Terjebak Cinta Sang Dokter

Terjebak Cinta Sang Dokter

last updateLast Updated : 2025-05-07
By:  Tediber Updated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
20Chapters
14views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Cantika tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah saat ia menjadi pasien dari seorang dokter tampan dan dingin bernama Pangeran. Di balik tatapan tajam dan sikap tegasnya, tersembunyi kelembutan yang perlahan meluluhkan hati Cantika. Namun, cinta itu bukan miliknya sendiri. Pangeran sudah bertunangan dengan Zolanda, asisten sekaligus wanita pilihan sang ayah. Zolanda bukan wanita biasa. Ia ambisius, licik, dan siap melakukan apapun demi mempertahankan Pangeran. Meski begitu, ibu Pangeran diam-diam lebih menyukai Cantika dan mendukung keputusan apapun yang anaknya ambil, meski harus melawan kehendak suaminya sendiri. Di tengah rumitnya perasaan, hadir Marsel—pria baik yang selalu ada untuk Cantika, berharap cinta gadis itu akan berbalik padanya. Tapi hati Cantika sudah tertambat pada Pangeran, meski ia tahu mencintai sang dokter berarti siap menanggung luka dan pengorbanan. Saat cinta, tanggung jawab, dan keluarga saling bertabrakan, akankah Cantika dan Pangeran berani melawan takdir demi cinta yang mereka yakini?

View More

Chapter 1

Bab 1 Pertemuan yang Mengguncang

Hujan mengguyur deras sejak pagi, menggantungkan langit dengan awan kelabu yang menyesakkan. Cantika menatap kosong ke luar jendela taksi, matanya menerobos kabut tipis yang mengembun di kaca. Suara klakson bersahut-sahutan, dan jalanan ibu kota macet seperti biasa. Tapi bukan itu yang membuat jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya.

Ia sedang menuju rumah sakit tempat ia akan diperiksa oleh dokter baru—dr. Pangeran. Namanya saja sudah membuat dada Cantika berdebar sejak seminggu lalu saat nama itu disebut perawat. "Dokter spesialis baru, sangat berbakat dan cukup terkenal di kalangan sosialita," kata mereka. Tapi Cantika tidak tertarik dengan popularitas. Ia hanya ingin sembuh. Tubuhnya yang kian lemah membuatnya sering sesak dan pingsan tanpa sebab.

Begitu taksi berhenti di depan rumah sakit mewah itu, Cantika menarik napas panjang. Hatinya diliputi keraguan. Ia bukan siapa-siapa, hanya wanita biasa dengan latar belakang sederhana. Tapi rumah sakit ini—tempat orang-orang kaya berobat—terlalu megah untuknya.

Di lobi, semuanya serba putih, dingin, dan wangi antiseptik. Cantika melangkah pelan ke meja informasi. “Saya ada janji dengan dr. Pangeran,” ucapnya pelan.

Perawat menatapnya cepat dari atas ke bawah, seolah menilai dari penampilan bahwa Cantika bukan pasien kalangan atas. Tapi wajahnya langsung berubah sopan saat membaca nama di sistem.

“Silakan ke lantai tiga, ruang 305. Dokter sudah menunggu.”

Cantika mengangguk dan menuju lift. Ia berusaha mengatur napasnya yang mulai tak beraturan. Entah kenapa jantungnya berdebar seperti sedang mau ujian nasional.

---

Dr. Pangeran baru saja melepaskan sarung tangan operasi saat asistennya, Zolanda, masuk ke ruangannya.

“Pasien berikutnya sudah di lantai tiga,” katanya dengan suara datar tapi halus.

Pangeran hanya mengangguk. Wajahnya tenang, namun selalu terlihat dingin dan tak bisa ditebak. Banyak yang bilang ia tak pernah tersenyum kecuali pada pasien anak-anak. Tapi bahkan saat tersenyum pun, matanya tetap tak menunjukkan kehangatan.

Tak lama kemudian, pintu diketuk. Zolanda membukanya.

“Silakan masuk,” katanya.

Cantika masuk dengan langkah ragu. Dan saat matanya bertemu mata dokter itu, napasnya tercekat. Tinggi, tampan, bersih, dengan tatapan tajam namun misterius—itulah yang dilihatnya.

“Cantika,” katanya pelan, membaca nama dari berkas. “Silakan duduk.”

