"Apa?! Mempelai laki-lakinya kabur?" Teriak Wahyu dengan mata melotot marah. Bagaimana bisa seperti ini. Sementara penghulu sudah menunggu sejak tadi. Ini sama saja sengaja mempermalukan dirinya untuk kedua kalinya.
Wahyu menoleh Putrinya yang duduk dengan menundukkan kepalanya. Dengan tatapan nyalang seakan ingin menelannya hidup-hidup. Karena telah mencoreng nama baiknya. "Kurang ajar sekali dia, berani-beraninya mempermainkan anak saya!" Ucap Wahyu lagi dengan rahang mengeras. "Tenang dulu Pak Wahyu, mungkin anak kami terjebak macet di jalan." Ucap Yanto Ayah Dicky calon mempelai pria yang juga tidak habis pikir dengan tindakan Dicky saat ini. "Bagaimana saya mau tenang! anak anda tidak bertanggung jawab begini!. Dia sudah membuat malu saya, dan sekarang dia malah lari dari tanggung jawabnya, kalian telah kembali mempermalukan saya hari ini." Sahut Wahyu dengan suara menggelegar penuh emosi. Tidak perduli suaranya akan di dengar oleh banyak orang yang hadir untuk menyaksikan pernikahan Putri nya. Sudah terlanjur basah dengan air comberan, jadi sekalian saja nyembur ke got. Begitu pikir Wahyu yang merasa pening memikirkan nasib anaknya. Yang di tinggal calon suaminya. Yanto selaku Ayah dari Dicky mengusap kasar wajahnya. Tak tahu harus bagaimana lagi. Sementara Rita istrinya tersenyum miring melihat kekacauan ini. Inilah yang di harapkannya. Salah satu pria kerabat dari Yanto berdiri dari duduknya dan menghampiri sang Paman. Untuk menanyakan akar permasalahannya apa. Menggapa Dicky sepupunya belum juga hadir di pernikahan yang telah di sepakati itu. Pria itu adalah Farel keponakan Yanto, Farel pria berusia 28 tahun itu sengaja datang memenuhi undangan Yanto untuk menyaksikan pernikahan Dicky yang di langsungkan secara tertutup itu. Hanya beberapa tetangga dekat Wahyu dan saksi saja yang hadir. "Ada apa ini Paman? Kemana Dicky?" Tanyanya yang memang tidak tahu menahu tentang permasalahan yang terjadi. Dirinya yang belum lama tiba di lokasi pernikahan merasa sedikit terkejut saat mendapati keributan yang terjadi. sepertinya mendapatkan angin segar Yanto pun menatap Farel. "Farel, tolong Paman nak, hanya kamu yang bisa paman harapkan! Dicky kabur, anak buah paman sudah mencarinya kemana-mana. Tapi Dicky tidak ketemu juga." Ucap Yanto yang sedikit bernafas lega saat melihat Farel keponakan satu-satunya yang hadir di pernikahan Dicky putranya. "Apa yang bisa saya bantu Paman? Jika saya mampu, saya akan lakukan." Jawab Farel yakin. "Farel, sebelumnya maafkan Paman nak! Tolong gantikan Dicky, jadilah mempelai pria untuk gadis itu. Dicky telah melakukan kesalahan yang tidak bisa di maafkan. Dan sekarang dia juga kembali melakukan kesalahan dengan lari dari tanggung jawabnya. Tolong nak, tolong Paman." Pinta Yanto lirih memohon pada keponakannya itu. Farel tercengang mendengar permintaan sang Paman. Pamannya itu sudah sangat berjasa pada kesuksesannya saat ini. Di antara keluarga yang lain. Paman Yanto lah yang selalu mendukung nya. Yanto selalu menjadi garda terdepan untuk membelanya. Bahkan ketika kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan mobil Yanto lah yang merangkulnya dengan tulus. Tidak seperti yang lainya penuh kemunafikan. Nayara gadis berusia 21 tahun itu tertunduk malu mengetahui jika calon suaminya tidak hadir karena telah melarikan diri, tidak bisa berbuat apa-apa, hanya air mata yang jatuh membasahi kedua pipinya. Rasa malu, amarah dan sedih bercampur aduk menjadi satu. Tubuhnya kaku, hatinya sakit bak di remas dengan kuat oleh tangan tak kasat mata. Naya yang sejak satu jam yang lalu telah duduk di hadapan penghulu itu hanya bisa menundukkan kepalanya menahan malu dan kecewa. Bisik-bisik tetangga semakin menambah beban di hatinya. Cemoohan manusia-manusia suci itu terasa perih menusuk telinga. "Ya Tuhan, bagaimana ini bisa terjadi!" Monolognya sedih. "Bisa kita mulai pak?" Suara seseorang yang tiba-tiba saja sudah duduk di sebelah nya itu