Kannaya merasakan Dejavu akibat apa yang dilakukan oleh Dean saat ini. Dia merapatkan bibirnya sementara Dean sudah tahu kalau wanita ini akan menolak. Dia mengasak tubuh Kannaya hingga menghimpitnya.
"Buka mulutmu, Sayang ..." geramnya menahan gairahnya yang mulai naik.Kannaya menggeleng, masih merapatkan bibirnya hingga Dean melepaskan ciumannya dan menatap wajah Kannaya berkeringat dan terlihat begitu menggemaskan.Dean tampak tersenyum, mengungkungnya separuh menunduk dan menatap wajah Kannaya yang berusaha untuk menjauh sebisa mungkin walaupun tubuhnya sudah mentok di sandaran kursi pria itu.Tangan Dean terangkat dan mengusap wajahnya dengan lembut. Hal itu membuatnya Kannaya jantungan, tak menyangka kalau Dean akan melakukan ini lagi padanya."Kenapa kamu tidak masuk ke kelas dan malah ada di taman?" tanya Dean membuat Kannaya tak mau menjawab. "Kenapa tidak menjawab? Apakah karena kucium tadi sudah menghilangkan suaramu?" tanyanya lagi tapi Kannaya tak mau bicara.Dia tak mau bicara dengan pria ini, dia sedang berusaha membuat Dean membencinya dan jika dia bicara saat ini maka dia itu akan menganggap kalau dia mempunyai akses untuk melakukan hal yang lebih jauh. Dia pernah mendengar sebuah kenyataan kalau diam takkan menambah masalah. Dia hanya bisa diam saja dan berhenti bicara."Separah ini merajuknya? Apa yang bisa kulakukan agar dia mau bicara," ujar dalam hati seraya menghela napas.Kannaya menghela napas lega karena Dean yang sudah melepaskan kungkungannya dan tidak lagi menahannya. Dia tampak menatap wajah pria itu sekilas, lalu mengusap bibirnya. Sementara Dean, dia menatap wajah Kannaya tanpa lepas. Sebelum akhirnya dia duduk dipinggiran meja."Sekesal itu kamu padaku hanya karena aku tidak mau melepaskanmu setelah nanti tanggal kesepakatan?" tanya Dean datar membuat Kannaya merasakan aura yang mulai mencekam.Dia menghela napas, memalingkan wajahnya ke arah lain dan tak mau menatap wajah Dean. Baginya menjelaskan apapun itu tidak ada gunanya, dia lebih baik diam. Mau Dean membencinya dan mencekik lehernya, itu jauh lebih baik. Dia tidak siap untuk hidup selamanya dengan pria otoriter yang pasti akan selalu mencegah langkahnya.Dia masih muda, nanti kalau sudah berhasil bercerai dia juga baru memasuki usia dua puluh empat tahunan. Sekarang bukan saatnya untuk membangun rumah tangga yang sungguhan. Dia tidak bisa membayangkan kalau akan mengalaminya, menjadi istri, merapikan isi rumah, melayani Dean, hamil dan melahirkan lalu akan merawat bayi pria ini hingga dewasa.Semua itu masih jauh dari list kehidupannya, dia belum bisa untuk melakukan semua ini karena bagaimanapun juga dia punya banyak mimpi yang harus dia jalankan dan wujudkan. Semua itu tidak cukup hanya dengan menjadi seorang istri dari pria yang kehidupannya tidak sama seperti manusia biasa."Baiklah, terserah. Kita akan melihat siapa yang lebih tahan atas hal ini," gumamnya lalu menatap wajah Kannaya yang masih sekaku semen.Wajahnya begitu menggemaskan bagi Dean hingga dia kembali menunduk dan menatapnya lebih dekat. Gadis ini memang memiliki keistimewaan dan dia tidak berbohong akan hal itu."Keterdiaman kamu malah bagus bagiku, Sayang. Aku bisa melakukan apapun tanpa penolakan kamu," ujarnya membuat