Srreeet!
Tak!
Peony tersentak saat ada yang menarik kursi di sebelahnya. Tas ransel berwarna hitam pun sudah berada di atas meja di samping meja gadis ini. Pandangan Peony berjalan dari tas, menuju pada seseorang yang baru saja duduk di sampingnya.
Siapa orang yang ingin duduk di dekatnya? Selama ini tidak ada teman yang mau duduk di samping gadis miskin sepertinya. Tentu saja Peony terkejut sekaligus penasaran.
Peony membelalak.
“K-kau???” pekik Peony.
Peony menyensor tubuh seseorang itu dari atas sampai bawah, lalu kembali menyensornya dari bawah sampai atas, sampai berhenti tepat pada wajah seseorang tersebut. Peony mengerjap beberapa kali, lalu mengusap-usap matanya.
Apakah dia tidak salah lihat???
Seseorang itu… bukankah dia adalah si ‘pemeras’??? Mengapa bisa pemuda es krim itu ada di sekolahnya? Seingat Peony, ia tidak pernah melihat pemuda itu sebelumnya di sekolah ini.
Apakah sang pemuda adalah anak baru? Kenapa bisa??
Bolehkah Peony berteriak kesal? Pasalnya, baru saja ia merasakan kedamaian beberapa hari tak melihat pemuda tersebut.
Mereka tidak lagi bertemu setelah hampir satu minggu Peony berhenti bekerja karena libur musim panas telah usai.
Kenapa pemuda itu bisa di sini? Kenapa???
“Dia siapa?”
“Tampan sekali!”“Apakah dia adalah Dewa yang turun dari langit?”“Wajahnya seperti pangeran.”
“Kenapa dia duduk di sebelah si Miskin?!”
Bisik-bisik terdengar di sekitar Peony. Pandangan Peony mengedar, dan mendapati teman-teman kelasnya melihat ke arah Peony dan pemuda tersebut bergantian.
Peony kembali menatap sang pemuda yang justru sibuk dengan benda pipih yang ia pegang.
“Good morning, Class!”
Peony segera duduk dengan tegap saat Mr. Bernard, guru bahasa inggrisnya telah hadir di kelas. Suasana kelas yang tadinya ramai menjadi hening seketika.
“Mari kita mulai pelajaran hari ini. Dan oh ya, kalian punya teman baru. Selamat bergabung bersama kami, Tuan Leight.” Mr. Bernard berkata seperti itu sambil melihat ke arah pemuda di samping Peony.
Peony menoleh cepat pada pemuda itu. Mata Peony beralih pada name tag yang tergantung di dada sang pemuda.
Kheil Abraham Leight…
Peony mengernyit. Sepertinya ia tidak asing dengan nama belakang sang pemuda.
“Perhatikan ke depan, Nona Hart.”
Peony terkesiap saat tiba-tiba sang pemuda membuka suara.
“D-dari mana kau mengenal nama belakangku?!” bisik Peony tajam. Pasalnya, sampai saat pertemuan mereka terakhir kali, pemuda bernama Kheil Abraham Leight itu tidak tahu nama belakang Peony. Kenapa sekarang bisa tahu??
Peony curiga jika pemuda ini menguntitnya hanya karena tragedi tenggelamnya topi baseball itu. Peony masih mengingat jelas jika sang pemuda tak akan berhenti minta ganti rugi sampai puas.
Sang pemuda mendengus geli. Tak lama, ia melirik dada Peony. Membuat Peony langsung menyilangkan tangan. Pipi bulatnya semakin memerah. Pikiran buruk sudah memenuhi otaknya. Pemuda sialan ini ternyata sangat mesum!
“A-apa yang kau lihat?!” bisik Peony kembali. Kali ini lebih tajam.
Pemuda itu memicing, lalu tersenyum miring. “Kau pikir aku tertarik dengan dada ratamu, Nona Hart? Aku hanya ingin memberitahu, kalau aku tahu namamu karena benda yang tergantung di sana.” Pemuda itu kembali melirik dada Peony.