sukses mengagetkannya. Naya mengangkat wajahnya menatap siapa pemilik suara tersebut. Tentu saja itu bukan suara Dicky kekasihnya orang yang seharusnya menjadi suaminya. "Silahkan di mulai pak Penghulu, dia mempelai pria nya." Ucap Wahyu yang kembali duduk di samping Putrinya. Wajahnya masih menyiratkan kekesalan yang berusaha di redamkan. Naya yang hendak membuka mulut untuk berbicara. Urung ketika lengannya di cengkram kuat oleh sang Ayah. Naya pun mengurungkan niatnya untuk protes. Naya memilih diam dan menerima saja. Terserah takdir akan membawanya ke mana. Akhirnya pernikahan itu terlaksana juga dengan mempelai pria nya di gantikan oleh orang lain. "Sekarang kalian sudah menikah, itu berarti tanggung jawab saya pada Naya sudah lepas. Sekarang terserah kamu mau membawanya ke mana pun kamu mau. Itu urusan kamu. Saya tidak perduli lagi dengannya. Sudah cukup saya di buat malu oleh anak ini. Sekarang silahkan bawa dia pergi dari rumah ini." Ucap Wahyu dengan wajah ketus menatap Naya. Deg! Sakit sekali mendengar setiap kalimat yang bernada kekecewaan dari mulut Ayahnya itu. Tapi mau bagaimana lagi, semua ini adalah kesalahnya. Semua ini adalah kelalaiannya yang tidak bisa menjaga martabat keluarganya. "Ayah!" panggilnya dengan suara tercekat. Ayahnya benar-benar murka padanya yang telah mencoreng nama baiknya di mata para tetangga. Dan sekarang dirinya seperti di buang begitu saja pada orang asing yang baru saja menikahinya. Sementara Yanto Ayah Dicky dan istri nya sudah pulang saat akad nikah usai dilaksanakan. Tidak ada basa basi sama sekali padanya. Dirinya benar-benar tidak berharga di mata orang-orang yang memandangnya hina itu. Farel menatap Pria yang berstatus sebagai Ayah mertuanya bergantian dengan Naya yang hanya diam menundukan kepalanya. "Ayo pergi!" Ajak Farel singkat sembari berlalu mendahului Naya. Tanpa mengucapkan sepata kata pun pada Wahyu yang berstatus Ayah mertuanya. Demi apa dirinya yang berniat menghadiri undangan sang Paman. malah menjadi pengganti sepupu nya yang kabur di hari pernikahannya. "Jangan pergi kak, nanti kak Naya bagaimana hidup dengan orang baru itu! Ayo kita bujuk Ayah!" Bagas adik Naya menggenggam tangannya dengan wajah sedih. "Bagas!...masuk, jangan ikut campur urusan orang dewasa!" Teriak Wahyu yang merasa kesal sebab anak bungsu nya itu berusaha mencegah kepergian Naya yang telah membuatnya malu. "Bagas, Kakak nggak akan kenapa-napa! Kamu jangan membantah Ayah. Ayo sana, masuk! Nanti Ayah makin marah!" Dengan berat hati Bagas akhirnya masuk ke dalam Rumah. Wahyu pun langsung menutup rapat pintu rumahnya. "Rasanya sakit sekali di buang keluarga sendiri, Ayah! maafkan Naya!" Gumamnya seiring dengan langkah kakinya yang mulai meninggalkan pekarangan rumahnya. "Lambat sekali!" Ucap Farel ketua saat Naya sudah masuk ke dalam mobil. "Maaf!" Lirih Naya Degh!! Farel memegang jantungnya yang tiba-tiba saja berdetak kuat mendengar suara lirih Naya.Naya baru saja mematikan mesin motornya yang dia parkir kan di garasi mobil milik Farel yang luasnya melebihi lapangan bola yang ada di dekat rumahnya. Rasanya tidak semangat sekali mengingat akan bertemu lagi dengan Farel sepulang kerja. ingin rasanya ia menginap saja di mess toko roti tempatnya bekerja itu. Tetapi itu tidak mungkin. Farel pasti akan keberatan dengan hal itu. "Hah! ternyata dia sudah pulang duluan!" Ucap Naya pelan saat melihat mobil yang biasa di gunakan Farel sudah terparkir di garasi itu. sepeda motornya bagai sebuah sampah rongsokan saat berjejer dengan mobil-mobil mewah Farel. Sebelum mendorong pintu Utama, Naya menarik dahulu nafasnya panjang-panjang dan menghembuskan nya dengan kasar. Untuk menghadapi Farel yang selalu cerewet dengan perintah nya ini itu. "Ah..!" Naya terkejut saat baru mendorong daun pintu telinganya di sambut dengan suara desahan seorang wanita. Naya mengedarkan pandangannya dan...Dari tempatnya berdiri Naya menyaksikan langsung pria y
