Share

Bab 5 Pertanyaan aneh

"Apa kau masih perawan?"

"What?!" Bak tersambar petir di siang bolong, pertanyaan Orion membuat Zoya tercengang sekaligus menahan amarah. Bagaimana seorang bos menanyakan hal konyol seperti ini?

Zoya memang gadis polos tapi ia tidak bodoh tentang hal yang berbau se-ks. Ia tahu sedikit mengenai hal itu dari sahabatnya. Tapi hanya sebatas ciuman bukan yang lain.

"Apa pertanyaan anda perlu saya jawab?" tanya Zoya dengan tangan terkepal.

Melihat ekspresi wajah Zoya yang terlihat bingung dan juga gugup, Orion yakin kalau gadis yang berada di depannya ini sudah tidak perawan. Bukankah sekarang banyak yang rela menjual dirinya hanya demi uang?

"Lupakan saja! Tak masalah jika kau masih perawan atau tidak!" Orion menarik sedikit sudut bibirnya dan terus menatap Zoya tajam. Tatapan yang membuat Zoya ingin sekali mencongkel kedua bola mata bos nya itu.

Andai saja Zoya tidak membutuhkan uang, ia lebih memilih mundur daripada harus bekerja dengan orang yang tidak waras. Tapi, uang membuatnya kembali berpikir sehat.

"Kalau begitu bolehkah saya pamit untuk mulai bekerja sekarang Pak?!" tanya Zoya sedikit menekan ucapannya. Karena Orion hanya terdiam tanpa menjawabnya, ia mulai melangkahkan kaki berniat pergi dari sana.

Namun tiba-tiba tangannya sudah terlebih dulu di cekal oleh Orion. "Aku belum menyuruhmu pergi Zoya Elisabeth! Jangan bersikap seenaknya sendiri!"

Orion mendekat ke arah Zoya, mencondongkan sedikit tubuhnya agar bisa mengamati Zoya dari dekat. Sedangkan Zoya memilik berjalan mundur ke belakang, menghindari wajah Orion agar kedua hidung mereka tidak bersentuhan.

"Bapak mau apa?!" tanya Zoya.

Mata Orion melirik ke bawah, dimana kedua gunung kembar yang tertutup kemeja itu sedikit terekspos karena kedua kancing bagian atasnya terbuka.

"Ukuran tiga puluh empat. Sepertinya sangat pas di genggaman tanganku," bisiknya lirih tepat di telinga Zoya.

Mata Zoya membola dengan sempurna mendengar ucapan Orion dan merasa tidak terima karena seperti sedang dilecehkan olehnya. Hingga...

Plak!

Zoya reflek melayangkan satu pukulan tepat di pipi kanan Orion. Membuat pria itu melotot tajam ke arahnya. Lagi-lagi Zoya yang melakukannya. Meremehkan seorang Orion.

"Kau berani sekali melakukan ini padaku!" teriak Orion.

"Kenapa saya tidak berani?!" tantang Zoya.

Jika wanita lain, mungkin saat ini sudah menghukumnya berada di bawah kungkungan nya dan men-desah menyebut namanya berulang kali. Tapi tidak dengan Zoya, ia tidak bisa berkutik sama sekali. Bahkan Orion terlihat seperti pria bodoh di hadapannya.

Dan yang lebih anehnya lagi sekarang ia tersenyum seperti seorang psikopat.

"Apa tamparan saya tadi belum cukup untuk anda sadar, Pak?!" Zoya yang sudah memasang kuda-kuda, ia bersiap jika Orion menyerangnya kembali seperti tadi.

Orion menghela nafas. "Keluarlah! Ruangan mu ada di sana." Orion menunjuk sebuah ruangan yang berada tidak jauh darinya dan hanya dibatasi dengan dinding kaca. Itu ia lakukan agar bisa melihat setiap detik apa yang asisten pribadinya kerjakan.

Untuk sekarang sepertinya pria itu harus berpikir dua kali jika ingin berbuat macam-macam pada Zoya. Seluruh tubuhnya bisa-bisa remuk akibat bogeman yang gadis itu berikan.

Zoya merapikan pakaiannya dan segera keluar meninggalkan Orion yang sedang meringis kesakitan. "Tunggu!"

Zoya menghentikan langkahnya dan berbalik.

"Pulang kerja bereskan pakaianmu, karena mulai sekarang kau akan tinggal di apartemenku," tegas Orion tanpa mau di bantah lalu duduk kembali duduk kursi kebesarannya.

"Tapi ini tidak ada dalam surat perjanjian, aku tidak bisa tinggal bersama anda Pak!" tolak Zoya kembali melanjutkan langkahnya.

"Apa kau lupa poin ke sepuluh? Apa perlu aku membacakannya lagi untukmu bocah?"

Zoya memejamkan mata dan menghela nafas kasar. Ia benci dipanggil bocah. Tubuhnya memang kecil dan sedikit pendek tapi usianya sudah lumayan matang, pikirnya.

