"Kamu punya kaki yang normal kan? Turun!" Ucap Farel yang telah lebih dulu meninggalkann nya. pria itu telah berlalu memasuki rumah mewahnya.
Naya yang tengah melamun memikirkan nasibnya kedepannya. tersentak kala suara berat itu menyuruhnya turun dengan kota kata yang kurang baik. "Astaga orang ini, apa enggak bisa bertutur kata yang baik!" monolognya. Ingin rasanya melawan perlakuan kurang menyenangkan pria itu. Tetapi Naya berusaha bersabar. Bersabar untuk sementara waktu ini. dirinya sadar akan akibatnya jika melawan Farel "Ya Ampun, besar sekali rumah nya!" Gumamnya yang mengedarkan pandangannya keseluruh arah. lebih besar dan mewah di banding rumah keluarga Dicky mantan kekasihnya. Ya, Naya kini telah menganggap Dicky mantan. Naya buru-buru mengikuti langkah Farel yang sudah tidak terlihat lagi dsri jangkauannya. Naya segera memasuki Rumah besar itu sebelum pria itu mengeluarkan kata-kata kasarnya lagi. sesampainya di dalam Farel langsung menyambutnya dengan beberapa lembar kertas. "Buka dan baca isinya. Pahami point-point penting di dalam surat perjanjian itu." Ucap Farel seraya melemparkan beberapa lembar kertas itu ke hadapan Naya yang baru menjejakkan kakinya di dalam hunian mewahnya itu. "Dasar Tuan Angkuh!" monolognya Tanpa kata Naya pun memungut kertas-kertas yang berserakan di kakinya itu dan membacanya dengan teliti. "Pernikahan konyol ini hanya akan berlangsung sampai enam bulan saja. Setelahnya kita akan bercerai" Tukas Farel lagi dengan melipat kedua tangannya di depan dada. menunjukkan ke kuasaanya. Naya menghentikan membaca point-point perjanjian tersebut saat mendengar kaliamat Farel yang menekan kan kalimat Cerai itu. Walaupun itu juga yang di inginkan nya, Tetap saja hatinya terasa bagai di iris-iris mendengar kaliamat tidak mengenak kan itu keluar dari mulut pria yang telah ber status suaminya. "Dan ingat, kamu tidak berhak menuntut nafkah apapun dariku. Karena aku terpaksa menikahimu demi menyelamatkan nama baik Pamanku!" Lanjutnya. Naya tetap diam menyimak semua perkataan Farel. Sambil tetap membaca isi surat perjanjian itu tanpa melewatkan sedikitpun. "Selama kita menikah, kamu tidak berhak mencampuri atau mengatur-ngatur kehidupan ku. Mau aku bersama siapapun, itu urusan aku. Jika tidak sengaja bertemu di luar, bersikaplah seolah-olah kita tidak saling mengenal. Paham kan?" Lanjut Farel lagi yang menatap tajam Naya. Naya menghela nafasnya kemudian membuangnya kasar. "Saya paham!" Balas Naya bersamaan dengan tangan mungilnya yang menggores kan tinta pena di atas kertas hitam putih itu. Kemudian menyerahkan nya kembali kepada yang berwenang yaitu Farel suaminya. _Suami kontrak._ "Oya, satu lagi. Di rumah ini hanya ada satu Art namanya Bi Ina, yang hanya bertugas membersihkan Rumah. Jadi jika kamu ingin makan dan lain-lain kamu masak dan lakukan sendiri. Jangan manja." Ucap Farel lagi mengingatkan posisi Naya di rumahnya. "Hah! cerewet sekali!" kesal Naya yang hanya bisa ia ucapkan dalam hati. "Tenang saja Tuan! aku nggak akan menggangu privasi mu, aku juga nggak akan menuntut hal apapun darimu. Dan juga aku nggak butuh pengakuan apa pun darimu! Aku hanya butuh tempat untuk berlindung sementara. Jika aku sudah bisa berdiri di atas kakiku sendiri. aku akan pergi. Jadi Tuan jangan khawatir yang berlebihan." Balas Naya seraya membalas tatapan tajam Farel. Dia memang salah, tetapi bukan berarti harus menerima tindasan dari orang yang bukan siapa-siapa baginya. Ya! Naya menganggap Farel bukan siapa-siapa baginya. "Wanita ini!...." Batin Farel geram mendengar kaliamat Naya. "Bagus lah, jika kamu tahu posisimu di rumah ini. Bi Ina akan menunjukkan kamarmu, sesuai posisi dan derajat mu di rumah ini." Ucap Farel yang merasa tertantang dengan ucapan Naya dan sorot mata tajam wanita itu yang sepertinya tidak mudah di intimidasi. "Bi Ina, tunjukan kamarnya dimana. Anggap dia rekan kerja. Jangan perlakukan