"Prufftt...! Kopi apa ini? Kenapa nggak ada rasanya! " Bentak Farel saat baru satu teguk mencicipi kopi buatan Naya. "Kamu ini benar-benar nggak berguna ya! Pantes saja Ayahmu lebih memilih membuangmu daripada mempertahankanmu!" Ucap Farel lagi. Degh!! Naya memejamkan matanya meresapi sakit hati yang ia rasakan mendengar ucapan pedas Farel. Ingin rasanya balik memaki pria yang berstatus suami kontraknya itu. Namun lidahnya kelu suaranya seakan tertahan di tenggorokan. Sulit untuk bersuara. Hanya tatapan nanar yang ia tujukan untuk pria itu dengan netra yang kian berembun siap meluncurkan bulir-bulir beningnya. Namun Farel acuh tidak perduli dengan perasaan Naya. "Keluar! Bikin kopi saja tidak becus!" Bentak Farel yang masih bisa di dengar jelas oleh Naya yang berlalu dari ruang kerja pria itu. Naya berjalan cepat menuju paviliun di mana kamarnya berada. Naya menutup pintu kamarnya sedikit kencang demi melampiaskan kekesalannya yang tidak bisa berbuat apa-apa. Air
Entah sudah berapa lama tertidur, Naya terbangun karena suara ketukan di pintu kamar nya. Yang di sertai suara panggilan. Sepertinya itu bi Ina. "Naya! Ini bi Ina!" Tok! Tok! "Iya bi, sebentar!" Naya segera bangun dan membuka pintu kamarnya. "Maaf Nay, bibi ganggu waktu istirahat nya!." "Iya, nggak apa-apa, masuk bi. Saya cuci muka dulu!" Naya mempersilahkan bi Ina memasuki kamarnya. Sementara dirinya segera berlalu ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya agar lebih segar. "Ada apa bi?" Tanya nya saat sudah keluar dari kamar mandi dan kini tengah duduk di tepi tempat tidurnya sembari mengeringkan wajahnya dengan handuk kecil. "Itu Nay, Den Farel memanggil kamu ke dalam. Hanya itu saja kok!" Ucap bi Ina. Naya mengkerutkan keninganya mendengar perkataan bi Ina. "Ada apa lagi bi, bukannya sudah nggak ada hal penting lagi yang harus di bahas?" Tanya Naya heran. "Bibi tidak tahu Nay, sebaiknya kamu datangin saja Den Farel nya. Mungkin ada yang kelupaan yang b
"Kamu punya kaki yang normal kan? Turun!" Ucap Farel yang telah lebih dulu meninggalkann nya. pria itu telah berlalu memasuki rumah mewahnya. Naya yang tengah melamun memikirkan nasibnya kedepannya. tersentak kala suara berat itu menyuruhnya turun dengan kota kata yang kurang baik. "Astaga orang ini, apa enggak bisa bertutur kata yang baik!" monolognya. Ingin rasanya melawan perlakuan kurang menyenangkan pria itu. Tetapi Naya berusaha bersabar. Bersabar untuk sementara waktu ini. dirinya sadar akan akibatnya jika melawan Farel "Ya Ampun, besar sekali rumah nya!" Gumamnya yang mengedarkan pandangannya keseluruh arah. lebih besar dan mewah di banding rumah keluarga Dicky mantan kekasihnya. Ya, Naya kini telah menganggap Dicky mantan. Naya buru-buru mengikuti langkah Farel yang sudah tidak terlihat lagi dsri jangkauannya. Naya segera memasuki Rumah besar itu sebelum pria itu mengeluarkan kata-kata kasarnya lagi. sesampainya di dalam Farel langsung menyambutnya dengan beberapa
"Apa?! Mempelai laki-lakinya kabur?" Teriak Wahyu dengan mata melotot marah. Bagaimana bisa seperti ini. Sementara penghulu sudah menunggu sejak tadi. Ini sama saja sengaja mempermalukan dirinya untuk kedua kalinya. Wahyu menoleh Putrinya yang duduk dengan menundukkan kepalanya. Dengan tatapan nyalang seakan ingin menelannya hidup-hidup. Karena telah mencoreng nama baiknya. "Kurang ajar sekali dia, berani-beraninya mempermainkan anak saya!" Ucap Wahyu lagi dengan rahang mengeras. "Tenang dulu Pak Wahyu, mungkin anak kami terjebak macet di jalan." Ucap Yanto Ayah Dicky calon mempelai pria yang juga tidak habis pikir dengan tindakan Dicky saat ini. "Bagaimana saya mau tenang! anak anda tidak bertanggung jawab begini!. Dia sudah membuat malu saya, dan sekarang dia malah lari dari tanggung jawabnya, kalian telah kembali mempermalukan saya hari ini." Sahut Wahyu dengan suara menggelegar penuh emosi. Tidak perduli suaranya akan di dengar oleh banyak orang yang hadir untuk menyaksi