Bagi Dean hubungannya dengan Kannaya begitu panjang. Panjang dalam urusan perjuangan dan juga panjang ketika dia harus meyakinkan wanitanya itu kalau cintanya benar-benar tulus. Menikahi seorang wanita yang berasal dari keluarga sederhana tapi penuh dengan sikap tahu diri dan tidak pernah menjadi seseorang yang rakus dan tamak, adalah sesuatu hal yang tidak mudah untuk Dean lakukan tapi dia puas karena bisa mendapatkan kriteria istri yang benar-benar baik tanpa memandangnya dari segi harta.Begitu lama dia meyakinkan istrinya itu kalau dia benar-benar sangat tulus, tapi pada kenyataannya hati yang beku dan kaku akan tetap mencair perlahan dengan segala macam hal yang mereka jalani karena pada dasarnya manusia memiliki perasaan yang mudah terbolak-balik.Kini sudah berakhir waktu di mana dia berusaha untuk menggapai istrinya karena saat ini wanita itu sudah berada di dalam genggaman dan pelukannya. Bersama dengannya dalam menikmati kehidupan yang begitu bahagia. Bersama dengannya meraw
Suara pintu hari itu terdengar samar, membuat seorang gadis yang sedang membersihkan rumah bergerak cepat ke arah pintu."Apakah Mas Dean sudah pulang? Kenapa malam sekali?"Langkahnya terayun seraya menatap jam yang sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Dibukanya pintu, bersamaan dengan rasa terkejut ketika tubuh itu langsung menyambarnya dengan gerakan terhuyung."Mas ..." Kannaya, gadis itu terperanjak ketika tubuh kokoh suaminya ambruk dan membuatnya jatuh ke atas lantai.Ringisan pelan terdengar dengan rasa kagetnya yang semakin menjadi ketika merasakan napas suaminya memburu dengan aroma alkohol yang terasa kuat."Sayang ..." bisik pria itu dengan tangan kekarnya yang bergerak dominan mendekap tubuhnya.Seketika saja keringat membanjiri tubuh Kannaya kala mendengar suara suaminya yang serak basah. Dia merasa tubuhnya menegang ketika tangan suaminya yang selama ini suci tak tersentuh olehnya itu mulai menjamah bagian tubuhnya."Mas ...""Sssttt." Dean lebih dulu berbisik, wajah
"Akhh ... sakit," ujarnya dengan isakan pelan ketika merasakan sang suami yang akan menyatukan tubuh mereka.Dean yang sedang mabuk dalam keadaan sadar mendengar ucapan itu, hingga dia menggerakkan tangannya dan mengusap lembut wajah istrinya. Isakan Kannaya masih terdengar membuatnya tahu kalau wanita ini masih perawan dan dia akan mendapatkan keperawanannya."Mas ... akhh!" Kannaya bergerak kesakitan kala merasakan tusukan suaminya yang tak berkurang.Tangan Kannaya mencengkram erat lengan suaminya, air matanya bercucuran tapi dia seolah tak bisa menolak sentuhan dan juga apa yang akan dilakukan suaminya.Entah kenapa, dia terhipnotis. Sekarang Kannaya hanya bisa meringis merasakan sakit sementara sang suami terus membobolnya di bawah sana."Emmh ..."Pasrah, tak ada yang bisa Kannaya lakukan sekarang ini. Harapannya semoga saat bangun nanti, suaminya tak sadar sudah melakukan ini dan takkan ada masalah lagi selanjutnya. Bagaimanapun Kannaya khawatir, Dean akan mengamuk saat sadar s
Sosok tegap tinggi yang sedang berbaring diatas ranjangnya itu mulai terusik ketika di sinar matahari menyusup ke dalam kamarnya.Dia menggerakkan tubuhnya hingga telentang, terasa seluruh tulangnya begitu lelah tapi ada rasa puas dan lepas dalam hatinya ketika bangun.Masih merasa silau dengan apa yang dilihatnya, Dean, ya pria itu adalah Dean Richard Agnajaya. Dia menyeka wajahnya dengan tangan terbentang dan dada yang telanjang, sementara selimut masih membelit tubuhnya dari pinggang ke bawah.Menatap ke arah kanan kiri, hanya ada dia di kamar itu. Membuatnya menggerakkan tubuhnya dan duduk, lalu menatap ke arah sebelahnya dan menyingkap sedikit selimut. Benar saja, ada sesuatu disana yang berwarna kemerahan.Wajah pria itu tetap datar saja seolah tak ada yang terjadi, seraya menatap ke arah pintu kamar dan menarik napas hingga jakunnya bergerak."Kannaya Frastyna ..." ucapnya pelan layaknya bisikan seraya tersenyum miring.Bangkit dari duduknya, Dean melangkah ke arah kamar mandi.
