Share

Menunggu Kannaya Pulang

Sosok tegap tinggi yang sedang berbaring diatas ranjangnya itu mulai terusik ketika di sinar matahari menyusup ke dalam kamarnya.

Dia menggerakkan tubuhnya hingga telentang, terasa seluruh tulangnya begitu lelah tapi ada rasa puas dan lepas dalam hatinya ketika bangun.

Masih merasa silau dengan apa yang dilihatnya, Dean, ya pria itu adalah Dean Richard Agnajaya. Dia menyeka wajahnya dengan tangan terbentang dan dada yang telanjang, sementara selimut masih membelit tubuhnya dari pinggang ke bawah.

Menatap ke arah kanan kiri, hanya ada dia di kamar itu. Membuatnya menggerakkan tubuhnya dan duduk, lalu menatap ke arah sebelahnya dan menyingkap sedikit selimut. Benar saja, ada sesuatu disana yang berwarna kemerahan.

Wajah pria itu tetap datar saja seolah tak ada yang terjadi, seraya menatap ke arah pintu kamar dan menarik napas hingga jakunnya bergerak.

"Kannaya Frastyna ..." ucapnya pelan layaknya bisikan seraya tersenyum miring.

Bangkit dari duduknya, Dean melangkah ke arah kamar mandi. Ini adalah kamarnya, hingga dia bisa gunakan sesuka hatinya. Sebelum ke kamar mandi, Dean mengambil ponselnya dan melihat layarnya dengan serius, sebelum akhirnya dia mengetikkan pesan dan meletakkan benda pipih yang terlihat elegan itu dengan sedikit hentakan.

Rahangnya juga terlihat mengeras daripada saat bangun tidur tadi. Tampak ada kemarahan didalam dirinya yang tak bisa dia tepis.

"Aku benci sama Satpam apartemen. Orangnya genit banget sampai suka menggoda!"

Kata-kata itu sering dia katakan pada sahabatnya, Andreas, ketika bertemu di tempat nongkrong atau Club. Bahkan sampai detik ini masih juga kesal dengan tingkah pria itu, benar-benar menjijikkan!

"Kenapa kamu bisa kesal gitu? Memangnya ada masalah antara dirimu sama dengannya?" tanya Andreas santai seraya menuangkan wine ke dalam gelasnya.

Mendengar pertanyaannya, Dean berpikir sekali lagi untuk mengatakannya. Bagaimanapun juga, dia tak mau harga dirinya jatuh hanya karena merasa kalah pada seorang satpam yang sangat jauh darinya.

"Bagaimana caranya agar bisa membuat seseorang jera agar tak bertingkah menyebalkan?" tanya Dean dengan tatapannya yang tampak mengarah ke wine yang ada di tangan Andreas.

"Caranya?"

Dean mengangguk, menatap Andreas yang agak diam berpikir karena dahinya tampak berlipat.

"Kau bisa membuatnya kehilangan sesuatu yang paling berharga dari dalam hidupnya. Maka dia akan menyesal."

Kata-kata Andreas itu berhasil membuatnya memikirkan satu hal. Benar, ada satu hal yang paling berharga dari wanita itu. Gadis yang dia nikahi secara dadakan itu pastilah masih suci dan perawan, hingga dia bisa mendapatkan keperawanannya.

"Kau benar, aku akan mencobanya." Dean menyerigai lalu meraih botol wine dan menuangkan isinya ke gelas.

"Bagus, kau 'kan tampan, kaya raya dan juga hebat. Siapa yang bisa mengalahkanmu?" tanya Andreas yang membuat Dean tersenyum kecil.

"Kau benar." Diteguknya minuman itu, lalu menatap ke arah Andreas yang sudah tersenyum kecil, hampir mabuk.

"Aku pernah melihat satu gadis yang ada di apartemenmu. Siapa dia? Cantik dan imut sekali."

Kata-kata Andreas selanjutnya layaknya api yang menyulut sumbu peledak bom dihati Dean. Dia menghentakkan gelas ditangannya dengan kuat usai menghabiskan isinya dengan sekali teguk. Merasa tak suka kala ada yang mendekati dan membahas soal Kannaya Frastyna, gadis yang merupakan miliknya itu.

"Hei, kau mau kemana? Sudah selesai minumnya?" tanya Andreas dengan tatapannya yang agak tak percaya ketika melihat Dean bangkit dan berniat pergi.

