Share

Bab 6

Penulis: Lusia Sudarti
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-30 13:05:59

6. Terjebak Cinta Terlarang

Anjani Keberatan Aku Bernyanyi

Penulis:Lusia Sudarti

Part 6

*********

Aku mengamati kamar pengantin yang dihias begitu indah, dan tempat tidur pun bertaburan kelopak-kelopak bunga mawar merah.

Aku tertegun sejenak melihat semua ini, untuk saat ini aku belum ingin menikah.

Aku takut sekali untuk berumah tangga kembali, karena kegagalan yang pernah kualami, dan masih menyisakan trauma yang mendalam.

Dan tak terasa waktu terus berjalan acara masih terus berlanjut karena memang acara akan berakhir hingga satu hari satu malam kemudian.

Jangan ditanya kalo dana yang didapat! Tetapi dana yang masuk pun melebihi dari semua pengeluaran, Herman Mbahku adalah sosok yang disegani dan penuh wibawa dimata masyarakat. Tak heran jika ia menpunyai hajat, semua tumpah ruah seperti hujan yang turun dari langit.

Sumbangan yang didapat tiga kali lipat dari pengeluaran.

'Masyaallah, sungguh besar kuasa Allah," lirihku dalam hati.

Aku tak heran, saweran yang kudapat pun mencapai tiga juta rupiah.

Semua kelelahan setelah menjalani proses acara yang berturut-turut hingga tiga hari tiga malam.

Satu hari kami gunakan untuk beristirahat.

Mengumpulkan tenaga untuk pulang keesokan harinya.

Malam ini belum terlalu larut namun tubuhku yang lelah memaksaku untuk berbaring.

'Aduh sakit semua tubuh ini dan tenggorokan serak mungkin terlalu banyak bernyanyi," gumamku.

"Ma ... kapan kita pulang?" rengek si bocil Anjani.

Sembari memeluk tubuhku.

"Besok Sayang! Cup ... cup!" jawabku sembari mencium kedua pipinya yang gembul.

"Ma ...," panggilnya.

"Hheemm! Kenapa ...?" jawabku penasaran sembari membelai lembut rambutnya yang tergerai indah.

"Kok Mama bernyanyi terus? Anjani kan gak suka banyak yang liatin Mama," sungutnya, ia menatapku begitu dalam.

"hehehe, kamu ini! Mang kenapa kalo banyak yang liat? Hem?" jawabku sambil menatap kedua bola matanya yang indah bersinar.

"Enggak suka aja," jawabnya singkat.

"Sayang, gak boleh gitu ya? masak orang kok gak boleh dilihat? gimana kalo orang tersinggung?" tuturku lembut.

"Iiya Ma," jawabnya seraya menunduk.

"Mama dapat uang banyak lho Sayang! nihh ..."

Aku mengeluarkan uang dari dalam amplop dari tas slempangku, benar saja kedua bolab mata Anjani terbelalak semakin besar melihat uang ditanganku.

"Wahh, banyak banget Maa ...!" serunya dan seketika ia terlonjak bangun.

"Iya donk, makanya kamu gak boleh marah kalo Mama bernyanyi, mereka membayar suara Mama lho," ujarku menatapnya.

"Iya Ma, Anjani beli baju ya?" rengeknya sembari mengerjapkan kedua bola matanya yang besar.

"Iya kalo kita udah pulang."

"Iya Ma," jawabnya seraya menganggukkan kepala.

'Ya sudah segera tidur ...!" titahku sembari menarik selimut.

🥀🥀🥀🥀🥀

Keesokan paginya aku terbangun kala mendengar suara adzan subuh dan tubuhku sedikit bugar, aku menggeliat untuk sedikit melenturkan sendi-sendi tubuhku.

"Pagi Mama ...!" sapa Anjani sambil memelukku.

"Pagi Sayang, gimana tidurnya? Nyenyak kah ...?" tanyaku sembari membalas pelukan-nya.

"Iya Ma ..."

"Mama mandi dulu ya mau sholat!" ujarku mengurai pelukan dan bangkit menuju kamar mandi tanpa menunggu jawabannya.

***

"Ya udah, mandi sana dandan yang cantik," perintahku ketika aku selesai sholat dan ia masih bermalas-malasan sambil bermain ponsel.

"assiiiaaap bos."

Layaknya orang yang hormat bendera kala upacara, lalu berlalu kekamar mandi yang terletak dibelakang rumah.

Hari ini, hari terakhir kami disini, dan hari ini kami semua berkumpul karena besok akan pulang, entah kapan lagi akan berkumpul seperti ini kembali.