Peony mengikuti arah pandang sang pemuda, dan mendapati name tag-nya sendiri. Entah sudah semerah apa pipi Peony saat ini. Yang pasti, ia merasakan wajahnya memanas. Kali ini karena malu. Ternyata ia salah paham.
Dengusan geli kembali terdengar dari sang pemuda yang kini sudah kembali menatap ke depan, tempat di mana Mr. Bernard sedang menerangkan sesuatu yang entah apa. Gara-gara keberadaan mengejutkan pemuda ini, untuk pertama kalinya Peony tidak konsentrasi belajar.
Peony masih penasaran dan dilanda ketakutan jika pemuda ini benar-benar akan menerornya.
"Tuan Leight Yang Terhormat, bagaimana kau bisa bersekolah di sini? Kau mengikutiku ya?!" bisik Peony menuduh.
Pemuda itu melirik Peony tanpa minat. "Apakah kau memiliki rasa percaya diri yang tinggi?” balas sang pemuda datar terkesan meremehkan. Membuat Peony bungkam karena malu.
Sialan!
Kenapa kata-kata pemuda itu selalu dapat membuat lidahnya kelu?!
***
"Hey, Miskin. Kau mengenal anak baru tampan itu ya?"
Peony memakan bekal makan yang dibuat sang ibu tanpa peduli sebuah suara menyapanya.
“Hey! Kau tuli?!”
Peony mengembuskan napas panjang, lalu mengalihkan pandangan ke arah Angel, teman seangkatannya yang selalu mengatai Peony miskin hanya karena Peony memakai pakaian yang sama dua sampai tiga hari dalam satu minggu. Karena sekolahnya menerapkan seragam bebas, banyak yang menjadikan hal itu ajang untuk pamer pakaian-pakaian mahal dan modis. Dan peony tentu saja tidak bisa melakukan hal itu, karena keluarganya adalah keluarga sederhana. Namun demikian, penampilan Peony cukup modis walaupun pakaiannya tak mahal. Peony memiliki bakat alami memadu padankan pakaian. Tapi sepertinya Angel tetap merasa jika Peony tak layak disandingkan dengan anak-anak di sekolah ini yang sebagian besar berasal dari keluarga berada.
“Minta.”
“Hey!” Peony membelalak kesal setengah terkejut saat kali ini teman barunya di kelas, yang tak lain tak bukan pemuda es krim bernama si Kheil itu langsung mengambil satu potong sandwichnya dan tanpa permisi duduk di samping Peony. Pemuda itu memakan lahap sandwich itu dengan wajah datar.Peony mengernyit bingung bercampur kesal. Kenapa pemuda selalu tiba-tiba muncul? Peony curiga pemuda itu adalah jelmaan iblis.
‘Ya Tuhan… maafkan aku…’ doa Peony di dalam hati.
“Makananku—”
“Untuk menyicil hutangmu hari ini.”Bibir Peony langsung terkatup rapat.
Sialan! Sepertinya memang benar jika pemuda ini bersekolah di tempat yang sama dengan Peony hanya karena ingin meneror Peony tanpa henti. Sudah pasti!
“Hai Tampan, kenalkan, aku Angel…”
Peony kembali menatap Angel yang sudah memasang senyum yang dibuat semanis madu di depan pemuda es krim itu. Jangan lupakan tubuhnya menggeliat genit. Mungkin ingin menunjukkan jika tubuhnya memiliki lekukan yang sempurna. Peony berusaha menahan dengusan geli. Alih-alih terlihat seksi, Angel lebih terlihat seperti cacing kepanasan.
Pemuda itu menatap datar tangan Angel yang terulur. Tak lama, pandangannya beralih ke arah pohon di depan mereka, karena saat ini Peony makan di bawah pohon rindang di taman sekolahnya. Dapat Peony lihat sang pemuda kembali menggigit sandwich di tangannya tanpa peduli pada Angel yang masih berdiri dengan tangan tergantung. Angel terlihat seperti orang bodoh saat ini. Membelalak tak percaya. Mungkin ini kali pertama ada pemuda yang mengabaikannya.
