Share

7. Penguntit Penagih Hutang

"Besok jangan datang kalau kau mau es krim gratis.”

Pemuda yang sampai saat ini belum Peony ketahui namanya tersebut menghentikan gerakan tangannya yang akan menyendok es krim. Sudah satu minggu pemuda itu tidak bosan ‘memeras’ Peony karena kesalahannya. Pemuda itu selalu menjadi pengunjung pertama saat kedai baru buka. Tanpa tahu malu langsung meminta es krim pada Peony.

Bukankah di awal pertemuan mereka sang pemuda mengatakan tidak menyukai es krim? Kenapa sekarang seperti kecanduan?

Apa mungkin es krim di kedai ini memiliki sihir yang bisa memerangkap lidah orang agar selalu ingin menikmati?

“Kenapa?” tanya sang pemuda dengan nada datar. Dan oh… jangan lupakan jika ekspresi wajahnya pun tak kalah datar. Membuat Peony ingin mencoret-coret wajah itu dengan spidol permanen. Sepertinya melukis senyuman di wajah sang pemuda boleh juga.

“Aku libur.”

Dahi sang pemuda mengernyit. “Ke mana?”

“Apanya yang ke mana?” tanya Peony tak paham maksud sang pemuda.

“Ke mana kau saat libur?”

Sebelah alis Peony naik. “Apa urusannya denganmu?”

“Kau ingin kabur dariku?”

“Kabur?”

“Kau tidak ingin bertanggung jawab lagi, bukan?”

“Ya Tuhan! Otakmu itu terlalu picik! Aku benar-benar libur besok, karena aku harus pergi ke gereja. Setelah itu, aku harus pergi ke desa tempat asal ayahku untuk mengunjungi nenekku! Kalau kau mau es krim lagi, datanglah lagi di hari senin!” kesal Peony yang tanpa sadar menceritakan agendanya setiap hari minggu.

Sang pemuda menatap Peony masih dengan ekspresi yang sama, datar cenderung mengesalkan. Tak lama, anggukan singkat menjadi jawaban atas ucapan Peony. Pemuda itu kembali pada kegiatan awalnya, menyendok es krim di depannya, lalu memakannya perlahan. Tanpa peduli Peony masih berdiri di sampingnya. Bahkan sepertinya pemuda tersebut tak menganggap Peony ada.

Peony mendengus sebal.

“Dasar pemuda dingin! Sepertinya aku salah pernah menawarinya es krim. Aku curiga sikapnya akan semakin dingin karena kebanyakan mengkonsumsi es krim!” gerutu Peony di sela langkah kakinya meninggalkan sang pemuda.

“Kami butuh es krim!”

Peony terkesiap saat segerombolan orang masuk ke dalam kedai. Ini bukan kali pertama kedainya diserbu orang yang memesan. Sudah satu minggu kedai ini sepertinya mendapat rezeki melimpah.

Hal itu membuat pemilik kedai dan para karyawan bingung termasuk Peony. Pasalnya, keramaiannya jauh di atas rata-rata. Tidak seperti biasa yang kalaupun ramai, tidak sampai antri ke luar pintu masuk. Sedangkan satu minggu ini, pengunjung kedai sampai meluber-luber.

Namun demikian, hal itu juga tentu membuat sang pemilik kedai senang. Peony dan para karyawan pun tentu saja merasakan hal yang sama, karena mereka selalu dapat bonus dari hasil penjualan.

Peony memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya. Apalagi ia hanya bekerja saat libur musim panas seperti ini yang akan berakhir beberapa minggu lagi.

***

"K-kau???" Peony mengerjap tak percaya saat melihat seorang pemuda baru saja tiba dan duduk di samping kanannya. Kalian pasti sudah bisa menebak, bukan, siapa pemuda tersebut? Ya, pemuda itu adalah pemuda ‘pemeras’ mengesalkan yang menerornya terus menerus gara-gara tragedi topi baseball sialan itu.

Kenapa pemuda itu bisa muncul di gereja yang sama dengannya???

Apakah pemuda itu mengikuti Peony? Takut Peony kabur?

"Kau mengenalnya, Sayang?" Pandangan Peony beralih pada sang ibu yang duduk di samping kirinya.

"Em... d-dia temanku, Bu."

"Teman?"

Peony kembali menoleh ke tempat sang pemuda berada saat mendengar nada aneh yang dikeluarkan sang pemuda. Seakan pemuda tersebut tak rela jika Peony mengaku-ngaku sebagai temannya.

Apa pemuda itu pikir Peony juga mau mengaku-ngaku seperti itu?! Peony juga terpaksa mengatakannya karena bingung menjawab pertanyaan sang ibu.

"Kalau kau tidak mau menganggapku teman, tidak masalah kok! Aku—

"Apakah sesama teman boleh marah-marah seperti ini?"

Peony langsung menggigit lidah guna menahan ocehannya ketika sang pemuda justru menjawabnya seperti itu. Dia jadi serba salah dan tak paham apa yang pemuda itu inginkan.

Mengesalkan!

“Kau—"

“Doa akan segera dimulai, Sayang…” ucap sang ibu memperingatkan sambil menepuk lembut punggung tangan Peony. Membuat Peony tak bisa melanjutkan kekesalannya pada sang pemuda. Dapat Peony lihat sang ibu memberi senyum pada pemuda itu, yang dibalas sang pemuda anggukan sopan, tentu saja tanpa senyum.

Sombong sekali! Apakah tersenyum sedikit saja akan membuat sang pemuda sakit gigi?!

Semua prosesi ibadah berjalan dengan khidmat. Sampai tiba saat Pastor akan Homili ( berkhotbah ). Semua jemaat duduk dengan tenang.

Peony melirik pemuda di sampingnya yang menatap lurus ke depan sejak tadi.

Beberapa saat mengamati, lidahnya sepertinya tidak tahan lagi ingin bertanya lebih lanjut mengapa pemuda itu bisa muncul di sini.

Peony berbisik pada sang pemuda. “Sedang apa kau di sini?”

“Apakah di tempat ini bisa digunakan untuk bermain bola selain beribadah?” Sang pemuda membalas dengan enteng. Matanya masih lurus ke depan.

Peony membelalak terkejut karena jawaban sang pemuda seakan menyindir ia bodoh?

“T-tinggal jawab saja apa susahnya?! Tidak perlu menjawab pertanyaan dengan pertanyaan!” gerutu Peony untuk menutupi rasa malu.

“Pertanyaanmu aneh seperti dirimu. Bukankah kau melihat aku sedang beribadah, Gadis Aneh?”

Peony mendelik tak terima. “Ya aku tahu kalau kau sedang beribadah, t-tapi kenapa kau bisa beribadah di gereja ini?”

Peony terkesiap ketika sang pemuda menoleh ke arahnya. Tatapan tajam itu mampu memaku Peony.

“Apa ada larangan untukku masuk ke dalam sini?”

“Bukan begitu—”

“Homili akan segera dimulai. Bisa diam? Aku ingin mendengarkan Pastor tanpa gangguan.” Ucapan sang pemuda, langsung dapat membungkam Peony.

Peony mendengus kencang. Namun, ia tak punya pilihan lain selain diam. Matanya melirik kesal sang pemuda sebelum ia benar-benar mendengarkan Khotbah Pastor di depannya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status