Beranda / Romansa / Terjebak Cinta Sang Dokter / Bab 26: Bayangan yang Menghidupkan Luka

Share

Bab 26: Bayangan yang Menghidupkan Luka

Penulis: Tediber
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-13 18:20:05
Malam itu, suasana di rumah kecil yang tersembunyi jauh dari keramaian begitu sunyi. Tidak seperti biasanya, Putri sulit tidur. Ia menatap langit-langit kamar, jantungnya berdebar tanpa sebab.

Dari balik tirai jendela, angin menggerakkan ranting pepohonan, menciptakan bayangan yang menari-nari di dinding. Sesekali terdengar bunyi gesekan seperti kuku mencakar kayu—membuat Putri kembali teringat pada masa lalu yang seharusnya telah usai.

Tapi ada yang berubah. Ada yang berbeda.

Putra juga terbangun, duduk di sisi ranjangnya yang hanya berjarak satu kamar dari Putri. Ia merasakan hal yang sama—ketenangan yang mereka bangun perlahan mulai retak.

**

Sementara itu, di ruang tamu, Marsel dan Caca terjaga. Marsel sedang mengutak-atik sistem kamera pengawas yang mereka pasang secara tersembunyi di beberapa titik sekitar rumah.

“Ada suara aneh dari utara,” gumamnya.

Caca langsung siaga. “Kita gak boleh anggap ini angin lalu.”

Marsel menekan tombol pembesaran pada layar. Sebuah s
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Terjebak Cinta Sang Dokter    bab 31 Rumah yang Menyambut

    Setelah perjalanan panjang, melelahkan, dan penuh kerinduan, akhirnya kaki-kaki mereka menginjak tanah halaman rumah itu lagi.Rumah yang dulu menjadi saksi bisu derita, kini berdiri megah dan lebih kuat. Renovasi besar yang dilakukan diam-diam oleh orang-orang kepercayaan Pangeran dan Reno selama mereka di luar negeri membuat bangunan itu nyaris tak dikenali lagi. Dindingnya kokoh, halamannya luas dan teduh, serta sistem keamanan canggih tersembunyi di tiap sudutnya.Cantika menghela napas panjang saat membuka pintu utama. Aroma kayu dan bunga melati menyambut mereka, seperti sapaan lembut dari masa lalu yang memilih memeluk mereka, bukan menakut-nakuti.“Ini... rumah kita,” bisiknya, air mata menetes perlahan di pipinya.Putra dan Putri masuk lebih dulu, matanya berbinar menatap setiap sudut rumah. Mario yang digendong Marsel berteriak kecil, “Wahhh... besar banget!”Tawa mereka pecah. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, tawa itu terdengar tanpa ketakutan.Reno meletakkan tas

  • Terjebak Cinta Sang Dokter    bab 30 Hari, Bulan, dan Tahun yang Berlalu

    Hari yang sangat cerah. Matahari menyinari rumah kayu bergaya klasik di perbukitan yang tenang. Angin berhembus lembut menerpa taman bunga yang mulai mekar. Sebuah ayunan tergantung di pohon besar di halaman belakang—tempat Mario, bocah lima tahun yang menggemaskan, tertawa riang saat didorong oleh Putra dan Putri yang kini telah beranjak remaja.“Pelan, Kak! Mario bisa terbang nanti!” teriak Mario sambil tertawa cekikikan.Putri mengerucutkan bibirnya, menahan tawa. “Tenang aja, Pangeran Mario. Kami jaga kok.”Putra menepuk kepala Mario dengan lembut. “Kamu calon jagoan keluarga, harus berani.”Tawa mereka menggema di halaman rumah yang sudah lima tahun menjadi tempat perlindungan dan kebahagiaan. Tidak ada suara tembakan. Tidak ada ketakutan akan bayangan gelap yang menghantui malam. Hanya damai. Hanya tawa.Di teras rumah, Cantika menyuguhkan teh hangat kepada Pangeran, Reno dan pangeran yang tengah bercengkerama. Rambut mereka memang sudah mulai dihiasi uban, tapi cahaya di mata m

