LOGINEntah sudah berapa lama tertidur, Naya terbangun karena suara ketukan di pintu kamar nya. Yang di sertai suara panggilan. Sepertinya itu bi Ina.
"Naya! Ini bi Ina!" Tok! Tok! "Iya bi, sebentar!" Naya segera bangun dan membuka pintu kamarnya. "Maaf Nay, bibi ganggu waktu istirahat nya!." "Iya, nggak apa-apa, masuk bi. Saya cuci muka dulu!" Naya mempersilahkan bi Ina memasuki kamarnya. Sementara dirinya segera berlalu ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya agar lebih segar. "Ada apa bi?" Tanya nya saat sudah keluar dari kamar mandi dan kini tengah duduk di tepi tempat tidurnya sembari mengeringkan wajahnya dengan handuk kecil. "Itu Nay, Den Farel memanggil kamu ke dalam. Hanya itu saja kok!" Ucap bi Ina. Naya mengkerutkan keninganya mendengar perkataan bi Ina. "Ada apa lagi bi, bukannya sudah nggak ada hal penting lagi yang harus di bahas?" Tanya Naya heran. "Bibi tidak tahu Nay, sebaiknya kamu datangin saja Den Farel nya. Mungkin ada yang kelupaan yang belum di bahas tadi. Ayo, jangan sampai Den Farel marah!" Ucap bi Ina lagi. "Baiklah, saya akan segera ke sana bi. Terima kasih ya!" Ucap Naya tidak lupa mengucapkan terima kasih pada bi Ina. Naya buru-buru mencepol asal rambutnya kemudian segera menemui Farel. Menurut bi Ina saat ini Farel sudah menunggunya di ruang keluarga. Entah apa yang akan di sampaikan oleh pria itu Dari kejauhan Naya sudah bisa melihat Farel yang berdiri menghadap jendela yang menampilkan pemandangan kolam renang yang berada di samping kanan Rumah. Pria itu sesekali berdecak kesal. Naya menarik nafas nya terlebih dahulu sebelum membawa langkahnya menemui pria yang telah menikahinya beberapa jam yang lalu. "Apa jarak paviliun itu terlalu jauh dengan rumah ini? Sehingga untuk datang kesini saja membutuhkan waktu yang lama! aku sudah menunggu mu beberapa menit yang lalu! Apa kamu pikir aku nggak ada kerjaan lain selain mengurusi mu Nayara?!" Belum juga Naya mendekat ke arah Farel, pria itu sudah mengucapkan kata-kata yang tidak enak di dengar. "Astaga! Pria ini! Apa dia memiliki mata lain di punggungnya?" Decak Naya kesal mendengar ucapan Ferel yang pedas itu. "Aku juga hanya manusia biasa, dan juga tidak selalu standbye di depan pintu menunggu panggilanmu kan? Aku juga butuh istirahat, aku bukan dewa yang langsung berada di sini saat Tuan butuhkan!" Tukas Naya tak kalah kesal dari Farel. Dan jawaban Naya itu berhasil membuat Farel menggertakan giginya. "Kamu!" kesal Farel "Ada apa? Bukannya sudah nggak ada lagi hal yang harus di bahas?" Lagi Naya melontarkan pertanyaan masa bodoh dengan ekspresi Farel yang menatapnya nyalang. "Sialan! Wanita ini!" Monolog farel geram. "Aku yang berkuasa di rumah ini. Jadi terserah aku mau bahas apapun itu. Jika aku suruh kemari, ya kamu harus nurut! Paham kan itu Nayara! Ingat siapa kamu di mataku!" "Ya! Aku tahu siapa aku di mata anda! jadi nggak perlu mengulang-ulang perkataan!Jadi Ada apa Tuan Farel memanggilku kesini?" Tukas Naya yang sengaja memanggil Farel dengan sebutan Tuan. Farel menarik sudut bibirnya mendengar ucapan Naya itu. "Aku sedikit berubah pikiran