7. Terjebak Cinta Terlarang
Bermimpi aneh! Penulis: Lusia Sudarti Part 7 ***************** "Sssi-apa ya?" tubuhku gemetar hebat, karena aku memang tak punya teman dekat, teman jauh, boro-boro pacar. "Ttoo--eeemm, mulutku dibungkam dari belakang. "Ssssstt jangan teriak Dek, ini Paman," bisiknya di telingaku hingga membuat bulu romaku meremang. Lalu tubuhku dihadapkan kepadanya, dan kedua tangannya memegang bahuku, tatapan-nya begitu sendu. Aku begitu ketakutan dengan sikap dan perbuatan-nya. "Pa-maaan ...? Ma-mau apa?" tanyaku yang merasa sangat ketakutan. "Jangan takut Dek," lirihnya seraya menundukkan kepala, tatapan-nya seolah ingin menerkamku. Tubuhku gemetar, jantungku berdetak lebih kencang. Aku tertunduk, sama sekali tidak berdaya, dan tak ada keberanian unyuk membalas menatapnya. "Kenapa Paman begini?" desisku. Aku tak mampu bergerak karena tubuhku terkunci kedua tangan-nya. "Maafin Paman Dek? Paman suka sama Adek," ucapnya lirih. Aku terperangah mendengar ucapan-nya yang tak pernah kuduga sebelumnya dan entah mendapatkan kekuatan dari mana, aku membalas tatapan-nya dengan tajam. "Enggak mungkin Paman! gak mungkin ...!" teriakku dengan tangis tertahan, dan Sunardi begitu panik melihatku yang histeris. "Cup Dek jangan menangis ...!" bujuknya sambil membelai rambutku. Ssssttt! Ditariknya tubuhku dalam pelukannya, aku meronta, tetapi apalah daya, kekuatanku tak sekuat Sunardi. Ia berhasil memeluk tubuhku yang kecil lalu dibelainya rambutku. "Tenang Dek ...!" bisiknya ditelingaku. Aku terisak dalam pelukan-nya tetapi tetap dengan pendirianku, tak sudi membalas pelukan-nya. "Dek tatap mata Paman," ujarnya sembari membingkai wajahku dengan kedua jemarinya. Aku pun membalas tatapan-nya. Kedua netranya menembus jantungku, yang berdebar hebat, kualihkan pandangan direrumputan tak kuasa membalas tatapan-nya lagi. "Oh Tuhan, apa yang terjadi?" lirihku. "Oh Dek, Paman benar-benar tergila-gila padamu Dek, dari awal melihatmu ...!" desahnya ditelingaku. Aku bagai terhipnotis. Kedua bola matanya tajam menusuk direlung hatiku. Aku bingung dengan sikapnya kepadaku, kenapa juga ia bisa mencintaiku yang seharusnya dilindungi. "Paman," bisikku. "Dek, kamu membuat Paman gila," ucapnya. "Perlahan ia mengangkat wajahku, menatap kedua netraku dengan tatapan sayu. Lalu ia dengan berani mendaratkan k3cupan dibibirku. "Paman, tolong jangan seperti ini!" Sunardi tak menghiraukan ucapan Maya, mata hatinya seolah tertutup nafsu ingin memiliki sang keponakannya. Ia melancarkan aksinya, dengan buas ia memagut bibir Maya. Sedangkan Maya, berontak pun sia-sia, tenaganya tak sekuat Sunardi, apalagi ia seolah kerasukan. Maya terpejam menikm4ti setiap s3ntuhan itu mau tak mau, tak dapat menghindar. Dalam hati Maya berontak, tubuhnya seolah terkunci. Merasa diatas angin, Sunardi semakin berani melakukan perbuatan yang tak seharusnya ia lakukan. Ketika Sunardi hendak melakukan sesuatu yang diluar batas, Maya entah mendapat kekuatan dari mana mendorong tubuhnya kebelakang, dan dengan segera aku berlari sekencang-kencangnya, karena tak memperhatikan jalan didepanku, kakiku menginjak ranting-ranting kering yang berjatuhan dari pohon. Tak ayal lagi aku pun tersungkur. Gedebugh! 'Aaww ...! Tiba-tiba aku terbangun dengan nafas tersengal-sengal, ternyata aku terjatuh dari tempat tidur. Aku meringis menahan sakit. 'Ya Allah, ternyata aku bermimpi," lirihku sambil mengusap bagian yang sakit. 