dia seperti majikan. Karena dia bukan siapa-siapa disini!" Ucap Farel ekor matanya melirik ekspresi Naya yang biasa saja. Farel semakin kesal melihat itu. "Baik Den, ayo Non Naya, saya antar ke kamar!" Ucap bi Ina mengajak Naya untuk menunjukkan di mana kamarnya berapa. "Panggil Naya saja bi, jangan pakai embel-embel lain. Aku bukan siapa-siapa di rumah ini. aku juga sama seperti bi Ina." Ucap Naya sembari mengikuti langkah bi Ina yang membawanya ke ruang belakang dimana kamar nya terletak. Farel mengeraskan rahangnya, tangan terkepal kuat mendengar kaliamat Naya barusan. Entahlah, mendengar Naya berkata seperti itu, rasanya wanita itu seakan menantang dirinya untuk adu jotos di atas ring tinju saja. "Ini kamar nya Non, Silahkan! Mau bibi bantu membereskan barang-barangnya?" Ucap bi Ina yang juga menawarkan bantuan. "Nggak usah bi, oya! Panggil Naya saja, nggak usah pake Non segala. Aku disini sama seperti bibi. aku bukan majikan disini, jadi tidak pantas di panggil seperti itu." Naya kembali mengingatkan bi Ina untuk tidak memanggil nya Non. Itu sangat menggelikan bagi Naya. "Baik, Naya. Kalau begitu saya tinggal dulu ya! Kamu istirahat saja. Jika perlu apa-apa kamu bisa panggil saya." Ucap bi Ina lagi sebelum meninggalkan paviliun khusus pekerja di rumah itu. Naya menutup pintu kamarnya kemudian menyeret koper kecilnya mendekati tempat tidur yang hanya muat satu orang itu. Naya mulai menyusun pakaiannya ke dalam lemari kayu setinggi pinggang orang dewasa. Lemari itu multi fungsi sekalian meja juga. Naya mencari baju rumahan yang nyaman untuk ia gunakan istirahat. Mengganti kebaya yang ia gunakan untuk menikah tadi. Kebaya yang ia beli menggunakan uangnya sendiri. Demi berlangsung nya pernikahan sederhana bersama kekasihnya. Namun apa daya, sang kekasih malah pergi lari dari tanggung jawab. Naya memandangi kebaya murah yang telah ia loloskan dari tubuhnya. Masih belum memungutnya. Hatinya dilema, apakah kebaya yang telah menjadi saksi kekecewaannya akan tetap ia simpan atau kah lebih baik di buang saja. "Aku benar-benar nggak Ingat bagaimana kejadian itu terjadi. yang aku ingat kamu memaksaku meminum minuman laknat itu!" Naya mengusap air matanya sedih dengan nasibnya yang malang! mengingat saat-saat kebersamaan nya dengan kekaishnya yang malah pergi meninggalkannya di hari pernikahan mereka. "Argh...!" Farel berteriak sembari membuang kasar jas yang baru saja ia lepaskan dari tubuh Atletisnya. Demi melupakan rasa kesalnya setelah apa yang terjadi hari ini. Otot-otot biseb nya yang menonjol itu selalu menjadi daya tarik bagi para perempuan yang menggilainya di luar sana. yang rela melemparkan tubuhnya pada Farel salah satu CEO perusahaan ternama di kota itu. "Lihat saja kau Naya! aku akan membuatmu hidup menderita di rumah ini! ya, tidak ada salahnya bermain-main dengan kucing kecil sepertimu kan!"Naya baru saja mematikan mesin motornya yang dia parkir kan di garasi mobil milik Farel yang luasnya melebihi lapangan bola yang ada di dekat rumahnya. Rasanya tidak semangat sekali mengingat akan bertemu lagi dengan Farel sepulang kerja. ingin rasanya ia menginap saja di mess toko roti tempatnya bekerja itu. Tetapi itu tidak mungkin. Farel pasti akan keberatan dengan hal itu. "Hah! ternyata dia sudah pulang duluan!" Ucap Naya pelan saat melihat mobil yang biasa di gunakan Farel sudah terparkir di garasi itu. sepeda motornya bagai sebuah sampah rongsokan saat berjejer dengan mobil-mobil mewah Farel. Sebelum mendorong pintu Utama, Naya menarik dahulu nafasnya panjang-panjang dan menghembuskan nya dengan kasar. Untuk menghadapi Farel yang selalu cerewet dengan perintah nya ini itu. "Ah..!" Naya terkejut saat baru mendorong daun pintu telinganya di sambut dengan suara desahan seorang wanita. Naya mengedarkan pandangannya dan...Dari tempatnya berdiri Naya menyaksikan langsung pria y
