Share

Bab 4. Cinta Diam-diam

Alex, Joshua, dan Steven sedang mengikuti pelajaran ketiga mereka pagi itu, Bahasa Jepang. Mereka mengikuti pelajaran dengan serius, seperti selayaknya murid-murid yang lain di sana. SMA Akasia terkenal sebagai SMA yang disiplin serta menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan dan nilai-nilai moral. 

Mereka bertiga berada di dalam kelas yang sama, kelas 10-A. Pembagian kelas di sana tidak berdasarkan kategori nilai siswa, tetapi selalu diacak setiap kenaikan kelas agar para siswa dapat bersosialisasi dengan siswa-siswa lainnya dalam satu angkatan. Siswa-siswa yang memiliki kelebihan dalam bidang akademik juga diharapkan bisa membantu siswa lain yang masih dirasa kurang. 

Kriiing! Jam 09.15. Bel istirahat pertama berbunyi.

Siswa-siswa pun langsung berhamburan keluar kelas. Di sana ada peraturan, semua siswa harus keluar kelas pada saat jam istirahat agar dapat saling bersosialisasi dengan siswa-siswa dari kelas lainnya dan menggunakan semua fasilitas sekolah yang ada. Peraturan tersebut juga dibuat agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di dalam kelas yang kosong selama jam istirahat, misalnya perkelahian atau tindakan tidak terpuji lainnya.

Alex, Joshua, dan Steven berjalan bersama menuju ke arah kantin. Di kantin sudah banyak siswa duduk di bangku-bangku yang ada. Kantin SMA Akasia luasnya kira-kira sebesar lapangan sepak bola profesional. Di sana tertata rapi meja dan kursi yang terbuat dari kayu dan berpelitur halus. Kira-kira ada sebanyak 80 meja, masing-masing dilengkapi dengan 4-6 buah kursi. Kantin dilengkapi dengan beberapa buah AC dan sebagian dindingnya terbuat dari kaca agar mendapatkan cukup cahaya matahari. Kondisinya sangat rapi dan bersih karena petugas selalu membersihkannya setiap selesai jam istirahat.

Di dalamnya terdapat beberapa stan makanan dan minuman yang tertata rapi dan bersih. Ada stan Indonesian food, stan Chinese food, stan Western food, stan roti, stan snack, dan stan minuman. Semua makanan di sana dibuat dengan bahan-bahan berkualitas dan prosedur pembuatan yang higienis. Para siswa bisa dengan bebas memilih makanan yang mereka inginkan dan membayarnya langsung di masing-masing stan. Dengan lengkapnya makanan di sana, diharapkan siswa tidak membeli makanan di luar. Para orang tua yang sangat ketat terhadap apa yang dimakan oleh anak mereka boleh membawakan anak mereka bekal sendiri dan tetap bisa dimakan di dalam kantin. 

Alex, Joshua, dan Steven memilih beberapa jenis makanan di stan Indonesian food. Setelah memilih menu dan membayarnya, mereka membawa nampan berisi piring dan minuman mereka masing-masing lalu duduk bersama di satu meja. 

"Kalian tau nggak, guru les aku berhenti mulai kemarin?" tanya Steven memulai pembicaraan.

"Hah, really? Miss Sherly, that pretty teacher?" tanya Joshua terkejut, disambut dengan anggukan Steven. 

"Kenapa kok tiba-tiba gitu?" tanya Alex penasaran sambil mengaduk lauk di nasinya. 

“Nggak betah digodain terus sama Steven. Don't do that, man,” canda Joshua dengan bahasa campuran Inggrisnya yang beraksen Amerika. Maklum mamanya adalah keturunan pertama Indonesia-Amerika. Dari mamanya jugalah Joshua mendapatkan anugerah dagu belah dan hidung lancip. 

"Eh, ngawur! Dia itu mau nikah bulan depan terus pindah ke Belanda sama suaminya." Steven menjelaskan kemudian menyuapkan nasi ke mulutnya. 

"Ah ... Don't lie. Kamu kan playboy Cap Kapak." Joshua menggodanya lagi kemudian tertawa.

"Biarin aja Cap Kapak yang penting bukan Cap Kapok," Steven membalas candaan Joshua sambil tertawa juga, tapi tawa Steven tidak sekeras Joshua karena ia adalah seseorang yang selalu berusaha menjaga image.

Alex ikut terkekeh kemudian bertanya, "Terus gantinya siapa? Udah ada?" 

Steven menelan nasi di mulutnya sebelum menjawab. "Udah ada, namanya Miss Dewi. Lulusan University of California. Katanya dia juga pegang beberapa anak Akasia." 

Sebuah hal yang normal, siswa-siswa di SMA Akasia mengikuti pelajaran tambahan sepulang sekolah dengan guru les privat masing-masing. Mereka sering saling berbagi informasi mengenai guru les jika ada yang membutuhkan. Para orang tua berlomba mencari guru les terbaik yang sudah terbukti sepak terjangnya untuk memberikan gemblengan kepada anak-anak mereka. Tetapi tidak semuanya mengandalkan jasa guru les. Ada juga yang belajar sendiri atau didampingi orang tuanya, namun tak banyak. 

Persaingan akademik di Akasia memang sangatlah ketat. Karenanya, bukan hanya siswanya tetapi juga orang tuanya akan berusaha agar anak-anaknya bisa mendapatkan nilai yang bagus. Banyak dari para orang tua yang menginginkan anaknya melanjutkan bangku perkuliahan di universitas-universitas terbaik, terutama di luar negeri, sehingga prestasi akademis akan sangat diunggulkan. Paling tidak anak-anaknya tidak ketinggalan pelajaran yang dapat mengakibatkan mereka mendapatkan nilai jelek. Harga diri dan nama baik keluarga yang mereka jaga. 