  • Terjebak Cinta Sang Dokter    Bab 29 Antara Restu dan Ketakutan

    Senja menyapa pelan, memandikan langit dengan semburat jingga yang merona indah. Namun keindahan langit tak mampu menenangkan hati Reno. Sejak pembicaraan pagi itu, pikirannya tak pernah berhenti bergumul. Ia berdiri di teras rumah kayu yang menghadap bukit, menatap jauh ke depan seolah ingin melihat lebih dari sekadar pemandangan. Dari dalam rumah, suara tawa Putri dan Putra yang sedang bercanda bersama Caca dan Marsel masih terdengar. Begitu hangat, begitu alami. Tapi justru itu yang membuat dada Reno makin sesak. Ia tahu betapa besar cinta antara Caca dan Marsel. Ia tahu, mereka layak bahagia. Tapi di kepalanya, selalu ada satu bayang yang menghantui Zolanda. “Kalau mereka menikah sekarang, apakah ini akan memancing Zolanda? Apa ini akan jadi kelemahan kita?” batin Reno. Langkah kaki pelan terdengar di belakangnya. Pangeran datang membawa dua cangkir kopi. Ia menyodorkan satu pada Reno, lalu ikut berdiri di sampingnya. “Kamu masih belum yakin?” tanya Pangeran, tanpa basa-b

  • Terjebak Cinta Sang Dokter    Bab 28: Sunyi di Tempat yang Tak Bernama

    Helikopter perlahan turun, mengoyak kabut pagi yang menyelimuti pegunungan di perbatasan Eropa Timur. Di bawah sana, terbentang sebuah bangunan tua bergaya klasik Eropa dengan tembok batu setinggi empat meter, tertutup dedaunan dan lumut. Rumah itu tampak seperti tak berpenghuni, tak terdeteksi, seolah terhapus dari peta dunia. “Tempat ini sudah tidak digunakan sejak 20 tahun lalu,” ujar Marsel di balik headsetnya pada yang lain. “Tidak ada akses satelit langsung, sinyal minim, dan dikelilingi hutan mati yang sulit ditembus kendaraan besar. Kita aman di sini... untuk sementara.” Saat helikopter mendarat, suara baling-baling perlahan meredup. Caca melompat turun lebih dulu, mengamankan area dengan mata tajamnya. Disusul Reno yang langsung memeluk Putri, memastikan anaknya tidak trauma selama penerbangan. “Kamu baik-baik saja, Sayang?” tanya Reno sambil memegangi bahunya. Putri mengangguk kecil, meski matanya masih memerah karena kelelahan dan tekanan mental yang terus menghantui. “A

  • Terjebak Cinta Sang Dokter    Bab 27: Menjemput di Tengah Sunyi

    Malam menyelimuti kota seperti selimut gelap yang tak berujung. Angin membelai pepohonan dengan gerakan pelan namun menusuk, seolah membawa bisikan rahasia yang belum terungkap. Di dalam ruang kerja yang remang, Pangeran duduk di depan peta besar yang terbentang di atas meja. Reno berdiri di sampingnya, menyilangkan tangan dengan raut wajah tegang. Naila duduk di kursi berseberangan, matanya bengkak karena terlalu banyak menangis, namun kali ini penuh dengan keyakinan yang menggebu. “Aku sudah bicara dengan orang kepercayaanku,” ucap Pangeran pelan, “Lokasi terakhir sinyal Caca terdeteksi di sebuah area pegunungan yang tak terdaftar di peta umum. Mereka memang pintar menyembunyikan jejak.” Reno mengangguk. “Tapi tidak cukup pintar untuk menyembunyikannya dari seorang ayah yang putus asa.” Naila menatap mereka berdua, suaranya bergetar, “Kita berangkat malam ini… sebelum Zolanda tahu. Aku tidak peduli harus menyelinap seperti pencuri. Aku hanya ingin melihat Putra dan Putri dalam ke

  • Terjebak Cinta Sang Dokter    Bab 26: Bayangan yang Menghidupkan Luka

    Malam itu, suasana di rumah kecil yang tersembunyi jauh dari keramaian begitu sunyi. Tidak seperti biasanya, Putri sulit tidur. Ia menatap langit-langit kamar, jantungnya berdebar tanpa sebab. Dari balik tirai jendela, angin menggerakkan ranting pepohonan, menciptakan bayangan yang menari-nari di dinding. Sesekali terdengar bunyi gesekan seperti kuku mencakar kayu—membuat Putri kembali teringat pada masa lalu yang seharusnya telah usai. Tapi ada yang berubah. Ada yang berbeda. Putra juga terbangun, duduk di sisi ranjangnya yang hanya berjarak satu kamar dari Putri. Ia merasakan hal yang sama—ketenangan yang mereka bangun perlahan mulai retak. ** Sementara itu, di ruang tamu, Marsel dan Caca terjaga. Marsel sedang mengutak-atik sistem kamera pengawas yang mereka pasang secara tersembunyi di beberapa titik sekitar rumah. “Ada suara aneh dari utara,” gumamnya. Caca langsung siaga. “Kita gak boleh anggap ini angin lalu.” Marsel menekan tombol pembesaran pada layar. Sebuah s