tentang isi perjanjian tadi!" Ucap Farel acuh. "Maksud nya?" Heran Naya. "Aku telah menambahkan beberapa point baru. bahwa kamu akan melayani ku, menyiapkan makanan untuk ku, dan mengurus segala kebutuhanku lainnya! " Jelas Farel yang berubah pikiran. menggapa tidak bermain-main saja pada wanita itu sebagai bentuk pembalasan nya atas apa yang terjadi hari ini. Farel menganggap pernikahan nya dengan Naya ini adalah Sebuah kesialan sepanjang perjalanan hidupnya. "Maksudnya bagaimana? aku akan menjadi pelayanan anda begitu?" Tanya Naya lagi. "Ya! kamu akan menjadi pelayanan ku. sampai waktu kontrak kita selesai!" "Bagaimana bisa seperti itu! aku nggak setuju! " "Ingat! aku yang berkuasa di rumah ini. kamu numpang sama aku, jadi kamu harus menerima segala keputusan dariku. apapun itu!" Tukas Farel merasa menang dari Naya. Naya menahan kekesalannya mendengar itu semua. "Sekarang buatkan aku kopi, jangan terlalu manis dan jangan juga hambar. Aku tunggu sekarang!" Ucapnya dengan melipat kedua tangannya di depan dada. _Angkuh_ "Apa?!" Naya membulatkan kedua bola matanya mendengar hal itu. Jadi, pria itu memanggilnya hanya untuk menyuruhnya membuat kopi? "Ya Tuhan! Orang ini!" kesal Naya yang hanya bisa keluar dalam hati saja. "Kenapa? Kamu pikir tinggal disini gratis? Kamu salah! Di dunia ini tidak ada yang gratis Nona! Jadi nggak usah kaget begitu. Pergi dan buatkan aku kopi, antar keruang kerjaku!" Jelas Farel lagi yang tersenyum sinis melihat ekspresi Naya. "Tapi itu kan tugas bi Ina! Di dalam surat perjanjian itu nggak ada point jika aku harus menjadi pelayanmu!" "Sekarang ada! Dan itu yang terlewat tadi!" Sahut Farel enteng. Tanpa kata Naya langsung membalikkan badannya meninggalkan Farel dengan perasaan dongkol. Sesampainya di dapur Naya langsung mencari letak kopi dan yang lainnya. "Naya! Kamu ingin apa?" Bi Ina yang baru saja kembali ke dapur usai menyiram tanaman di halaman depan menghampiri Naya. "Ini bi, aku mau buat kopi untuk Farel! panci buat rebus air dan juga kopinya yang mana ya bi?" Sahut Naya sembari mengedarkan pandangannya mencari tempat kopi. "Ada di sini Nay kopinya, airnya nggak usah di rebus, karena sudah ada di dalam mesin kopi ini. Tinggal kamu takar saja gula dan kopinya seberapa!" Ucap bi Ina seraya menunjuk mesin kopi di sampingnya. Naya nyengir kuda menyadari jika dirinya begitu kampungan dan melupakan jika saat ini dirinya tengah berada di rumah orang kaya. Naya pun berhasil membuat kopi dengan meminta tolong di ajari oleh bi Ina. "Untung saja di ajarin bi Ina! Kalau nggak, hm...pasti aku nggak bisa buat kopi dan si Tuan penguasa itu akan marah!" Guman Naya yang saat ini telah menuju ruang kerja Farel dengan sebuah nampan yang berisi satu cangkir kopi untuk Farel sebelum membuka pintu Naya mengetuk dahulu pintunya setelah mendapat sahutan dari dalam baru lah dia masuk. Di sana Farel nampak gagah duduk di kursi kerjanya dengan ekspresi serius menatap laptop. "kalau diam begini dia kelihatan tampan, tapi..." Naya segera menggelengkan kepalanya menyadari kebodohannya yang bisa-bisanya mengagumi Farel. "Apa kamu akan tetap