Selesai makan dan minum, Trio Casanova berjalan bersama ke arah sport hall untuk bermain basket sebentar sebelum masuk kelas. Setelah sampai di sana, ternyata lapangan basket di sport hall sudah dipenuhi oleh anak-anak lain yang sedang bermain. 

"Penuh, Lex. Kita ke lapangan luar aja yuk, " ajak Steven.

Mereka pun berjalan menuju lapangan basket di luar gedung. Meskipun di luar, lapangan basket tersebut tetap memiliki atap kanopi sehingga para siswa yang bermain di siang hari tetap merasa nyaman dan tidak kepanasan. 

Di lapangan luas tersebut pagi itu hanya ada 6 siswa laki-laki, campuran dari kelas 10, 11, dan 12, sedang bermain basket bersama. Di pinggir lapangan tersedia beberapa tempat duduk, biasanya diisi oleh para siswa perempuan yang menonton para siswa laki-laki bermain basket. Ada beberapa dari mereka yang memang menemani pacarnya bermain, tak sedikit pula yang ingin mencuci mata dan melihat orang yang ditaksirnya bermain basket.

Basket adalah olahraga yang paling disukai oleh Trio Casanova. Mereka juga mengikuti ekstrakurikuler basket bersama, bahkan Joshua merupakan anggota tim inti basket sekolah dan beberapa kali membantu menghantarkan sekolahnya meraih kemenangan. Berkali-kali pula ia mendapatkan gelar MVP saking bagusnya permainannya. Ini juga yang membuatnya selalu menonjol di sekolahnya. 

"Masuk ya, Bro," seru Joshua meminta izin pada teman-teman di lapangan sambil melepas jas dan meletakkannya di kursi yang masih kosong. Ia memasuki area lapangan diikuti oleh Steven dan Alex. 

"Masuk, Bro," jawab salah satu kakak kelas yang sedang bermain.

Mereka pun memecah kongsi mengikuti kelompok masing-masing dan mulai bermain. Seperti biasa, ketika Trio Casanova bermain basket, sekeliling lapangan pasti menjadi lebih ramai dipenuhi siswa-siswa perempuan yang ingin melihat kelihaian mereka bermain, sambil bergosip dengan teman-temannya.

Saat Trio Cassanova sedang asyik bermain basket di tengah lapangan, pandagan mata Steven tidak sengaja mengarah ke lantai dua gedung kelas 10. Dilihatnya seorang gadis cantik berponi sedang memperhatikannya dari koridor lantai dua gedung kelas 10. Konsentrasinya pun terpecah melihat gadis itu. Ia tidak bisa menahan diri saat melihat sesuatu yang indah di depan matanya.

***

Saat istirahat sekolah, Niken dan Sonya berdiri di dekat pagar koridor depan kelas mereka di lantai dua. Selesai makan di kantin, karena tidak ada yang mereka kerjakan, mereka pun berdiri di situ sambil asyik mengobrol. Obrolan mereka diselingi dengan Sonya yang bermain handphone dan Niken yang melihat ke bawah, memperhatikan para siswa yang lain melakukan kegiatannya masing-masing saat jam istirahat. Sonya benar-benar memanfaatkan waktu istirahat untuk bermain handphone karena mereka tidak diizinkan menggunakannya saat jam pelajaran berlangsung.

Niken melihat Trio Casanova memasuki lapangan basket di luar gedung. Ia tahu Trio tersebut lebih senang bermain basket di sport hall saat jam istirahat, sesekali menggunakan lapangan basket luar apabila sport hall telah penuh terpakai.

Niken fokus memperhatikan salah satu dari anggota Trio itu, Alex. Ya, Niken menyukai Alex bahkan sejak bulan pertama ia masuk SMA Akasia. Ia menyukai Alex yang tidak hanya tampan tapi berhati baik. Meskipun berbeda kelas, ia sering melihat Alex terlebih dulu menyapa dan mengajak orang lain berbicara, membantu sesama siswa bahkan guru. Tidak ada sama sekali rumor jelek yang pernah didegarnya tentang laki-laki itu. Namun tidak ada yang tahu perasaannya kepada Alex selain dirinya sendiri. Dan Tuhan. 

Saat ia sedang asyik memperhatikan Alex bermain basket dari jauh, pandangan matanya malah bertemu dengan Steven. Tak hanya itu, Steven pun tak kunjung melepaskan pandangannya ke Niken. Niken tersentak kaget lalu membalikkan badannya, kagetnya bercampur dengan rasa malu. 

"Kenapa, Ken? Kok kayak kaget gitu?" tanya Sonya melihat temannya yang bertingkah aneh. 

"Nggak kok, Son. Aku nggak lagi kaget," jawab Niken mengelak. "Oya, Son. Aku lupa beli air minum. Kita ke kantin yuk, mumpung masih ada 5 menit lagi." Niken mencoba mengganti topik. 

"Ya udah, ayo," jawab Sonya. 

Mereka berjalan ke arah tangga melewati siswa-siswa lain yang juga sedang mengobrol di koridor depan kelas. Saat berjalan menuju tangga, terdengar suara langkah kaki seseorang menaiki tangga dan hampir sampai ke atas.

Niken dan orang tersebut akhirnya berhadap-hadapan di ujung tangga. Niken sangat terkejut melihat orang tersebut. Dilihatnya Steven sedang berdiri pas di hadapannya, melihat ke arahnya! Pandangan mata mereka lagi-lagi bertemu, kali ini lebih dekat.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Susmiyati
ayo kirang seru
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status