Poor you, Angel… Peony turut prihatin dengan segenap jiwa.
“Sombong sekali kau! Kau pikir kau siapa, hah?!” pekik Angel murka.
Peony ingin menyemburkan tawa. Sungguh. Namun ia tak ingin terlibat masalah dengan Angel yang menyebalkan itu. Jadi, sebisa mungkin Peony menggigit lidah untuk menahannya.
“Apakah ada badai yang lewat? Kenapa aku mendengar suara angin yang sangat berisik? Atau ada lalat raksasa yang sedang bernyanyi?”
“Pffttt!” Peony segera menutup mulut dengan kedua tangan. Sumpah demi muka Angel yang saat ini memerah karena amarah, Peony tak sanggup lagi menahan tawa saat pemuda itu sepertinya menyindir Angel dengan sebelah tangan mengusap kencang telinga.
Untuk pertama kalinya Peony tidak kesal pada pemuda itu.
***
*** Nic… Ab… Aku mulai tidak mengenali siapa kalian jika saja aku tidak membaca buku harian yang aku tulis. Kalian tampan. Aku tidak menyangka pernah memiliki lelaki-lelaki tampan. Kebahagiaan untuk kalian?Jika kata -kata itu adalah kata-kata yang selalu aku tulis di setiap lembar, maka di lembar ini pun aku mengharapkan kebahagiaan untuk kalian. Kalian harus selalu bahagia!Peony mengusap tulisan tangan terakhir Dakota. Tulisan itu terlihat tak rapi dan memiliki jarak yang tidak beraturan di setiap kata. Sepertinya ini adalah lembar terakhir yang ditulis wanita itu sebelum kondisi Dakota semakin parah. Mata Peony berkaca-kaca. Tidak bisa membayangkan jika ia berada di posisi Dakota. Menjalani hari-hari terakhir di hidupnya tanpa didampingi orang-orang yang ia cintai walaupun Dakota tak mengenalinya karena penyakit itu.Alzheimer…Penyakit yang diderit
"Berhentilah menggangguku!"“…”"Kheil! Ya Tuhan! Aku tidak bisa bergerak, Kheil!"Peony melenguh nikmat setengah kesal. Alih-alih membebaskan Peony dari rengkuhannya, sang suami justru menghisap daun telinga Peony dengan sensual. Pria itu merengkuhnya dari belakang, dan itu mengganggu sekaligus menggoda."Kheil—Ouch!"Plak!Peony memukul kencang bahu Kheil yang baru saja menggigit pipinya. Akhir-akhir ini, Kheil semakin sering melakukannya. Setiap kali Peony bertanya dengan marah-marah, Kheil selalu mengatakan Peony semakin menggemaskan. Membuat Peony hanya dapat menghela napas jengkel."Kenapa kau jadi seperti ini?" tanya Peony heran setengah frustrasi."Apa?" tanya Kheil polos."Menempel terus padaku seperti lintah.""Bukankah ini yang sejak dulu aku lakukan padamu? Bahkan setelah kita kembali bertemu."Peony terdiam. Mencerna kata-kata sang suami. Setelah ia mengerti, Peony berd
“Sayang…” lirih Kheil putus asa. “Bicaralah—”“Kenapa sih kau harus minum-minum?! Memang semua masalah bisa hilang dengan menenggak alkohol?!” sinis Peony yang akhirnya tak tahan melihat keberadaan gelas anggur putih itu. Peony bukannya anti pada teman-teman yang minum minuman beralkohol. Ia juga sebenarnya tak masalah kalau Kheil mengkonsumsi minuman itu asal dalam batas wajar. Tetapi kalau meminumnya saat sedang ada masalah, itu yang Peony tak suka. Ia takut suaminya akan kecanduan.Atau… memang Kheil selama ini gemar meminum minuman itu? Sekian lama berpisah, ia masih belum tahu kebiasaan baru Kheil.“Apakah kau sering mengkonsumsi minuman—""Minumlah." Kheil menyodorkan gelas anggur putih itu pada Peony.Peony mengerjap, lalu menatap Kheil yang menatapnya datar. "Ini... minuman beralkohol kan? Aku tidak bisa meminumnya." Peony menggeleng kencang.Kheil menaikkan se