"Aduh Mbah, tenggorokan aku sakiit pake banget, masak iya, bernyanyi lima lagu berturut-turut," desisku saat kami menunggu yang lain.

"Hehe ... Mbah juga gak menyangka kalau kamu naik terus keatas panggung, ehh, tapi suara kamu masih oke seperti dulu lhoo," sahut Mbah Uti ketika kami bersantai sejenak di teras samping rumah Mbah Asih.

"Iya Mbah, tak kira Maya akan lupa syair dan nada karena udah puluhan tahun gak pernah bernyanyi kembali," sahut Mbak Fatim Istri Mamasku.

"Lah kalo wes mendarah daging yo gak lali, yo kan Nduk(lah kalau sudah mendarah daging gak bakalan lupa, ya kan Nak)?" timpal Mbah Supar.

"Enjeh lho Mbah, kulo kinten Maya kesupe, ngonten. (Iya lho Mbah, aku kira Maya lupa, gitu)," sahut Mbak Fatim kemudian.

Kami saling bercanda ria sebelum menuju kerumah Mbah Herman, sembari menikmati suasana yang membuat hati menjadi adem, suasana di desa ini selalu menarik.

"Jadi gimana Mbah, masok mboten daerah mriki(pas tidak daerah sini) menurut pandangan Mbah Supar?" tanya Bapak kepada Mbah Supar tentang desa ini.

"Wah Pak, kulo sangat tertarik kok kaleh daerah mriki. Seumpami kulo gadah arto, kulo bade tumbas tanah mriki!(wah Pak saya sangat tertarik kok sama daerah sini. Seumpama saya punya uang, saya mau beli tanah disini!)" jawab Mbah Supar dengan antusias, raut wajahnya berseri.

"Enggeh Mbah, kulo mawon umpami tasek gadah arto njeh purun kok. (Iya Mbah, saya aja, umpama masih ada uang pun mau kok.)" sahut Ibu.

"Iyo lho Pri, Mbah yo pengen(iya lho Pri, Mbah juga ingin)," sambung Mbah Uti kepada Bapak.

"Bik, kiro-kiro pasaran tanah daerah kene piro perkavling?(Bik, kira-kira pasaran tanah daerah sini berapa perkavling?)" Bapak bertanya kepada Mbah Asih yang merupakan Bibik dari Bapak.

"Larang Pri sak iki, sekitar telung puluh yuto perkavling(mahal Pri sekarang ini, sekitar tiga puluh juta perkavling)," jawab Mbah Asih.

Mereka semua manggut-manggut mendengar penjelasan Mbah Asih.

Kami asyik bercanda kembali, sampai akhirnya Bapak memgingatkan untuk segera berangkat kekediaman Mbah Herman.

Akhirnya kami menuju rumah Mbah Herman, untyk berpamitan, hari ini kami berkumpul-kumpul hanya sekedar berbincang dan melepas rindu.

"Nah itu mereka sudah tiba," ujar Mbah Herman ketika melihat kami sedah berada dihalaman.

"Ayo Dek masuk, ayo, ayo semuanya masuk, kita ngobrol-ngobrol, sambil menyantap makanan, itu semua sudah disiapkan," sambungnya kemudian.

Kami berkumpul diruang keluarga yang telah menunggu kedatangan kami.

Kami menikmati semua hidangan sembari berbincang-bincang ringan.

"Paman, besok kami akan pulang maaf kami kesini hanya tangan kosong," Bapak membuka percakapan setelah semua berkumpul dan mencicipi makanan.

"Halah Dek, gak usah jadi beban.

Oleh-oleh dari kalian sudah lebih dari cukup. kalian semua bisa hadir disini, Paman sekeluarga sudah sangat bahagia," tutur Mbah Herman.

"Entah kapan lagi kalian ketempat Pamanmu ini," sambung Mbah Herman sendu.

"Nanti kalo Paman menikah kami kesini lagi Mbah," celetukku seraya tersenyum kepada Sunardi.

Uhuuk!

Uhuuk!

Nardi tersedak, mendengar kata-kataku.

"Pelan-pelan Paman, kok sampai tersedak," kataku.

"i-yaa Dek," ucapnya sambil menunduk.

Kemudian ia meraih gelas berisi air minum lalu meneguknya hingga tandas.

Kami menghabiskan waktu dengan berbincang dan bertukar cerita hingga tak terasa hari beranjak senja ... kami berpamitan kepada Mbah Herman sekeluarga untuk beristirahat dirumah Mbah Asih.

❣❣❣❣❣

Malam ini, entah mengapa aku gelisah.