'Astaghfirrullohal adzim," racauku dalam hati dan mengusap dadaku. kejadian ini seperti nyata, apa arti dari mimpi yang baru saja aku alami ini? Tak mungkin Sunardi itu menyukaiku, karena aku keponakannya. Aku berdiri dan melangkah menuju nakas. Aku meraih air minum dikemasan botol yang selalu kusiapkan jika bepergian. Setelah habis tanpa sisa aku menaruh botol diatas nakas lalu kuraih jam diatas nakas masih pukul 02:00 dini hari. Aku masih bingung bagaikan orang linglung, berfikir keras dan menepis segala dugaan-dugaan yang berseliweran dibenakku tentangnya. Entah berapa lama aku duduk termenung, dan menatap raut wajah Anjani yang terlelap begitu damai! Aku mengulurkan jemariku untuk membelai buah hatiku itu. Kemudian perlahan aku mengecup pipinya dengan penuh kasih. Setelah merasa lelah, akhirnya aku memutuskan untuk kembali merebahkan diri dengan perasaan tak menentu. 'Ah dari pada pusing mending kurebahkan kembali tubuhku yang terasa lelah! Mungkin hanya bunga tidur," aku bermonolog. Kupeluk buah hatiku mencari kedamaian disana dan berdoa agar mimpi itu tak kembali dan takkan menjadi kenyataan. Semoga saja ...! Hari masih subuh ketika aku terbangun mendengar suara adzan yang berkumandang disetiap masjid dan melangkah terseok-seok menuju kamar mandi akan membersihkan diri dan mengambil wudhu untuk melakukan sholat. Aku berdzikir diatas sajadah mohon pertolongan kepada-Nya. ❣❣❣❣❣ Di pagi harinya kami bersiap untuk melakukan perjalanan kembali pulang kerumah. Aku telah selesai bersiap sedari pagi, sehabis sholat subuh. Aku pun bersantai sejenak diruang depan bersama keluarga besar kami. Kemudian aku berpamitan untuk berjalan-jalan pagi sejenak sebelum meninggalkan desa ini, desa yang memberikan banyak kenangan. Aku berjalan ditepi saluran irigasi sawah di pinggir jalan. Angin bertiup semilir dan menyapu wajah serta tubuhku, begitu sejuk kurasakan ... Aku menghirup udara pagi sebanyak-banyaknya untuk memenuhi rongga dada. Lalu kuhembuskan perlahan. 'Heemm indah dan sejuk suasananya," batinku berucap. Mentari pagi baru saja menampakkan dirinya, ia mengintip malu-malu dari balik bukit, sinarnya keemasan membuatnya terlihat begitu cantik. Sungguh ... hatiku begitu damai melihatnya. 'Entah kapan aku bisa kemari lagi." Para petani berbondong-bondong mengendarai sepeda ontel. "Selamat pagi Mbak Maya, jalan-jalan pagi ya?" aku menoleh kearah sumber suara. Ternyata saudara Mbah Herman. Beliau turun dari sepeda tepat disampingku. "Oh iya Bulek, mau kesawah?" jawabku dengan sopan dan kuulas senyum. "Saya sebentar lagi mau pulang Bulek, nyuwun pamit njeh(mohon pamit ya)!" ujarku seraya mengulurkan tangan untuk berjabat dengan beliau. "Oh iya ... hati-hati dijalan, semoga selamat sampai tujuan dan kemari lagi suatu saat nanti!" Jawabnya menyambut uluran tanganku. "Amin, terimakasih Bulek, kalo begitu saya pamit ya Bulek ...!" pamitku sambil melangkah perlahan. "Oh iya Mbak," jawabnya dengan mengulas senyum. Aku segera melangkah meninggalkan jejak kakiku didesa tegal wangi ini. Ketika sampai semua orang telah siap berangkat menuju kerumah Herman. "Mama dari mana?" tanya Anjani sambil melangkah mendekatiku. "Heemm, jalan-jalan pagi sebelum pulang, disana kan gak ada pemandangan kayak disini, yang ada hanya kota pohon," selorohku. Mereka tergelak mendengar ucapanku, seperti biasa kami menempuh perjalanan kerumah Herman dengan berjalan kaki. Karena mobil ditaruh disana. Setelah tiba dirumah