Tok Tok!"Suamiku yang tampan tapi datar, bolehkah aku masuk?"Kheil mendengus geli mendengar suara sang istri yang berdiri di depan pintu ruang kerjanya. Ia meletakkan gelas anggur putih berisi cairan berwarna cokelat pekat ke atas meja kerja. Matanya melirik diam-diam keberadaan Peony yang mengintip dari balik pintu ruang kerja yang memang sejak awal terbuka sedikit.“Apakah kau akan membiarkan aku berdiri di sini sampai letih?” Suara Peony kembali terdengar. Kali ini nadanya memelas. Membuat Kheil lagi-lagi mendengus dan dia yakin mungkin sebentar lagi akan kalah dari acara merajuknya.Sudah lebih dari satu jam ia mengabaikan—Lebih tepatnya pura-pura mengabaikan— sang istri karena rasa cemburu yang menguasai jiwa.Kheil kembali mengingat hal apa yang membuatnya kesal. Belum selesai rasa kesalnya menghilang pada Nicholas, kesabaran Kheil sudah harus diuji karena kedatangan Cleve Malik. Bocah ingusan itu mendatangi Peony di
Kheil sesekali melirik sang istri di sela perbincangannya dengan para rekan bisnis yang hadir ke acara resepsi yang ia dan Peony adakan. Akhirnya, setelah satu bulan lebih menikah secara hukum dan agama, Kheil bisa mewujudkan impian membuat resepsi super mewah untuk mereka berdua. Mereka mengadakannya di aula mansion keluarga Leight. Alih-alih Peony yang bersemangat mengadakan resepsi, justru Kheil lah pihak yang merasakan itu.Kheil ingin seluruh dunia tahu kalau Peony adalah istrinya. Kheil ingin menunjukkan kepada para pria yang mengincar sang istri, jika mereka tidak punya kesempatan lagi mendapatkan Peony. Kheil ingin menunjukkan kekuasaannya dan ingin memberitahu mereka semua kalau mereka tidak bisa bersaing dengan seorang Leight. Level mereka terlalu jauh.Sialan!Kheil jadi kesal sendiri mengingat Peony justru semakin diincar banyak pria belakangan ini. Mendadak akun sosial media Peony mendapat banyak pengikut. Tidak masalah jika semua pengikut sang istr
“Ouch! Summer…” geram Kheil. Ia membuka mata kesal setelah merasakan satu alisnya kembali dicabut Peony. Entah sudah berapa kali sang istri melakukannya. Wanita itu mengatakan gemas dengan alis tegas Kheil yang menjadi salah satu bagian tubuh yang membuat orang takut dan tak bisa berlama-lama menatap pria tampan ini.“Sakit, Sayang… Kau ingin aku tak punya alis ya?” omel Kheil yang justru dibalas sang istri kekehan tak peduli.Wanita-nya itu kini malah membelai alis-alis tegas itu, lalu memberikan kecupan di bibir Kheil. Membuat Kheil yang tadinya kesal jadi menyunggingkan senyum. Pria ini merengkuh tubuh sang istri yang berbaring tengkurap di sampingnya. Lalu menyerang dengan kecupan-kecupan liar.“Hahaha… Hentikan, Kheil! Banyak orang!” Peony memberontak, tapi Kheil tak peduli. Ia terus menyerang Peony sampai posisi sang istri sudah berada di bawah kungkungannya.Napas keduanya saling bersahutan.