Perasaan apa yang kurasa, aku pun tak tahu!

'Kenapa aku jadi kepikiran sama Sunardi dari saat pulang dari rumah Mbah tadi ya?" lirihku.

Huufftt!

Kupeluk guling, miring kanan, miring kiri dan telentang. Tetap kedua bola mata ini tak mau terpejam.

Bayangan Sunardi tiba-tiba melintas, dan tersenyum kepadaku.

'Astagfirrulloh, ada apa ini?" bathinku berucap.

Mungkin karena lelah, akhirnya kedua netraku terpejam.

Aku teperanjat ketika menyadari jika aku tak berada di dalam kamar dan dalam kebingungan aku celingak-celinguk kesana-kemari sambil berfikir dimana aku berada saat ini?

'Kok aku disini ya? Bukannya tadi aku dikamar," gumamku seorang diri.

Aku memandang berkeliling ...

Di sebuah taman yang banyak terdapat bunga bermekaran, haruum semerbak memanjakan indra penciuman. Bunga aneka warna yang menyejukkan pemandangan membuat siapa pun akan betah berlama-lama duduk ditaman ini.

Tiba-tiba aku dikejutkan oleh sepasang tangan yang merangkulku dari belakang.

"Sssi-apa ya?" tubuhku gemetar hebat karena aku memang tak punya teman dekat, teman jauh, boro-boro pacar.

Bersambung

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjebak Cinta Terlarang   Bab 59

    59. Terjebak Cinta TerlarangMenjemput Mas Reno.Penulis : Lusia SudartiPart 59Kami memasuki daerah Tanjung, itu artinya kami harus melewati tiga daerah lagi untuk tiba di sana.Imam melajukan motor sedikit lebih kencang, agar segera sampai.Setelah berkendara selama hampir dua jam, akhirnya kami tiba di terminal regional tentu saja setelah bertanya ke beberapa orang."Mam, berhenti di sana itu ya?" aku menunjuk sebuah warung di tepi terminal yang berdiri di sisi jalan."Iya Mbak." Imam segera membawa motor ke tempat yang baru saja kutunjuk dengan jari telunjukku.Aku dan Imam kemudian turun dari motor dan melangkah menuju sebuah warung, aku mencoba bertanya kepada pemilik warung."Permisi Buk, mau bertanya?" ujarku kepada Ibu yang sedang melayani pembeli."Iya Dek, ada apa?" tanyanya kepadaku sambil menatapku.Dari tatapannya beliau nampak bingung. Mungkin belum pernah bertemu sebelumnya."Apakah Ibu melihat seorang lelaki yang menunggu seseorang Bu?" tanyaku pelan.Sejenak Ibu itu

  • Terjebak Cinta Terlarang   Bab 58

    58 Terjebak Cinta TerlarangIiAkhirnya Aku Menjemput Pujaan Hatiku.Penulis : Lusia SudartiPart 58Aku tertawa puas melihat ekspresi Ayu, kemudian aku segera meninggalkan tempat itu.Siang ini lumayan terik, matahari seolah tepat berada di atas kepala.Kulit seolah terbakar, seperti halnya hatiku saat ini.Entah mengapa, ujian yang kuhadapi datang bertubi-tubi.Kasus dengan Sunardi, masalah dengan Arga, Rafa yang semuanya hampir membuatku g1l4.Kini, masalah dengan Mas Reno, aku berharap semuanya cepat selesai. Bagaimana pun juga, ingin sekali membina rumah tangga sakinah mawadah dan warohma bersama lelaki yang aku cintai.Semua itu kudapatkan dari Mas Reno.Semoga Allah memberikan kemudahanatas semua urusanku. Amiin.Aku hendak membaringkan tubuh, ketika jeritan ponselku terdengar nyaring.Karena aku melamun, sepulang dari rumah Sella. Mendengar deringan dari ponsel pun menjadi terkejut.Aku meraih ponsel yang sedari tadi berada di atas nakas, karena sedang mengisi daya. Kedua ma