Cantika duduk, mencoba menenangkan dirinya. Tapi bagaimana bisa tenang kalau doktermu tampak seperti pangeran dalam dongeng?

Pangeran membaca laporan medis Cantika. “Sering pingsan, nyeri dada, dan sulit bernapas saat stres?” tanyanya.

“Iya, Dok,” jawab Cantika lirih.

“Pernah trauma sebelumnya?”

Cantika sengerjap, terdiam. “Pernah Kecelakaan… waktu kecil. Ayah saya meninggal di depan mata saya.”

Pangeran berhenti menulis sejenak. Ada sesuatu dalam sorot mata Cantika yang membuatnya tak bisa langsung mengalihkan pandangan. Luka. Kepedihan. Tapi dibungkus senyum.

“Baik, kita akan lakukan beberapa tes. Tapi untuk sekarang saya ingin Anda istirahat total selama seminggu.”

Cantika mengangguk pelan.

Zolanda, yang berdiri di dekat pintu, menatap Cantika tajam. Wanita itu terlalu manis. Terlalu… menarik perhatian. Dan Zolanda tidak suka itu.

---

Hari berganti, dan Cantika menjalani serangkaian tes. Setiap kali ia datang, Pangeran akan memeriksanya dengan tenang, profesional, dan… semakin membuat Cantika sulit tidur tiap malam. Ia mulai menunggu-nunggu sesi konsultasi itu, bukan karena takut, tapi karena ingin melihat wajah pria itu lagi.

Namun di balik diamnya, Pangeran perlahan mulai memperhatikan Cantika. Ia berbeda dari pasien lain. Cantika tidak berpura-pura kuat, tapi juga tidak meminta dikasihani. Ia jujur dalam rasa sakitnya, dan tetap berani menghadapinya.

Suatu hari, Pangeran sedang berdiri di balkon ruang dokter, memandangi langit sore yang mulai memerah. Zolanda mendekatinya.

“Kau semakin sering memandang ke luar jendela sejak ada Cantika,” kata Zolanda, setengah menggoda.

Pangeran hanya menatap lurus ke depan. “Dia pasien. Biasa saja.”

Zolanda tertawa pelan, lalu berdiri di sampingnya. “Tapi aku bukan pasien. Aku tunanganmu. Dan Ayahmu ingin kita segera menikah. Kenapa kamu terus menundanya?”

Pangeran memejamkan mata sejenak. “Aku tidak mencintaimu, Zol.”

Zolanda menegang. “Tapi Ayahmu yang menjodohkan kita. Kamu tahu dia tidak suka perempuan seperti Cantika.”

Pangeran menoleh, dan untuk pertama kalinya suaranya terdengar dingin. “Berhentilah bicara tentang dia. Aku belum memutuskan apapun.”

Zolanda mengepalkan tangan di balik jas putihnya. Wajah cantiknya tetap tersenyum, tapi matanya menyala. “Aku tidak akan membiarkan perempuan biasa itu merebutmu dariku.”

---

Sementara itu, Cantika berjalan sendirian ke taman rumah sakit. Hari itu jadwalnya kosong, tapi ia datang hanya untuk menikmati udara dan berharap bisa melihat Pangeran dari kejauhan. Tapi yang datang justru Marsel.

“Cantika?” suara Marsel membuat Cantika menoleh.

“Marsel?” Cantika tersenyum. “Kamu ngapain di sini?”

“Aku dengar kamu sering ke rumah sakit. Aku khawatir.”

Marsel adalah sahabat masa kecil Cantika. Diam-diam, ia menyimpan cinta yang belum pernah ia ungkap. Tapi Cantika selalu melihatnya sebagai kakak, sahabat, pelindung.

“Aku baik-baik aja kok. Cuma periksa kesehatan.”

Marsel menatap mata Cantika. “Tapi kenapa setiap kali kamu menyebut nama dokter itu, mata kamu berbinar?”

Cantika terdiam. “Aku nggak tahu, Marsel. Aku nggak bermaksud jatuh cinta... tapi rasanya aku makin tenggelam.”

Marsel tersenyum getir. “Kamu tahu dia sudah punya tunangan?”

“Iya. Dan itu yang bikin semua ini makin menyakitkan.”

---

Malam itu, Pangeran duduk di ruang kerjanya, membuka kembali hasil tes Cantika. Ada kelainan jantung yang belum diketahui penyebab pastinya. Tapi pikirannya bukan hanya tentang penyakit itu.