Herman, kami berbincang sejenak sebelum berpisah untuk pulang kerumah masing-masing. *** "Paman kami mau pulang, doakan selamat sampai tujuan," pamit Bapak kepada keluarga besar. "Iya Dek, terima kasih atas kadatangannya, juga Mbah Uti, Pak Slamet, Maya dan juga Mas (kakak Maya)." Kami semua tersenyum dan mengangguk. "Hai Anjani," sapa Mbah Herman. "Iya Mbah!" jawabnya. Sini deket Mbah!" panggil Si Mbah. Bocilku pun menghampiri. "Nih buat jajan!" kata Mbah seraya menyodorkan uang. "Eemm makasih Mbah Uyut," ucap bocilku, senyumnya mengembang. "Nih buat Maya, dari Mbah Herman juga dari Mbah Ti (Istri Mbah Herman)!" ucapnya sembari menyodorkan uang kepadaku. "Udah Mbah, kemaren Maya kan jadi artis dadakan," selorohku. Di sambut gelak tawa dari semua. "Kamu ini, nyanyi diganti syairnya jadi Mbah Uti nangis," sambung Mbah Uti. "hehehe," aku terkekeh "Kerenkan Mbah?" selorohku sembari memeluknya. "Keren sih keren tapi Mbah jadi sedih," sungutku. "Iya wes lah Mbah enggak usah sedih, walau itu kan kenyataannya," ucapku lagi. Terdengar lagi gelak tawa dari semua. "Dek ..." seru Sunardi, aku menoleh kebelakang dimana ia berada. "Iiyaa Paman?" sahutku. "Hati-hati ya?" ucapnya. "Ok Paman, makasih," jawabku. Tiba-tiba Sunardi berdiri disampingku. Entah mengapa, ada perasaan aneh disaat mataku bertemu pandang. Ku coba menepis, semua ... dia Sunardi Pamanku, lebih muda dariku dan yang pasti bukan tipeku. Bersambung59. Terjebak Cinta TerlarangMenjemput Mas Reno.Penulis : Lusia SudartiPart 59Kami memasuki daerah Tanjung, itu artinya kami harus melewati tiga daerah lagi untuk tiba di sana.Imam melajukan motor sedikit lebih kencang, agar segera sampai.Setelah berkendara selama hampir dua jam, akhirnya kami tiba di terminal regional tentu saja setelah bertanya ke beberapa orang."Mam, berhenti di sana itu ya?" aku menunjuk sebuah warung di tepi terminal yang berdiri di sisi jalan."Iya Mbak." Imam segera membawa motor ke tempat yang baru saja kutunjuk dengan jari telunjukku.Aku dan Imam kemudian turun dari motor dan melangkah menuju sebuah warung, aku mencoba bertanya kepada pemilik warung."Permisi Buk, mau bertanya?" ujarku kepada Ibu yang sedang melayani pembeli."Iya Dek, ada apa?" tanyanya kepadaku sambil menatapku.Dari tatapannya beliau nampak bingung. Mungkin belum pernah bertemu sebelumnya."Apakah Ibu melihat seorang lelaki yang menunggu seseorang Bu?" tanyaku pelan.Sejenak Ibu itu
58 Terjebak Cinta TerlarangIiAkhirnya Aku Menjemput Pujaan Hatiku.Penulis : Lusia SudartiPart 58Aku tertawa puas melihat ekspresi Ayu, kemudian aku segera meninggalkan tempat itu.Siang ini lumayan terik, matahari seolah tepat berada di atas kepala.Kulit seolah terbakar, seperti halnya hatiku saat ini.Entah mengapa, ujian yang kuhadapi datang bertubi-tubi.Kasus dengan Sunardi, masalah dengan Arga, Rafa yang semuanya hampir membuatku g1l4.Kini, masalah dengan Mas Reno, aku berharap semuanya cepat selesai. Bagaimana pun juga, ingin sekali membina rumah tangga sakinah mawadah dan warohma bersama lelaki yang aku cintai.Semua itu kudapatkan dari Mas Reno.Semoga Allah memberikan kemudahanatas semua urusanku. Amiin.Aku hendak membaringkan tubuh, ketika jeritan ponselku terdengar nyaring.Karena aku melamun, sepulang dari rumah Sella. Mendengar deringan dari ponsel pun menjadi terkejut.Aku meraih ponsel yang sedari tadi berada di atas nakas, karena sedang mengisi daya. Kedua ma
