yang siap menangkap mangsa dan mencabik habis dirinya. Hingga...

Brugh!

Zoya jatuh tersungkur tepat di hadapan Orion yang sejak tadi duduk mengawasi setiap gerak geriknya. Kaki kiri nya tersandung oleh kaki kanan nya sendiri. Sungguh benar-benar memalukan!

"Aww!" desis Zoya saat tubuhnya menyatu dengan lantai yang dingin itu.

''Kau itu benar-bener ceroboh Zoya!" Orion mengulurkan tangan dan mencoba membantunya untuk berdiri.

"Tidak perlu Om, aku bisa bangun sendiri," Zoya menepis tangan Orion. lalu bangkit dan merapikan pakaiannya. Meski jauh dalam hatinya, Zoya merutuki kebodohannya sendiri.

Orion menelan ludah saat melihat keringat dingin mulai keluar membasahi pelipis dan juga bibir kecil yang sedikit terbuka itu. Ia bahkan tidak berkedip sama sekali menatap gadis yang ada di hadapannya sekarang.

Ada sesuatu yang berbeda, sesuatu yang menggerakkan hasrat untuk mengecup leher jenjang milik Zoya. 'Shitt! Apa-apaan ini! Orion Aldrick tidak mungkin lebih dulu menginginkan seorang wanita! Apalagi dia masih bocah!' umpatnya pada diri sendiri.

Ya, selama ini wanitalah yang selalu mengejar dirinya. Dan selamanya akan tetap seperti itu. Tidak boleh berubah!

"Mulai hari ini aku menerima mu sebagai sekertaris pribadiku! Urus semua jadwalku jangan sampai ada yang terlewat atau aku potong separuh gaji mu!" ucap Orion.

"Aku tidak salah dengar 'kan? Om menerimaku? Om tidak marah karena aku tadi sudah--"

"Tidak! Hari ini aku sedang bahagia karena tunangan ku sudah kembali. Anggap saja kau sedang beruntung!" Orion tersenyum tipis, sangat tipis bahkan Zoya tidak dapat melihatnya.

Entah apa yang ada di dalam pikiran pria licik itu.

"Kalau begitu apa saya boleh keluar sekarang, Pak?" Zoya hendak pergi. Namun langkah kakinya terhenti saat mendengar pertanyaan Orion.

"Apa kau masih perawan Zoya?" tanya Orion.

"What?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status