Ia memejamkan mata. Mengingat sorot mata Cantika. Cara ia tersenyum meski kesakitan. Cara ia tetap hidup meski dikelilingi kematian sejak kecil.

Pangeran tahu, hatinya sedang runtuh. Tapi apa boleh seorang dokter mencintai pasiennya?

---

Di sisi lain, Zolanda sedang berbicara dengan Ayah Pangeran. “Saya rasa perempuan itu akan jadi penghalang.”

Sang Ayah—Pria berambut perak yang berkuasa dan keras kepala—mengangguk. “Kalau begitu, singkirkan dia dengan cara yang tak mencoreng nama keluarga.”

---

Dan di tempat lain, Ibu Pangeran sedang duduk di ruang pribadinya, menatap foto Pangeran kecil. “Kalau hatimu memilih Cantika, Ibu akan berdiri di belakangmu… bahkan kalau harus melawan ayahmu sendiri.”

___

Di sebuah ruangan beraroma kayu cendana dan lampu gantung antik yang menggantung di langit-langit, Ayah Pangeran duduk di kursi kayunya yang besar. Posturnya tegak, raut wajahnya tegas. Pria itu adalah tipe ayah yang tak suka ditentang, apalagi oleh anaknya sendiri.

Zolanda datang dengan mengenakan blouse biru muda dan rok pensil, dandanan rapi seperti wanita sempurna yang dipersiapkan menjadi istri idaman. Senyumnya manis, tapi matanya penuh perhitungan.

“Selamat malam, Om,” ucap Zolanda sopan, menunduk hormat.

“Duduk, Zolanda,” sahut sang ayah tanpa senyum, tapi juga tanpa nada mengusir.

Zolanda duduk dengan anggun. Ia meletakkan tas kecilnya di samping, lalu menatap pria di hadapannya dengan tatapan tunduk tapi penuh maksud.

“Saya hanya ingin mampir sebentar, memastikan Om sehat. Dan… tentu saja, membicarakan Pangeran.”

Sang ayah meletakkan cangkir tehnya perlahan. “Anak itu semakin keras kepala. Menolak perjodohan, menunda rencana pernikahan. Apa kau tahu alasannya?”

Zolanda menggeleng perlahan. “Saya rasa dia sedang banyak tekanan, Om. Tapi saya tetap sabar. Saya percaya dia hanya butuh waktu untuk menerima keadaan.”

“Keadaan?” Sang ayah menaikkan alis.

“Keadaan bahwa saya adalah wanita terbaik untuknya.” Suara Zolanda lembut tapi penuh percaya diri. “Saya mengerti dunia medisnya, saya tahu cara bekerja dengannya, dan saya bisa menjaga nama baik keluarga.”

Ayah Pangeran menatap Zolanda dalam-dalam, lalu mengangguk pelan. “Kamu memang berbeda dari perempuan lain. Cerdas, terdidik, dan tidak emosional.”

Zolanda tersenyum, menyembunyikan rasa puasnya.

“Tapi akhir-akhir ini, saya dengar dia sering menghabiskan waktu dengan seorang pasien wanita. Cantika.”

Zolanda pura-pura terkejut. “Saya dengar juga, Om… dan terus terang, saya khawatir. Perempuan itu bukan dari dunia kita. Saya takut dia membawa pengaruh yang… kurang baik.”

“Jika perempuan itu mengganggu masa depan Pangeran, kamu tahu apa yang harus kamu lakukan,” ujar sang ayah tajam.

Zolanda menunduk dalam-dalam. “Saya akan lakukan apa pun demi kebaikan Pangeran. Dan keluarga ini.”

Diam-diam, ia tersenyum puas dalam hati. Ia telah mendapatkan kepercayaan sang ayah. Itu langkah pertama menuju kemenangannya.

Yang harus ia lakukan sekarang adalah memastikan Cantika tidak akan pernah bisa menginjakkan kaki lagi dalam hidup Pangeran.