Kannaya menatapnya dengan tatapan mulai khawatir.Dean kembali menciumnya dan bahkan menyusupkan tangannya ke balik pakaian gadis itu. Dia meraba tubuh Kannaya dengan lembut membuat gadis itu mulai menegang. Dia menahan tangan Dean, baru bereaksi saat pria itu mulai menuju lehernya dan menciumnya dengan penuh nafsu."Mas ..." Dia mendorong tubuh Dean, menatap pria itu dengan tajam. "Apa yang kamu lakukan?! Tidak cukupkah hanya dengan menganggap kalau aku hanya seorang pembantu?!" ujar Kannaya, tak peduli lagi.Tak peduli ketika Dean menatap wajahnya dengan tatapan serius karena dia marah-marah."Sehebat apapun Mas, aku tidak peduli! Aku tidak mau menjadi istri Mas selamanya! Ceraikan aku setahun lagi, agar aku bisa mengejar mimpiku! Mau sampai kapan aku harus terjerat disini tanpa ada kejelasan yang berarti? Aku tidak melakukan apapun dan hanya mengerjakan tugasku! Aku tidak pernah menggoda Mas sama sekali!" Kannaya berkata tak paham sama sekali.Dean tersenyum santai, lalu menghela napas pelan. "Satu hal yang biasanya disukai oleh pria adalah ketika melihat seorang gadis tidak menyukainya," balas Dean dengan santai dan bergerak mendekatinya. "Sama sekali aku tidak pernah melihatmu tertarik padaku selama kamu bekerja di apartemenku. Padahal semua orang menyukaiku. Kamu sendiri yang tidak pernah melakukannya," ucapnya membuatnya Kannaya mendengus sebal."Buat apa? Laki-laki bukan hanya Mas, ada banyak! Apalagi aku cantik, aku sempurna. Kekuranganku hanya tidak punya orang tua saja," ujar Kannaya kesal membuat Dean terkekeh pelan.Kannaya baru kali ini melihatnya tertawa begitu jika selama ini dia selalu melihat wajah Dean yang datar dan kaku. Namun dengan cepat dia kaget karena Dean sudah memeluknya dengan erat.Kannaya memberontak tapi tak bisa melakukan apapun. Dia tampak menatap wajah suaminya yang menyebalkan itu! Menyebutnya sebagai suami saja Kannaya kesal, dia sudah menyesali keputusannya untuk menikah dengan pria ini! Harusnya waktu itu dia melarikan diri saja! Hanya karena sebuah tragedi jasnya yang sobek, hanya karena sebuah jas yang sobek! Aaaaa!"Mas mengatakan kalau jas itu mahal, 'kan? Mas tahu berapa harga keperawananku yang sudah Mas ambil?" tanyanya tajam membuat Dean terkekeh pelan.Mata gadis itu tampak sangat serius tapi dia sangat menggemaskan. Percayalah, dia sangat menggemaskan kalau sudah begitu."Apa yang kamu minta atas harga keperawananmu yang sangat berharga itu, hmmm?" tanya Dean dengan lembut membuat Kannaya berpikir cepat."Uang dua milyar rupiah!" Kannaya berkata cepat tanpa ada rasa takut sama sekali membuat Dean tertawa lagi."Kuberikan lima puluh milyar, asalkan kamu menjadi istriku selamanya. Anggap saja itu adalah mahar yang sudah kuberian padamu. Bagaimana?" tanyanya santai membuat Kannaya menelan ludahnya."Pria ini gila! Dua milyar saja sudah banyak, bagaimana bisa dia malah memberikan aku lima puluh milyar?" batin Kannaya dengan tatapan panik.Dia sengaja meminta banyak supaya Dean membencinya, tapi siapa yang menyangka kalau pria ini malah memberikan lebih banyak lagi. Dean memang sudah gila!"Kamu memang sengaja melakukan semuanya agar bisa mengikatku dalam pernikahan ini, 'kan?" ujar Kannaya kesal membuat Dean tersenyum santai."Tentu saja." Dean