57. Terjebak Cinta Terlarang Ujian Selalu Datang Penulis : Lusia Sudarti Part 57"Bu, Maya mau ketempat Sella sebentar ya Bu," teriakku dari samping. "Iya May," jawab Ibu dari ruang televisi. Aku meluncur bersama kuda besiku menyusuri jalan beraspal, ketika tiba di perempatan jalan, yang terdapat sebuah gardu pos ronda, banyak kerumunan Mak-Mak rempong, mereka selalu bergosip ria. Suara riuh yang tadi terdengar, kini tiba-tiba hening ketika melihatku melintasi mereka. Minah, Ginah, Dewi, dan masih ada beberapa orang lagi, yang aku gak kenal, mungkin warga baru, mereka berbisik-bisik ketika melihatku. Aku tak perduli, aku terus melajukan kendaraanku menuju rumah Sella. Di perempatan sekolahan, tampak Agus entah dari mana! Sepertinya ia hendak menghentikan laju kendaraanku, dengan segera aku menambah kecepatan laju motorku. Ia pun mengurungkan niatnya untuk menghampiri.Setelah tiba di rumah Sella, aku memarkir kendaraanku di bawah pohon rambutan yang berdaun rimbun. Sella da
56. Terjebak Cinta Terlarang Bunga Cinta Bersemi Penulis : Lusia Sudarti Part 56 "Sabar Sayang, ada Mas disini, jangan menangis terus, nanti kesehatan kamu terganggu!" kata lelaki yang bernama Robi membingkai wajah Dian, dan mencium keningnya dengan lembut. Aku pun tak dapat membendung air mataku menyaksikan mereka berpelukan dalam duka.Aku merasa ini seperti mimpi atau aku berada di dimensi yang berbeda.Karena dalam waktu singkat mampu berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Aku kebingungan mencari keberadaan Dian dan Robi yang baru saja saling berpelukan dalam tangisan. Kini aku berada di sebuah ruangan khusus untuk pasien VIP, dimana semua alat-alat medis yang entah apa saja namanya terpasang di saluran pernafasan dan kepala seorang pasien. Infus masih tertanam di tangannya. Aku melangkah mendekati seseorang yang berbaring lemah dan tanpa gerakan sama sekali, di layar komputer garis-garis yang menggambarkan sebuah pernafasan terus bergerak, dan berbunyi. 'Astagfirrull
55. Terjebak Cinta Terlarang Bermimpi Tentang Keluarga Mas Reno Penulis : Lusia Sudarti Part 55Aku tak dapat memejamkan kedua netraku yang terasa berat, aku teringat Mas Reno yang jauh disana. Aku bangkit dan melangkah keluar kamar, menuju ke kamar mandi, aku mengambil wudhu untuk melaksanakan sholat sunnah hajat dua rakaat. Lebih baik aku bersujud memohon kebaikan, dari pada aku hanya duduk melamun. Setelah puas aku berdoa kepada Allah swt, aku melipat kembali mukena yang kukenakan dan menaruhnya di tempat semula. Kemudian aku merebahkan diri, karena rasa kantuk telah menyerang, aku menitipkan Mas Reno, kedua orang tuaku, juga Anakku dalam perlindungan Allah, kemudian aku terlelap dalam buaian mimpi.🌷🌷🌷🌷🌷🌷Aku berada disebuah gedung perkantoran yang mewah dan megah.Aku melihat laki-laki memakai stelan jas berwarna biru dan seorang wanita dengan gaya elegant, sama seperti yang laki-laki, wanita tersebut mengenakan blues berwarna biru, rok mini pas selutut. Stelan kant
54. Terjebak Cinta Terlarang Mantan Mengajak Rujuk, Aku Tolak Mentah-Mentah.Penulis : Lusia Sudarti Part 54 "Assalamualaikum." Dari teras depan terdengar ketukan pintu dan salam. Aku mengurungkan niatku kemudian menguping dan mengintip kearah luar melalui celah hordeng pintu kamarku. "Waalaikumsalam," Ibu menjawab salam dari seseorang dari luar.🌷🌷🌷🌷Ceklek! Ibu membuka pintu. "Mau perlu apa?" tanya Ibu dengan suara sedikit meninggi, aku terkejut mendengar suara familiar seseorang, segera aku beranjak menuju keluar, untuk mengetahui secara pasti siapa gerangan yang datang! "Siap ... a!" suaraku tercekat di tenggorokan setelah mengetahui pasti siapa yang datang dan berdiri di ambang pintu. "Mau apa kamu kerumahku!" hardikku kepada Agus dan temannya, aku berkacak pinggang menatap tajam kepada mereka berdua, sedang Ibu duduk di kursi dengan tatapan datar. Mereka berdua menjadi salah tingkah, mungkin mereka tak enak hati dengan sikapku dan Ibu menyambut mereka. "Bo-boleh