---

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
20 Chapters
Bab 1 Pertemuan yang Mengguncang
Hujan mengguyur deras sejak pagi, menggantungkan langit dengan awan kelabu yang menyesakkan. Cantika menatap kosong ke luar jendela taksi, matanya menerobos kabut tipis yang mengembun di kaca. Suara klakson bersahut-sahutan, dan jalanan ibu kota macet seperti biasa. Tapi bukan itu yang membuat jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Ia sedang menuju rumah sakit tempat ia akan diperiksa oleh dokter baru—dr. Pangeran. Namanya saja sudah membuat dada Cantika berdebar sejak seminggu lalu saat nama itu disebut perawat. "Dokter spesialis baru, sangat berbakat dan cukup terkenal di kalangan sosialita," kata mereka. Tapi Cantika tidak tertarik dengan popularitas. Ia hanya ingin sembuh. Tubuhnya yang kian lemah membuatnya sering sesak dan pingsan tanpa sebab. Begitu taksi berhenti di depan rumah sakit mewah itu, Cantika menarik napas panjang. Hatinya diliputi keraguan. Ia bukan siapa-siapa, hanya wanita biasa dengan latar belakang sederhana. Tapi rumah sakit ini—tempat orang-orang k
last updateLast Updated : 2025-04-16
Read more
Bab 2 Dalam Diam, Aku Memilihmu
Pagi itu, langit cerah setelah semalaman diguyur hujan. Rumah sakit tampak lebih hidup dari biasanya. Pasien dan keluarga berlalu-lalang, perawat mondar-mandir membawa catatan medis, dan di antara hiruk-pikuk itu, Cantika datang dengan langkah pelan dan senyum samar di wajahnya.Hari ini jadwalnya hanya konsultasi ringan, tapi entah kenapa, jantungnya berdebar lebih kencang dari biasanya. Bukan karena takut. Tapi karena ia tahu akan bertemu lagi dengan dr. Pangeran.Pangeran sedang berdiri membelakangi pintu ketika Cantika mengetuk dan masuk. Ia mengenakan jas dokter yang membuat sosoknya terlihat semakin berwibawa. Suaranya tenang saat berkata, “Masuk.”Begitu melihat Cantika, ia sedikit terdiam. Hari ini gadis itu terlihat berbeda. Lebih cerah. Wajahnya bersih tanpa banyak riasan, tapi justru itu yang membuatnya sulit dialihkan.“Bagaimana kondisi kamu hari ini?” tanyanya, memecah keheningan.“Jauh lebih baik dari kemarin, Dok,” jawab Cantika dengan senyum kecil. “Mungkin karena mim
last updateLast Updated : 2025-04-16
Read more
Bab 3 Bukan Aku yang Dia Pilih
Hujan telah reda. Tapi badai yang sesungguhnya baru saja dimulai.Zolanda melangkah cepat di lorong rumah sakit. Heels-nya mengetuk lantai dengan suara yang memantul tajam, membuat beberapa perawat dan mahasiswa magang menunduk takut-takut saat ia lewat. Wajah cantiknya dibalut riasan sempurna, tapi matanya menyimpan bara yang siap meledak.Dia tidak butuh penjelasan. Melihat Pangeran dan Cantika berdua saja sudah cukup membuatnya merasa dikhianati. Dan Zolanda bukan tipe wanita yang rela dicampakkan tanpa perlawanan.---Sementara itu, Pangeran sedang duduk sendirian di ruang kerjanya. Jari-jarinya mengetuk meja, memikirkan percakapannya dengan Cantika tadi di rooftop. Gadis itu benar-benar membuat hatinya hidup kembali.Sebelumnya, dunia Pangeran hanya diisi oleh jadwal operasi, pasien, dan tekanan keluarga. Tapi sejak Cantika hadir, ia mulai belajar tersenyum tanpa alasan, mulai menanti pagi dengan semangat, dan mulai percaya bahwa… cinta bisa datang tanpa diduga.Tok. Tok.Pintu d
last updateLast Updated : 2025-04-16
Read more
Bab 4 Luka yang Tak Terlihat