  • Terjebak Cinta Terlarang   Bab 57

    57. Terjebak Cinta Terlarang Ujian Selalu Datang Penulis : Lusia Sudarti Part 57"Bu, Maya mau ketempat Sella sebentar ya Bu," teriakku dari samping. "Iya May," jawab Ibu dari ruang televisi. Aku meluncur bersama kuda besiku menyusuri jalan beraspal, ketika tiba di perempatan jalan, yang terdapat sebuah gardu pos ronda, banyak kerumunan Mak-Mak rempong, mereka selalu bergosip ria. Suara riuh yang tadi terdengar, kini tiba-tiba hening ketika melihatku melintasi mereka. Minah, Ginah, Dewi, dan masih ada beberapa orang lagi, yang aku gak kenal, mungkin warga baru, mereka berbisik-bisik ketika melihatku. Aku tak perduli, aku terus melajukan kendaraanku menuju rumah Sella. Di perempatan sekolahan, tampak Agus entah dari mana! Sepertinya ia hendak menghentikan laju kendaraanku, dengan segera aku menambah kecepatan laju motorku. Ia pun mengurungkan niatnya untuk menghampiri.Setelah tiba di rumah Sella, aku memarkir kendaraanku di bawah pohon rambutan yang berdaun rimbun. Sella da

  • Terjebak Cinta Terlarang   Bab 56

    56. Terjebak Cinta Terlarang Bunga Cinta Bersemi Penulis : Lusia Sudarti Part 56 "Sabar Sayang, ada Mas disini, jangan menangis terus, nanti kesehatan kamu terganggu!" kata lelaki yang bernama Robi membingkai wajah Dian, dan mencium keningnya dengan lembut. Aku pun tak dapat membendung air mataku menyaksikan mereka berpelukan dalam duka.Aku merasa ini seperti mimpi atau aku berada di dimensi yang berbeda.Karena dalam waktu singkat mampu berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Aku kebingungan mencari keberadaan Dian dan Robi yang baru saja saling berpelukan dalam tangisan. Kini aku berada di sebuah ruangan khusus untuk pasien VIP, dimana semua alat-alat medis yang entah apa saja namanya terpasang di saluran pernafasan dan kepala seorang pasien. Infus masih tertanam di tangannya. Aku melangkah mendekati seseorang yang berbaring lemah dan tanpa gerakan sama sekali, di layar komputer garis-garis yang menggambarkan sebuah pernafasan terus bergerak, dan berbunyi. 'Astagfirrull

  • Terjebak Cinta Terlarang   Bab 55

    55. Terjebak Cinta Terlarang Bermimpi Tentang Keluarga Mas Reno Penulis : Lusia Sudarti Part 55Aku tak dapat memejamkan kedua netraku yang terasa berat, aku teringat Mas Reno yang jauh disana. Aku bangkit dan melangkah keluar kamar, menuju ke kamar mandi, aku mengambil wudhu untuk melaksanakan sholat sunnah hajat dua rakaat. Lebih baik aku bersujud memohon kebaikan, dari pada aku hanya duduk melamun. Setelah puas aku berdoa kepada Allah swt, aku melipat kembali mukena yang kukenakan dan menaruhnya di tempat semula. Kemudian aku merebahkan diri, karena rasa kantuk telah menyerang, aku menitipkan Mas Reno, kedua orang tuaku, juga Anakku dalam perlindungan Allah, kemudian aku terlelap dalam buaian mimpi.🌷🌷🌷🌷🌷🌷Aku berada disebuah gedung perkantoran yang mewah dan megah.Aku melihat laki-laki memakai stelan jas berwarna biru dan seorang wanita dengan gaya elegant, sama seperti yang laki-laki, wanita tersebut mengenakan blues berwarna biru, rok mini pas selutut. Stelan kant

  • Terjebak Cinta Terlarang   Bab 54

    54. Terjebak Cinta Terlarang Mantan Mengajak Rujuk, Aku Tolak Mentah-Mentah.Penulis : Lusia Sudarti Part 54 "Assalamualaikum." Dari teras depan terdengar ketukan pintu dan salam. Aku mengurungkan niatku kemudian menguping dan mengintip kearah luar melalui celah hordeng pintu kamarku. "Waalaikumsalam," Ibu menjawab salam dari seseorang dari luar.🌷🌷🌷🌷Ceklek! Ibu membuka pintu. "Mau perlu apa?" tanya Ibu dengan suara sedikit meninggi, aku terkejut mendengar suara familiar seseorang, segera aku beranjak menuju keluar, untuk mengetahui secara pasti siapa gerangan yang datang! "Siap ... a!" suaraku tercekat di tenggorokan setelah mengetahui pasti siapa yang datang dan berdiri di ambang pintu. "Mau apa kamu kerumahku!" hardikku kepada Agus dan temannya, aku berkacak pinggang menatap tajam kepada mereka berdua, sedang Ibu duduk di kursi dengan tatapan datar. Mereka berdua menjadi salah tingkah, mungkin mereka tak enak hati dengan sikapku dan Ibu menyambut mereka. "Bo-boleh

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status