53. Terjebak Cinta Terlarang Kedatangan Mantan Penulis : Lusia Sudarti Part 53"Eh si Mamang, gak usah lirikin Mamaku terus!" ujar Anjani sambil mencibir si Mamang bakso. Aku merasa tak enak hati dengan Mamang bakso."Husstt gak boleh gitu," ujarku mengingatkan kepada Anjani. "Maaf Mang, Anak aku memang beda dari Anak orang lain," jelasku karena tak enak hati kepada Mamang bakso itu yang seketika terdiam setelah mendengar ucapan Anjani. "Enggak apa-apa kok Mbak, biasa Anak kecil, hehehe," jawabnya sambil terkekeh. "Ini baksonya Dek!" Mang bakso memberikan empat bungkus bakso kepada Anjani. "Asyiiikk, makasih Mang." Kemudian ia berlari pulang dengan membawa bakso dengan wajah sumringah dan bahagia. "Berapa Mang?" tanyaku kepada Mang bakso sembari menyodorkan uang kepada beliau. "Empat puluh Mbak," jawabnya sambil membereskan dagangannya. "Ini Mang." "Waduh, besar banget Mbak! Gak ada duit pas!" tanya Mang bakso sembari membuka tas punggungnya untuk mencari kembalian. "Eng
52. Terjebak Cinta Terlarang Kabar Meninggalnya Mama Mas Reno. Penulis : Lusia Sudarti Part 52"Mas Reno bisa gak pulang dulu ke Jakarta? Dian telpon Mbak Maya, tetapi kata Mbak Maya, Mas Reno belum kembali. Kasihan Mbak Maya Mas, ia nangis terus! Mama meninggal Mas!" Itu kabar dari Dian, Dek. Rupanya Dian menelpon Adek ya? Aku membenarkan dalam hati kabar yang Dian sampaikan tempo hari.Mas Reno terdiam untuk beberapa saat lamanya. Ternyata firasat buruk yang menghantui itu, kini terbukti. Mas Reno meneteskan air mata, Mas menyesal karena tak mendampingi Mama saat menghembuskan nafasnya yang terakhir, Sayang. Tetapi mau bagaimana lagi! "Mas, halo, Mas masih di sana ..." Suara Dian melengking hingga menyadarkan Mas dari lamunan. "Iya, masih ... jadi kapan Mama meninggal Yan?" tanya Mas kepada Dian. "Sudah tiga hari yang lalu Mas, ini di rumah sedang ada takziah keempat malam Mama Mas, Dian di toilet menghubungi Mas," ujar Dian. "Mas akan menuju kesana Yan!" jawab Mas Reno b
51. Terjebak Cinta Terlarang. Suka Duka Reno Dalam Perjalanan Penulis : Lusia Sudarti Part 51"Moal A, ieu bade ngeureuyeuh. (Tidak A, ini sudah mau berangkat.) jawab Iwan sambil menyalakan mesin mobilnya.🌷🌷🌷🌷🌷🤣Akhirnya Mas Reno mendapatkan tumpangan, dan akan ikut ke Cirebon. Apakah perjalanan Mas Reno kali ini akan mulus semulus jalan tol? Baca terus sambungan-sambungan surat Mas ya Sayang?●●●"A, hayu abi bade ka warung, bade tuang," Iwan mengguncang tubuh Mas Reno, untuk membangunkan Mas yang tertidur tanpa sengaja. Tentu Mas Reno terkejut ketika Iwan membangunkan dirinya. Mas Reno tak menyadari jika ia terlelap terlalu lama.Sesaat Mas Reno mengedarkan pandangan keluar, ternyata hari telah beranjak malam. "Astagfirullah, ternyata aku ketiduran ya Wan?" kata Mas pelan. "Muhun A, hayu tuang heula(iya A, ayo makan)"Sok Iwan wae nya? Aa eungkeu wae(silahkan Iwan aja ya? Aa nanti aja) ujar Mas Reno kepada Iwan, bukan apa-apa, Reno tak ingin menampakkan diri dahulu di