Kanayya berjalan cepat meninggalkan basement yang menjadi parkiran apartemen. Dia berjalan ke arah tangga darurat, tak mau menggunakan lift karena tiba-tiba saja dia merasa takut pada Dean yang tadi menatapnya dengan penuh intimidasi.Seolah dia sudah berbuat salah saja. Pria itu benar-benar mengerikan. Menaiki tangga, Kannaya berdesis saat merasakan kakinya sakit saat melangkah naik. Dia berhenti di undakan tangga kelima dan menarik napasnya beberapa kali."Aku lupa kalau Mas Dean sudah melakukan hal itu padaku. Bagaimana aku akan menaiki tangga untuk sampai di lantai atas?" Kannaya menghela napasnya pelan lalu melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul setengah sembilan.Gadis itu menelan ludahnya. Dia harus cepat karena pembelajaran dikampusnya akan dilakukan jam sepuluh nanti. Kembali berjalan, dia menaiki anak tangga perlahan-lahan. Hal yang sengaja dia lakukan agar bisa menghindari Dean. Dia merasa kalau dekat dengan pria itu hanya akan membuat masalah lagi. Dia tak mau
Dean mengerutkan wajahnya mendengar ucapan itu. Dipercepat? Haha, mimpikah? Atau ... ada hal yang ingin Kanayya lakukan makanya dia menginginkan perpisahan secepatnya?"Kenapa? Kau menginginkan perceraian dengan cepat agar bisa menikah dengan satpam itu?" tanyanya datar membuat Kannaya mengerutkan dahinya tak paham."Satpam? Satpam mana, Mas?" tanyanya membuat Dean mendengus.Pria itu melipat tangannya di dada. "Pura-pura polos, ya?"Kannaya menghela napas. "Aku benar-benar tidak tahu siapa, Mas. Kamu mungkin bisa katakan siapa, agar aku bisa ingat siapa yang kamu maksud," ujarnya pelan membuat Dean menarik napas dalam-dalam.Dia menatap wajah Kannaya yang tampak benar-benar sungguhan. Seolah dia benar-benar tidak tahu siapa yang Dean maksudkan. Namun, itu malah bagus. Artinya pria itu tidak ada didalam hati gadis ini."Kembali ke pembahasan awal soal perceraian. Sepertinya aku mau mengubah surat kesepakatan," ujarnya datar membuat Kannaya menaikkan alisnya."Bagaimana, Mas?""Seperti
Kannaya mengusap air matanya setelah kepergian Dean. Dia masih terisak pelan beberapa kali lalu menatap sekitar apartemen yang kosong. Meninggalkan bekas aroma asap rokok yang dipakai oleh pria itu tadi."Dia hanya terbawa-bawa tentang kesan malam pertama tadi. Aku bisa memastikan kalau itu hanya kata-kata iseng. Mana mungkin Mas Dian mau dengan seorang gadis biasa sepertiku. Sebaiknya aku tidak usah terlalu banyak bermimpi, ini semua tidak mungkin." Kannaya memegang kepalanya yang terasa pusing lalu duduk di sofa itu.Semangatnya untuk pergi ke kampus seolah redup karena dia harus mendapatkan kenyataan itu."Aku tidak bisa jika seperti ini, aku yakin dia akan membenciku nanti. Sebaiknya aku mulai melakukan sesuatu yang bisa dibencinya. Dia sangat tidak suka ada mahasiswa yang tidak masuk ke dalam kelasnya, dengan aku yang tidak masuk maka dia tidak akan suka denganku." Merenung di sofa yang ada di ruangan itu, Kannaya menetralkan jantungnya lebih dulu baru kemudian dia melangkah ke a
Kannaya merasakan Dejavu akibat apa yang dilakukan oleh Dean saat ini. Dia merapatkan bibirnya sementara Dean sudah tahu kalau wanita ini akan menolak. Dia mengasak tubuh Kannaya hingga menghimpitnya."Buka mulutmu, Sayang ..." geramnya menahan gairahnya yang mulai naik.Kannaya menggeleng, masih merapatkan bibirnya hingga Dean melepaskan ciumannya dan menatap wajah Kannaya berkeringat dan terlihat begitu menggemaskan.Dean tampak tersenyum, mengungkungnya separuh menunduk dan menatap wajah Kannaya yang berusaha untuk menjauh sebisa mungkin walaupun tubuhnya sudah mentok di sandaran kursi pria itu.Tangan Dean terangkat dan mengusap wajahnya dengan lembut. Hal itu membuatnya Kannaya jantungan, tak menyangka kalau Dean akan melakukan ini lagi padanya."Kenapa kamu tidak masuk ke kelas dan malah ada di taman?" tanya Dean membuat Kannaya tak mau menjawab. "Kenapa tidak menjawab? Apakah karena kucium tadi sudah menghilangkan suaramu?" tanyanya lagi tapi Kannaya tak mau bicara.Dia tak mau