  • Terjebak Cinta Sang Dokter    Bab 25: Rindu yang Tak Terucap

    Beberapa bulan telah berlalu sejak keberangkatan Putra dan Putri ke luar negeri bersama Marsel dan Caca. Keadaan di negeri asal kini terlihat tenang—tak ada ancaman, tak ada penyusupan, tak ada pesan misterius dari orang-orang Zolanda.Namun, ketenangan itu tak sepenuhnya mendamaikan. Ada ruang kosong yang begitu terasa di setiap sudut rumah.Di rumah keluarga Pangeran, senja datang dengan warna yang sendu. Naila duduk di ruang tamu, memeluk selimut kecil milik Putra yang masih ia simpan. Di meja, ada tumpukan foto kenangan, dan di antaranya, foto Putra dengan senyum khasnya yang lembut.Pangeran masuk pelan sambil membawa dua cangkir teh."Masih belum bisa tidur siang?" tanyanya, meletakkan satu cangkir di hadapan istrinya.Naila hanya menggeleng, tatapannya masih terpaku pada foto itu. “Aku cuma kangen…”Pangeran menarik kursi dan duduk di sebelahnya. Ia menyandarkan tubuh ke punggung kursi dan menatap langit yang memerah. “Aku juga. Terlalu kangen, malah. Tapi aku lega… karena dia

  • Terjebak Cinta Sang Dokter    Bab 24: Izin yang Tak Mudah

    Mentari pagi belum juga muncul, tapi suasana di halaman belakang rumah sakit sudah terasa hangat oleh pelukan dan harapan yang disembunyikan dalam diam. Mobil hitam berlapis keamanan ganda terparkir rapi di bawah pohon palem, dengan Marsel di kursi depan dan Caca di kursi belakang, memantau jam yang terus berdetak mendesak.“Waktunya semakin sempit,” gumam Marsel, jemarinya tak henti memainkan kunci mobil.Caca menatap ke arah bangunan rumah sakit, tepat ke arah dua jendela di lantai dua. Di sanalah dua anak yang mereka cintai tengah menyiapkan keberangkatan—keberangkatan yang tak hanya membawa tubuh mereka jauh, tapi juga membawa sepotong jiwa keluarga yang harus tertinggal.**Putra berdiri diam di depan pintu ruang rawat. Wajahnya pucat, tas kecil menggantung di punggung. Di balik pintu itu, ada Pangeran dan Cantika—orang yang selama ini menjadi rumah baginya.Tangan Putra menggenggam gagang pintu dengan gemetar.“…Kamu siap, Nak?” tanya salah satu perawat yang membimbingnya.Putra

  • Terjebak Cinta Sang Dokter    Bab 23 Rencana Bayangan Kedua Senin dini hari.

    Langit masih kelam. Hujan turun seperti ratapan dari langit yang kelelahan menangis. Marsel menatap layar monitor dari ruang bawah rumah sakit. Wajahnya kaku. Mata tak lepas dari satu video yang dikirim melalui email anonim. Caca, yang berdiri di sampingnya, menutup mulutnya begitu melihat isi rekaman itu. “Astaga…” Terdapat video pendek berdurasi 1 menit 13 detik. Rekaman itu memperlihatkan dua boneka lusuh satu laki-laki, satu perempuan duduk di kursi roda mainan. Di belakang mereka, sebuah dinding penuh coretan darah membentuk kata: “Rencana Bayangan Kedua telah dimulai. Putra & Putri tak akan pernah melihat cahaya yang sama lagi.” Lalu, video diakhiri dengan suara tawa. Bukan tawa biasa, tapi tawa kecil... suara seorang anak menangis sambil tertawa. Marsel berdiri. “Ini bukan sekadar ancaman…” suaranya parau. “Ini awal dari psikologis teror.” ** Sementara itu, Putra mendadak terbangun dari tidurnya. Nafasnya tersengal. Tangan kecilnya menggenggam erat selimut.

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status