"Iya saya mengerti. Apa ada yang anda butuhkan lagi Pak?"

"Tidak ada! Bekerjalah dengan baik jangan sampai kau membuatku kecewa atau aku akan melempar mu keluar dari atas sini," ketus Orion.

Zoya tidak peduli lagi dengan ucapan Orion. Gadis itu lebih memilih keluar daripada harus mendengar ocehannya yang tidak berbobot. "Haish! Dasar otak selang-kangan!" umpat Zoya saat keluar dari ruangan Orion.

Zoya menjatuhkan bokongnya di kursi dan menyenderkan tubuhnya ke belakang. Melawan seorang Orion ternyata membutuhkan tenaga yang cukup banyak.

"Minumlah kau pasti haus bukan?" Leon meletakkan air mineral di atas meja Zoya.

"Terima kasih Pak."

Leon terkekeh melihat Zoya yang gelagapan karena kedatangannya yang tiba-tiba.

"Panggil saja aku Leon, tanpa embel-embel di depannya. Karena statusku juga sama sepertimu karyawan biasa," jelasnya pada Zoya. Ia tidak mau gadis itu merasa risih padanya.

"Aku hanya sementara disini karena menggantikan posisi seseorang karena dia sedang sakit," lanjutnya sebelum gadis itu melontarkan banyak pertanyaan.

Zoya mengangguk mengerti.

"Kau juga harus bersiap jika nanti ada suara aneh yang terdengar di dalam sana. Tutup telingamu rapat, atau berpura-pura tidak mendengar sesuatu," imbuh Leon.

Zoya mengernyit bingung, suara aneh seperti apa itu? Ah sudahlah lagipula tidak penting! Ia lebih baik bekerja daripada harus memikirkan hal yang tidak penting.

*

*

*

Waktu sudah menunjukan pukul lima sore, dimana para karyawan bersiap untuk pulang termasuk Zoya yang sedang membereskan beberapa tumpukan berkas yang berada di atas meja Bosnya.

Sejak makan siang tadi Orion tidak terlihat, padahal ia menyuruh Zoya untuk menunggunya. Pria itu ingin mengantarnya pulang sekalian mengambil beberapa barang milik gadis itu yang akan dia bawa untuk tinggal bersamanya.

"Lama sekali, seharusnya aku tidak percaya begitu saja padanya. Dia yang berjanji, dia juga yang mengingkarinya. Menyebalkan!" gumam Zoya kesal karena menunggu adalah hal yang paling membosankan.

Sebuah mobil Lamborghini dengan bagian atap yang terbuka berhenti tepat di hadapan Zoya. Pria dengan kaca mata hitam dan pakaian santai tersenyum ke arahnya.

"Apa aku sangat tampan sampai kau tidak berkedip sama sekali saat menatapku," ucap pria itu yang tak lain adalah Orion.

Zoya memutar bola mata malas, selain menyebalkan ternyata bosnya narsis dan terlalu percaya diri. Orion memang tampan dan juga seksi saat sedang seperti ini daripada memakai pakaian formal, tapi sayang Zoya tidak tertarik padanya sama sekali.

Lebih tepatnya belum tertarik mungkin?

"Dimana alamat rumahmu?" tanya Orion. "Aku sibuk hari ini kekasihku sedang menungguku jadi jangan lelet."

"Kalau anda sibuk saya bisa naik angkutan umum Pak!" jawab Zoya.

Namun Orion tidak menghiraukannya sama sekali dan menyuruhnya untuk segera naik ke mobil. Tentu saja gadis itu langsung meurut.

Zoya membuka pintu mobil dan duduk di samping Orion. "Nanti dijalan saya akan memberitahu anda dimana lokasinya," jawab Nya merapikan roknya yang sedikit tersingkap ke atas.

"Bisakah kau tidak memanggilku Pak saat kita berada di luar? Panggil saja seperti biasa, bocah!" celetuk Orion kesal.

"Ya baiklah Om. Akan aku lakukan!" jawab Zoya. Entah kenapa pria itu lebih suka di panggil Om sekarang.

Orion melirik sekilas penampilan Zoya yang terlihat kampungan. Kacamata tebal, rambut yang di kuncir kuda dan tanpa polesan make up. Apa kata dunia kalau sekertaris seorang Orion terlihat seperti gadis udik begini.

"Aku ingin mampir dulu ke suatu tempat," Orion melajukan mobilnya menuju mall terkenal yang berada di kota.

"Terserah anda." jawab Zoya datar dan memilih untuk fokus melihat ke luar jendela.

Sejak kapan gadis bar-bar itu menjadi pendiam seperti ini? Apa dia sedang kesurupan batin Orion.

Tak mau ambil pusing dengan apa yang Zoya pikirkan, mobil Orion mereka membelah jalanan kota sore hari yang mulai sepi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status