"Jangan menghubungiku sampai besok pagi!" ujar Dean dengan suara dalam seraya berjalan meninggalkan Andreas yang tak mengerti apa yang akan dilakukan oleh sahabatnya itu.

Selama berjalan, wajah Dean keras seperti menahan kemarahan. Dia menuju ke bagian bartender, lalu membeli sebotol anggur dan meminumnya sambil berjalan keluar. Sampai akhirnya dia merasa agak mabuk dan pulang ke rumah dengan Kannaya, istri kecilnya yang menyambut. Hingga akhirnya, dia dapat melakukan apa yang bisa dia lakukan untuk membuat gadis itu jera.

***

Dean memutar tombol shower hingga mati, lalu melangkah keluar dari ruangan itu dan membalutkan handuk putih ke tubuhnya yang atletis.

Pria itu bersiap, memakai pakaian berjas putih dan merapikan rambutnya tapi tetap agak berantakan hingga terlihat lebih mempesona di balik matanya yang hitam legam dan wajahnya yang tampak tampan dan agak garang.

Dia merapikan kerahnya sekilas, lalu melangkah keluar setelah melihat ke arah ranjangnya yang berantakan. Senyum miring terlihat dibibirnya yang tampak mempesona itu, tapi dia tetap melangkah tanpa merapikannya.

Dia ingin tahu apa yang dilakukan oleh Kannaya.

Namun begitu sampai di bawah, apartemen mewahnya itu kosong dan tak ada siapapun di sana. Dean melangkah ke arah dapur, lalu menemukan sepiring roti yang menjadi sarapannya.

Pria itu mengerutkan dahinya. Kemana Kannaya? Dilihatnya ke arah belakang, tidak ada. Bahkan di tempat jemuran juga tidak ada. Apa mungkin di kamar?

Tanpa menyentuh sarapannya, Dean melangkah ke atas lagi dan membuka kamar Kannaya. Tidak ada juga.

"Kemana dia? Jangan bilang kalau dia kabur?" Wajah pria itu mengeras, dia melangkah ke arah lemari kecil milik gadis itu dan pakaiannya masih utuh semua.

Tak ada yang berkurang, bahkan beberapa alat tulis dan juga perlengkapan kuliah gadis itu masih utuh. Dean menarik napas pelan, lalu melangkah keluar dan menuruni tangga.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan tapi dia seolah tak punya pekerjaan hingga sangat santai duduk di sofa ruang tamu. Berniat untuk menunggu kedatangan gadis itu. Dia ingin tahu, apakah Kannaya jera atau tidak.

Namun selama beberapa saat, Kannaya tak juga muncul, membuatnya agak gelisah sendiri dan beranjak bangkit. Dia menyambar kunci mobil, lalu mengempaskan pintu apartemen sebelum memasuki lift.

***

"Ah, Mas bisa saja. Saya bisa sendiri, saya masih kuat kok."

Kannaya yang baru tiba usai belanja dari supermarket, dengan sopan dan ramah menolak bantuan dari satpam yang ada disana.

"Tidak apa-apa, biar aku bantu. Lagipula kau juga seorang gadis, kalau kubantu 'kan akan lebih baik. Kau akan melihat kalau aku adalah laki-laki yang gantle."

Kannaya menggeleng pelan. "Majikan saya tidak suka kalau ada orang asing yang masuk ke dalam apartmennya, Mas. Mohon kerjasamanya, ya? Saya tidak mau kena hukuman nanti karena melanggar perintah," ujarnya membuat Satpam muda itu terdiam.

"Kamu tahan sekali ya bekerja sebagai pembantu. Bagaimana kalau kita menikah saja? Biar aku yang membiayai hidup kamu?" tawar pria muda itu dengan blak-blakan membuat Kannaya membulatkan matanya.

Namun, sebelum dia bicara, sudah ada siluet bayangan yang membuatnya gagal melakukannya dan malah berusaha pergi tanpa kata dari hadapan satpam itu.

"Oh, jadi kamu disini? Asyik pacaran dan meninggalkan pekerjaanmu!"

Kannaya sampai tercengang mendengar ucapannya, tapi dia tak berani menatap wajah pria yang merupakan suami sekaligus majikannya itu.

"Naik ke atas, Kannaya!"

"I-iya, Mas."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status