berdiri di sana seperti patung?" Ucap Farel tanpa mengalihkan fokusnya dari layar laptop. "Kan, apa ku bilang, dia itu selalu mengesalkan kalau sudah buka mulut!" Dumelnya. "Ini kopinya!" "Prufftt..! Kopi macam apai ini hah?!...""Maksudnya gimana Nay?" Ella menautkan kedua alisnya mendengar penuturan sahabatnya itu. Naya mendesah pelan sebelum menjelaskan apa yang di alaminya selama sebulanan ini dengan sikap Farel yang kontras sekali dengan perubahannya. "Intinya semenjak kejadian itu Farel jadi berubah sikap El, dia seperti menghindariku!" jelas Naya yang sangat kentara raut resah di wajah cantiknya. "Aku nggak ngerti, kenapa dia seperti itu! Sebelumnya dia selalu hangat dan romantis!" lanjutnya, murung. Ella semakin menautkan kedua alisnya mendengar penuturan Naya. Wanita itu ikut berpikir, apa yang telah terjadi dengan hubungan Naya dan Farel."Mungkin dia sedang lelah karena banyak pekerjaan di kantor! Edward saja sekarang jarang menemuiku karena terlalu subuk. Dia hanya mengirimkan pesan saja setiap hari!"" ucap Ella mengingat kekasihnya juga akhir-akhir ini sangat sibuk. "Apa iya begitu El? Hampir setiap hari pulang malam, dan pagi-pagi sekali dia sudah pergi lagi. Kadang aku belum bangun dia suda
Hari berlalu begitu cepat, tidak terasa kini sudah sebulan dirinya kembali berkumpul dengan keluarga kecilnya. ehari-hari yang Naya lalui penuh keceriaan bermain bersama Kenan. Walaupun sebulan terakhir ini Naya merasa ada sedikit ganjalan di hatinya. Naya merasa Farel suaminya sedikit cuek padanya. Entah hanya perasaannya saja atau memang demikian. Tetapi Naya merasa Farel lebih banyak berada di rung kerjanya di bandingkan bersama dirinya dan Kenan seperti sebelumnya. Sebelum kejadian naas yang menimpanya satu bulan yang lalu. Sebelumnya Farel selalu mengurungnya di kamar, bahkan tiada hari yang mereka lewati tanpa bercinta. Tetapi kini Naya merasa ada perubahan pada sikap Farel padanya. Sepertinya ada yang di sembunyikan darinya. Tetapi Naya tidak tahu apa itu. Malam ini Naya sengaja menunggu Farel pulang, ya, akhir-akhir ini Farel selalu pulang larut. Terkadang saat pulang dirinya sudah tertidur pulas. Bahkan dalam sebulan ini Farel hanya meminta haknya dua kali saja. Tidak sepe
Naya membuka kedua matanya dan seketika matanya memicing saat sinar lampu menyorot telak netranya. "Eum, aku dimana ini?" ucapnya dengan suara serak. Naya kembali membuka matanya perlahan setelah berhasil menetralkan penglihatannya. Sesekali matanya berkedip saat terasa sepat memandang pencahayaan yang cukup terang. "Auuhh!..sakit, kok tanganku di infus, apa yang sebenarnya terjadi?" tanyanya pelan. Naya mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan itu dan sedikit terkejut campur bahagia saat mendapati Farel yang tertidur di samping Badnya. "Mas Farel ada disini? Itu berarti aku telah lolos dari penyekapan yang di lakukan Dicky?" gumam Naya pelan. Perlahan Naya menggerakkan tangannya yang terpasang selang infus dan mengusap-usap rambut Farel. Berpisah selama beberapa hari membuatnya merindukan pria itu. Ternyata dirinya benar-benar telah mencintai Farel. Merasakan usapan lembut Naya di kepalanya membuat Farel terjaga. "Sayang, kamu sudah bangun?" ucap Farel sembari berdiri dari d