Langit mendung sore itu menyambut langkah lemah Cantika yang turun dari angkutan umum. Tas kecil tergantung di pundaknya, sementara wajahnya tertunduk menahan tangis yang belum juga habis sejak pagi.Ia melangkah menuju rumah petaknya, tempat tinggal bersama Nenek Wati—satu-satunya keluarga yang ia punya. Nenek Wati menyambut dengan senyum hangat, namun raut wajahnya berubah begitu melihat wajah cucunya yang pucat dan mata sembab.“Cantika, kenapa, Nak? Kok kamu pulang cepat?”Cantika berusaha tersenyum. “Aku… cuma rindu rumah, Nek.”Nenek Wati menggenggam tangan Cantika dan menariknya duduk di kursi rotan tua di beranda. “Kamu bisa bohong sama orang lain, tapi bukan sama Nenek. Ada apa?”Tangis Cantika pecah. Ia memeluk neneknya erat-erat.“Mereka usir aku, Nek. Mereka bilang aku nggak pantas. Mereka pikir aku ganggu Pangeran...”“Pangeran? Dokter itu?” tanya Nenek Wati lembut.Cantika mengangguk. “Aku nggak pernah berniat ganggu siapa-siapa. Tapi aku jatuh cinta, Nek. Dan aku rasa…
last updateLast Updated : 2025-04-16
Read more
Bab 5 Luka, Nafsu, dan Balas Dendam
Zolanda membanting pintu kamar apartemennya hingga bergetar. Napasnya memburu, rambutnya acak-acakan, dan riasannya mulai luntur karena amarah yang membara.“Aku kalah darinya? Dari gadis kampung rendahan itu?” gumamnya penuh kebencian. Ia berjalan mondar-mandir, lalu menghentak kaki ke lantai.Ia membuka lemari minuman, menuangkan wine ke dalam gelas kristal, lalu menenggaknya sekaligus. Dingin, tapi tak cukup untuk menurunkan panas di tubuh dan hatinya.Pikirannya melayang pada wajah Pangeran yang begitu lembut saat menatap Cantika. Tatapan yang dulu hanya ia terima saat mereka berdua masih dekat. Tatapan yang kini lenyap, tergantikan oleh rasa cinta pada perempuan lain.“Aku nggak akan kalah semudah ini,” katanya sambil meremas gelasnya sendiri.Tiba-tiba, ia mengambil ponselnya dan menekan salah satu kontak bernama “Reno”.Tak lama kemudian, suara pria di seberang terdengar. “Zol? Tumben nelpon malam-malam…”“Aku butuh kamu sekarang. Datang ke apartemen. Sekarang,” suaranya datar,
last updateLast Updated : 2025-04-16
Read more
Bab 6 Pernikahan yang Dipaksakan
Pangeran baru saja memarkir mobilnya di halaman rumah besar bergaya kolonial milik keluarganya. Malam itu angin berhembus lembut, tapi pikirannya justru berkabut. Sejak pertemuannya dengan Cantika, hidupnya seakan dipenuhi tanda tanya.Belum sempat membuka pintu, suara keras ayahnya terdengar dari ruang tamu.> “Kamu pulang juga akhirnya! Duduk, kita harus bicara.”Pangeran menarik napas dalam-dalam, lalu melangkah masuk. Di ruang tamu, sang Ayah—duduk di kursi berlapis kulit mahal—menatapnya tajam.> “Aku ingin pernikahanmu dengan Zolanda dipercepat. Minggu depan, semua keluarga besar sudah kami undang.”Pangeran mendadak berdiri. “Apa?! Minggu depan? Ayah, aku belum menyetujui pernikahan itu!”> “Kamu tidak perlu menyetujui apa pun. Kamu hanya tinggal hadir dan menikahinya. Ayah sudah merencanakan semuanya.”> “Ayah pikir aku ini robot? Menikah tanpa cinta, tanpa suara, hanya karena Zolanda cocok menurut kalian?”> “Zolanda dari keluarga baik-baik, dia asisten kepercayaanmu di rumah
last updateLast Updated : 2025-04-16
Read more
Bab 7 Dua Minggu yang Penuh Cinta
Dua minggu berlalu sejak hari itu—hari di mana Pangeran dan Cantika memilih jalannya sendiri, menikah dalam kesederhanaan namun sarat dengan cinta dan harapan.Mereka kini tinggal di rumah kecil milik Nenek Rukiyah. Tak ada pelayan, tak ada kemewahan, tak ada sopir pribadi seperti dulu yang biasa mengantar Pangeran ke rumah sakit. Tapi Pangeran tak mengeluh sedikit pun. Justru, ia merasa lebih hidup.> “Pagi, Sayang,” sapa Cantika sambil menyuguhkan sarapan yang ia masak sendiri.Pangeran mencium kening istrinya dengan senyum hangat. “Pagi, istriku tercantik.”Setiap hari, Pangeran membantu Cantika menyapu halaman, mencuci pakaian, bahkan kadang memasak. Ia juga mulai membuka layanan kesehatan gratis untuk warga sekitar, menggunakan ilmunya demi kebaikan.Malam itu, setelah seharian bekerja dan mengajar anak-anak kampung tentang kebersihan, Pangeran dan Cantika duduk berdua di kamar.Suasana hening, lampu redup menemani.> “Cantika…” bisik Pangeran, suaranya pelan namun penuh makna.C