menatapnya dengan serius. "Agar kamu juga akan tahu kalau aku selalu mendapatkan apapun yang kumau, termasuk dirimu," tambahnya lalu bergerak pelan dan menunduk menciumnya.Kannaya selalu mati rasa ketika Dean menciumnya dan memagut bibirnya dengan lembut dan penuh nafsu. Dia tak pernah menyangka kalau akan sampai pada saat ini, ketika dia mendapatkan ciuman dari pria yang sangat tidak sederajat dengannya."Apakah kamu setuju dengan penawaran yang aku berikan, Sayang?"Bagi Dean hubungannya dengan Kannaya begitu panjang. Panjang dalam urusan perjuangan dan juga panjang ketika dia harus meyakinkan wanitanya itu kalau cintanya benar-benar tulus. Menikahi seorang wanita yang berasal dari keluarga sederhana tapi penuh dengan sikap tahu diri dan tidak pernah menjadi seseorang yang rakus dan tamak, adalah sesuatu hal yang tidak mudah untuk Dean lakukan tapi dia puas karena bisa mendapatkan kriteria istri yang benar-benar baik tanpa memandangnya dari segi harta.Begitu lama dia meyakinkan istrinya itu kalau dia benar-benar sangat tulus, tapi pada kenyataannya hati yang beku dan kaku akan tetap mencair perlahan dengan segala macam hal yang mereka jalani karena pada dasarnya manusia memiliki perasaan yang mudah terbolak-balik.Kini sudah berakhir waktu di mana dia berusaha untuk menggapai istrinya karena saat ini wanita itu sudah berada di dalam genggaman dan pelukannya. Bersama dengannya dalam menikmati kehidupan yang begitu bahagia. Bersama dengannya meraw
Kannaya tersenyum dan mengusap punggung suaminya dengan lembut ketika kedua orang tuanya pulang setelah seharian bermain di rumah ini bersama dengan anak kembar mereka. Dia tahu kalau berat apa yang dirasakan oleh suaminya makanya dia tidak mau memaksakan pria ini untuk bicara."Masuk dulu, aku baru membuat kopi untuk Mas," ujar Kannaya dengan lembut membuat Dean menatapnya dan tersenyum.Hari juga sudah malam dan tidak ada lagi yang harus mereka lakukan. Biasanya mereka sudah di dalam kamar dan memperhatikan anak-anak saat ini tapi karena suasana hati Dean yang belum membaik sejak tadi membuat Kannaya juga tidak akan membuatnya semakin berubah karena sejak di pria ini sudah diam saja tanpa banyak bicara.Masuk ke dalam rumah, Kannaya menutup pintunya dan melihat semua suami yang sudah berjalan ke arah sofa. Anak-anak sedang dijaga oleh baby sitter, dia biarkan kamar bersama dengan perawat kedua putranya itu karena dia ingin menemani suaminya."Mau menonton sebuah film?"Dean meletakk
Hari itu, Dean membiarkan kedua orang tuanya memegang dan menggendong bayinya. Sementara setelah beberapa saat kedua orang tuanya itu menggendong cucu, Dean membawa Kannaya ke tempat sunyi dan memeluknya dengan erat disana.Kannaya tersenyum, tahu kalau suasana hati suaminya sedikit berantakan akibat apa yang dia dapatkan hari ini. Apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya, tentu saja membuatnya merasa sebal tapi tidak bisa menolak mereka hanya karena permintaannya."Aku tahu kalau Mas merasa tidak suka sama mereka yang datang secara tiba-tiba dan meminta maaf begitu saja. Aku tahu kalau Mas pastinya kesal, tapi mau sampai kapan kita akan terus saling membenci seperti itu?" tanya Kannaya dengan lembut.Dean menghela napas dan menatap wajah istrinya dengan tatapan sebal. "Aku semula sudah hidup dengan tenang sebelum kedatangan mereka, Sayang. Tetapi kedatangan mereka membuatku merasa sedikit kesal. Aku tahu kalau tidak boleh membenci orang tua terlalu lama, sebagai anak aku hanya dimi