"Brengsek..!!" geram Farel sambil menggenggam erat ponselnya yang menampilkan sebuah foto yang baru saja dikirimkan oleh Dicky. Bughh!!! Farel meninju kuat dasbor mobil itu dengan tiba-tiba. Sontak saja Edward terlonjak kaget karenanya. "Lebih cepat lagi Edward! Apa kamu tidak bisa mengemudi dengan benar?" teriak Farel dengan wajah memerah menahan kesal. "Astaga, ada apa dengan Tuan Farel, bukannya tadi baik-baik saja?" monolog Edward yang heran dengan sikap Tuannya yang tiba-tiba saja ngamuk. Padahal tadi baik-baik saja. "Kurang ajar, berani-beraninya kamu menyentuh istriku Dicky!" geram Farel sambil mengepalkan kedua tangannya hingga buku-buku tangannya memutih. Tak berapa lama Edward telah menghentikan mobilnya tepat didepan sebuah Apartemen sederhana. Tanpa menunggu lama Farel langsung keluar dan berjalan tergesa-gesa menuju lift untuk membawanya naik ke lantai atas dimana Dicky menyembunyikan Naya. Sesampainya di unit yang di tuju, Farel di sambut oleh beberapa o
"Mohon maaf Tuan Farel, ada keperluan apa Tuan kesini?" Basuki menahan langkah Farel yang hendak memasuki kediaman Yanto dan langsung di cegah oleh Basuki pria paruh baya kepercayaan Yanto. "Mana si bajingan itu, dia telah menculik istriku!" tukas Farel dengan rahang mengeras penuh emosi. "Tuan muda sedang tidak ada di rumah, dan anda tidak boleh masuk!" Basuki tetap berusaha menahan Fsrel untuk tidak masuk ke dalam rumah majikannya. Bisa bahaya jika sampai Farel berhasil masuk, bisa-bisa seluruh isi rumah akan hancur lebur nanti. "Minggir! Aku tahu dia memang tidak ada di sini! Tapi aku ingin bertemu si tua bangka yang pandai bersandiwara itu! Dia pasti ambil andil juga dalam hal ini. Iya kan?" kesal Farel "Apa anda masih mencurigai beliau yang bahkan untuk sekedar beraktivitas saja tidak bisa?" tukas Basuki yang berhasil membuat Farel terdiam. "Tuan, anak buah kita telah berhasil menemukan persembunyian Tuan Dicky." Edward berbisik ditelinga Farel setelah mendapatkan kabar dan
Bugh!!!Bugh!!!"Brengsek!" teriak Farel dengan melampiaskan kekesalannya meninju kuat tembok di hadapannya saat Edward telah berhasil melacak keberadaan Dicky yang ternyata sudah kembali ke ibu kota. Namun lokasinya belum di ketahui dimana sepupu bajingannya itu membawa Naya istrinya. "Tenangkan dirin anda Tuan Farel, jangan emosi begini! Kita pasti secepatnya menemukan dimana lokasi persembunyian Tuan Dicky!" Edward berusaha menenangkan Farel yang sudah tidak bisa menahan kemarahannya pada Dicky. "Bagaimana aku bisa tenang Ed, dia menculik istriku! Bagaimana jika dia menyakiti istriku?" ucap Farel dengan wajah memerah penuh emosi yang meluap-luap. Edward yang mendengar perkataan Farel itupun terdiam sejenak. Sebelum berucap yang berhasil membuat Farel terdiam. "Aku rasa, Tuan Dicky tidak akan menyakiti Nona Naya Tuan, sebab Nona Naya sebelumnya adalah,,,,,," Bugh!! "Hentikan, tidak perlu kamu memperjelas hubungan mereka sebelumnya, Naya istriku, tentu saja aku begitu mengkhawat