last updateLast Updated : 2025-04-16
Read more
Bab 8 Menanti dengan Cinta
Hari-hari berlalu begitu cepat di rumah kecil itu. Dari pagi yang diisi aroma teh manis dan roti bakar, hingga malam yang penuh pelukan dan bisikan sayang sebelum tidur, rumah tangga Cantika dan Pangeran benar-benar terasa damai.Sejak kabar kehamilan itu diumumkan, Pangeran berubah menjadi suami yang super perhatian. Ia tak pernah membiarkan Cantika mengangkat barang berat, bahkan untuk sekadar menyapu pun ia sering mengambil alih.> “Duduk aja, Sayang. Biar aku yang beresin,” ucap Pangeran sambil mencium kening Cantika.Cantika hanya bisa tertawa kecil. Kadang gemas, kadang terharu. Siapa sangka, dokter muda yang awalnya terlihat dingin dan sulit didekati itu, ternyata begitu lembut saat menjadi suami?Tak hanya Pangeran, Ibu Pangeran pun sering datang dan ikut membantu. Ia menyiapkan jamu, membawa makanan sehat, dan kadang mengajak Cantika bicara soal masa lalu kehamilan saat mengandung Pangeran.> “Dulu, Ibu juga mual parah kayak kamu, Nak. Tapi begitu anak ini lahir, semua rasa s
last updateLast Updated : 2025-04-16
Read more
Bab 9 Awal Kehidupan Baru
Mentari pagi menyusup lewat jendela kamar yang tirainya tersibak sedikit. Burung-burung berkicau lembut, seakan menyambut kehadiran si kecil Putra di rumah mungil mereka.Cantika duduk di tepi ranjang, mengenakan daster lembut bermotif bunga. Wajahnya masih tampak lelah, tapi senyum di bibirnya tak henti-henti terlukis. Di pelukannya, Putra terlelap setelah disusui.> “Pangeran… lihat deh, Putra tidur sambil senyum,” bisik Cantika lirih.Pangeran yang baru selesai membuatkan sarapan datang dengan nampan, duduk di sampingnya.> “Mungkin dia mimpi ketemu ibu paling cantik sedunia,” godanya sambil mengecup pelipis Cantika.Mereka tertawa kecil. Rumah kecil itu terasa penuh cinta dan harapan. Hari-hari baru pun dimulai: begadang, menyusui, mengganti popok, dan berbagi tawa karena hal-hal sepele.Ibu Pangeran beberapa kali datang membantu, membawa makanan dan baju bayi.> “Kalau kalian butuh bantuan malam-malam, tinggal telepon ya, Nak,” katanya sambil mengelus kepala Putra.Namun di balik
last updateLast Updated : 2025-04-17
Read more
Bab 10 Caca, Si Kembar Ceria
Hari itu, langit cerah. Udara rumah terasa lebih hangat dari biasanya. Cantika sedang menyuapi Putra, sementara Pangeran sibuk menyusun daftar kontrol imunisasi bayi. Marsel baru saja kembali dari rumah sakit, duduk di kursi roda sambil mengelus pelipisnya yang masih dibalut.Tiba-tiba..."SURPRISEEEEE!!"Suara nyaring dari depan rumah membuat semua orang melompat kaget. Pangeran hampir menjatuhkan buku catatan, Cantika terdiam dengan sendok melayang di udara, dan Marsel... hampir jatuh dari kursi rodanya.Seorang perempuan muncul dengan koper besar, rambut dikuncir dua, memakai jaket pink dan kacamata bulat.> “CANTIKAAA!!! KEMBARKU CANTIKK!! Aku pulang dari Korea!!”> “CACAAAA??!!” Cantika menjerit bahagia dan langsung berlari memeluk saudari kembarnya.Caca, si adik kembar Cantika, langsung jadi pusat perhatian. Dengan gaya hebohnya, ia mengoceh tanpa henti soal kehidupannya di luar negeri, makanan Korea, drama yang bikin nangis, dan cowok-cowok cute yang jadi teman sekelasnya.Mar
last updateLast Updated : 2025-04-17
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status