Hari-hari berjalan dengan sangat baik setelah itu dan tidak ada lagi masalah-masalah yang terjadi. Keano dan Kenaan jaga anak yang baik dan tidak banyak menangis. Mereka senang karena ada yang menjaga apalagi sifatnya sangat ramah seperti ayah ibu mereka.Apa itu masih dalam fase pertumbuhan yang begitu panjang dan akan segera mereka lalui perlahan. Hanya dengan cara ini maka mereka bisa menunjukkan kalau sudah berhasil menjadi anak-anak yang sehat. "Keano tampan sekali pakai kacamata seperti itu," ujar Kannaya sambil bergerak dan memotret putranya yang satu lagi lalu memakaikan kacamata yang sama.Mereka sedang berjemur saat ini, sebuah rutinitas yang biasa dilakukan Kannaya sejak anak-anaknya lahir. Makanya dia sudah biasa walau masih ada bantuan dari suster yang memang sangat profesional. Dia sama sekali tidak kesulitan dalam merawat anaknya walau dia adalah ibu baru."Kalian itu mengikut Papa sekali, wajahnya juga mirip Papa," gumam Kannaya seraya menghela napas. "Kalian harus bi
Andreas menatap Camelia lalu menatap ke arah depan dan fokus mengemudi lagi. "Saya hanya mau menhenalmu lebih jauh. Apakah boleh?" tanyanya santai membuat Canelia makin membulatkan matanya."Hah?"Andreas menatapnya sejenak dan menuju ke rumah megah yang sudah terlihat di depan mata."Saya sering memperhatikanmu diam-diam. Jujur saja, saya suka dengan wanita pekerja keras sepertimu. Kau hampir sama seperti istrinya Dean, Kannaya yang bekerja keras. Walaupun sebenarnya seorang wanita itu tidak diwajibkan bekerja saat sudah menikah. Tetapi tidak selamanya seorang pria atau suami itu akan terus berada di atas. Suatu saat bisa saja hancur karena roda itu berputar. Untuk saat ini tentu saja kami bisa memberikan kebahagiaan dan segala kemewahan untuk istri. Tetapi siapa yang tahu nanti?"Camelia diam mendengarnya membicarakan itu, sumpah, dia belum paham! Kenapa Andreas yang merupakan seorang pria besar dan pengusaha ini mau membahas tentang hal ini dengannya? Dengan dia yang bukan siapa-sia
Kannaya benar-benar tidak repot mengurus anak kembarnya karena ada baby sitter. Dia hanya memerah ASI, memulihkan dirinya dan membuat semuanya menjadi lebih mudah hanya dengan menjalaninya dengan santai.Kannaya mendapatkan support dan juga bantuan sepenuhnya dari Dean, seperti yang sekarang mereka lakukan. Dia memerah ASI, sementara itu Dean yang menuliskan tanggalnya kalau dia masukkan ke dalam lemari pendingin kecil yang disediakan langsung anaknya."Hari ini Camelia akan datang katanya, Mas mau bekerja atau tidak? Apakah berangkat hari ini?"Dean tersenyum lalu menggeleng pelan. "Hari ini Haris akan mengantarkan beberapa berkas yang akan ditandatangani, aku benar-benar masih bekerja di rumah, jadi kamu tidak perlu khawatir."Kannaya tersenyum dan mengangguk. Kembali berbaring, anak-anak ada bersama dengan mereka siang ini dan terlihat sangat nyaman. Dean tersenyum dan mengusap kaki Kannaya dengan lembut seolah ingin memijatnya."Ada sesuatu yang kamu mau? Aku akan membelikannya,"