"Prufftt...! Kopi apa ini? Kenapa nggak ada rasanya! " Bentak Farel saat baru satu teguk mencicipi kopi buatan Naya. "Kamu ini benar-benar nggak berguna ya! Pantes saja Ayahmu lebih memilih membuangmu daripada mempertahankanmu!" Ucap Farel lagi. Degh!! Naya memejamkan matanya meresapi sakit hati yang ia rasakan mendengar ucapan pedas Farel. Ingin rasanya balik memaki pria yang berstatus suami kontraknya itu. Namun lidahnya kelu suaranya seakan tertahan di tenggorokan. Sulit untuk bersuara. Hanya tatapan nanar yang ia tujukan untuk pria itu dengan netra yang kian berembun siap meluncurkan bulir-bulir beningnya. Namun Farel acuh tidak perduli dengan perasaan Naya. "Keluar! Bikin kopi saja tidak becus!" Bentak Farel yang masih bisa di dengar jelas oleh Naya yang berlalu dari ruang kerja pria itu. Naya berjalan cepat menuju paviliun di mana kamarnya berada. Naya menutup pintu kamarnya sedikit kencang demi melampiaskan kekesalannya yang tidak bisa berbuat apa-apa. Air
Entah sudah berapa lama tertidur, Naya terbangun karena suara ketukan di pintu kamar nya. Yang di sertai suara panggilan. Sepertinya itu bi Ina. "Naya! Ini bi Ina!" Tok! Tok! "Iya bi, sebentar!" Naya segera bangun dan membuka pintu kamarnya. "Maaf Nay, bibi ganggu waktu istirahat nya!." "Iya, nggak apa-apa, masuk bi. Saya cuci muka dulu!" Naya mempersilahkan bi Ina memasuki kamarnya. Sementara dirinya segera berlalu ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya agar lebih segar. "Ada apa bi?" Tanya nya saat sudah keluar dari kamar mandi dan kini tengah duduk di tepi tempat tidurnya sembari mengeringkan wajahnya dengan handuk kecil. "Itu Nay, Den Farel memanggil kamu ke dalam. Hanya itu saja kok!" Ucap bi Ina. Naya mengkerutkan keninganya mendengar perkataan bi Ina. "Ada apa lagi bi, bukannya sudah nggak ada hal penting lagi yang harus di bahas?" Tanya Naya heran. "Bibi tidak tahu Nay, sebaiknya kamu datangin saja Den Farel nya. Mungkin ada yang kelupaan yang b
"Kamu punya kaki yang normal kan? Turun!" Ucap Farel yang telah lebih dulu meninggalkann nya. pria itu telah berlalu memasuki rumah mewahnya. Naya yang tengah melamun memikirkan nasibnya kedepannya. tersentak kala suara berat itu menyuruhnya turun dengan kota kata yang kurang baik. "Astaga orang ini, apa enggak bisa bertutur kata yang baik!" monolognya. Ingin rasanya melawan perlakuan kurang menyenangkan pria itu. Tetapi Naya berusaha bersabar. Bersabar untuk sementara waktu ini. dirinya sadar akan akibatnya jika melawan Farel "Ya Ampun, besar sekali rumah nya!" Gumamnya yang mengedarkan pandangannya keseluruh arah. lebih besar dan mewah di banding rumah keluarga Dicky mantan kekasihnya. Ya, Naya kini telah menganggap Dicky mantan. Naya buru-buru mengikuti langkah Farel yang sudah tidak terlihat lagi dsri jangkauannya. Naya segera memasuki Rumah besar itu sebelum pria itu mengeluarkan kata-kata kasarnya lagi. sesampainya di dalam Farel langsung menyambutnya dengan beberapa
"Apa?! Mempelai laki-lakinya kabur?" Teriak Wahyu dengan mata melotot marah. Bagaimana bisa seperti ini. Sementara penghulu sudah menunggu sejak tadi. Ini sama saja sengaja mempermalukan dirinya untuk kedua kalinya. Wahyu menoleh Putrinya yang duduk dengan menundukkan kepalanya. Dengan tatapan nyalang seakan ingin menelannya hidup-hidup. Karena telah mencoreng nama baiknya. "Kurang ajar sekali dia, berani-beraninya mempermainkan anak saya!" Ucap Wahyu lagi dengan rahang mengeras. "Tenang dulu Pak Wahyu, mungkin anak kami terjebak macet di jalan." Ucap Yanto Ayah Dicky calon mempelai pria yang juga tidak habis pikir dengan tindakan Dicky saat ini. "Bagaimana saya mau tenang! anak anda tidak bertanggung jawab begini!. Dia sudah membuat malu saya, dan sekarang dia malah lari dari tanggung jawabnya, kalian telah kembali mempermalukan saya hari ini." Sahut Wahyu dengan suara menggelegar penuh emosi. Tidak perduli suaranya akan di dengar oleh banyak orang yang hadir untuk menyaksi