"Jangan bercanda, Bi. Kapan Rama punya istri?""Bahkan Tuan Rama sudah memiliki seorang putra." lanjut bi Imah. Claudia semakin terbelalak. Namun sesaat kemudian dia tertawa."Bibi, ini tidak lucu! Hei, cepat buatkan aku minuman!" Claudia kembali menyuruh Clara."Biar aku yang buatkan, Nona." Sahut bi Imah."Aku ingin dia yang membuatkan untukku, Bi!" Claudia menunjuk Clara. "Sudah, Bi. Tidak apa-apa. Biar aku buatkan." Kata Clara saat bi Imah ingin menyela ucapan Claudia. Dia tidak ingin berdebat seperti waktu itu.Clara bergegas ke dapur diikuti oleh bi Imah."Nona Claudia itu terlalu angkuh. Bibi benar-benar tidak menyukainya." kata Bi Imah setelah mereka berada di dapur. Clara tersenyum mendengar keluhan bi Imah."Apa dia kekasih tuan Rama, Bi?" tanya Clara."Itu dulu, nona. Sebelumnya tuan Rama sudah bertunangan dengan nona Claudia."Clara tertarik dengan cerita bi Imah. "Lalu?" Dia mendengar bi imah dengan serius."Nona Claudia bersama laki-laki lain saat tuan Rama ada pekerja
Claudia keluar dari kamar kedua. Dia melihat Clara sedang menggendong Bintang di ruangan depan. Claudia tertegun sejenak. Apakah itu anaknya Rama yang dimaksud bi Imah? Rama benar-benar sudah memiliki anak dengan Clara. Claudia sama sekali tidak menyangka.Claudia berjalan menghampiri Clara."Bagaimana mungkin Rama bisa menikahi mu? Dia mungkin sedang mabuk." Claudia menatap Clara dengan sinis."Nona Claudia, kau melupakan teh mu. Aku meletakkannya di dapur. Mungkin sudah dingin." Kata Clara seolah tidak peduli dengan ucapan Claudia."Meski kau sudah menikah dengannya, tapi aku tidak yakin Rama mencintaimu. Pasti ada sesuatu yang Rama sembunyikan dariku."Clara tercekat. Memang ada sesuatu dibalik pernikahannya. Rama memang tidak mencintainya. Tapi Clara berpikir itu tidak ada hubungannya dengan Claudia. Claudia sudah putus dengan Rama. Jadi terserah dia mau berpikir seperti apa. Yang terpenting saat ini dia adalah nyonya di rumah itu. Istri sahnya Rama."Claudia, jika urusanmu sudah
"Jangan menuntutku untuk bertanggung jawab! Siapa yang tau bayi yang kau kandung itu anakku atau bukan! Mungkin di luar sana kau tidak hanya melakukannya denganku!" Suara Satria menggelegar membuat hati Clara seperti ditusuk sebuah pedang. "B*jingan !! Beraninya kau berkata seperti itu setelah apa yg telah kau lakukan padaku! Aku tidak menyangka kau sekeji ini Satria!" Clara histeris, menunjuk Satria sambil terisak."Gugurkan saja bayi itu. Lagipula kau juga tidak akan menanggung malu. Aku akan berikan uang untuk menggugurkan bayi itu" "Cukup!!! Laki-laki biad*b sepertimu memang tidak pantas disebut ayah untuk bayi ini! Aku tidak akan menggugurkannya!" Teriak Clara"Kau gila Clara. Kau pikir bayi ini tidak akan menimbulkan banyak masalah nantinya!" Satria menatap tajam pada Clara yang semakin terisak."Kenapa? Kau takut? Kau takut kalau anak ini kelak akan mengetahui ayahnya ternyata b*jingan?"Satria terdiam. Mengalihkan pandanganya dari Clara. Dia mengambil sebatang rok*k dan meny
Clara melangkahkan kakinya keluar dari tempat kost. Menyeret koper yang berisi pakaian dan perlengkapannya. Dia berjalan dengan linglung. Tiada tujuan karena dia hidup sebatang kara di dunia ini. ibunya meninggal karena kecelakaan. Ayahnya menikah lagi dan dia tidak tahan tinggal bersama ibu tiri yang setiap hari menyiksanya, memanfaatkannya melakukan semua pekerjaan rumah. Sampai akhirnya ia memutuskan pergi dari rumah. Bekerja part time untuk membiayai kuliahnya sendiri. Lebih menyakitkan lagi karena ayahnya lebih memilih ibu tirinya dari pada anaknya sendiri. Clara duduk di sebuah halte. Hidupnya sudah hancur. Dia tidak bisa meneruskan kuliahnya dengan kondisinya yang sedang hamil saat ini, tidak ingin semua teman-temannya tau akan aibnya. Menyesal tapi semua sudah terjadi. Bagaimanapun hidup harus tetap berjalan. Harus menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Bus berhenti di depan Clara. Dia menaiki bus dan pergi ke luar kota. Sudah hampir satu bulan Clara berada di kota B. Suli
Pintu kamar diketuk dari luar. Clara bergegas keluar kamar mandi dengan mengenakan handuk yang terlilit ke tubuhnya yang ramping dan putih. "Nona, saya mengantar makanan untuk nona" terdengar Bi Imah dari balik pintu. "Oh iya bi... silahkan masuk. Pintunya tidak dikunci" jawab Clara. Bi Imah membuka pintu. Meletakkan nampan berisi makanan dan segelas air minum ke atas meja di dekat tempat tidur. "Sebaiknya makanan ini nona habiskan. Kalau tidak akan jadi masalah. Saya pergi dulu" kata Bi Imah. "Iya Bi... terimakasih " Clara membuka koper dan sibuk mencari pakaian yang akan dia kenakan hingga tidak menyadari kalau pintu kamar belum ditutup oleh Bi Imah. Tanpa sengaja Rama lewat di depan kamar tamu yang ditempati Clara. Rama tertegun melihat Clara yang hendak melepas handuk yang melilit ditubuhnya karena akan berganti pakaian. Spontan Rama bergegas ingin menutup pintu kamar itu. Mendengar suara langkah kaki Clara menoleh dan terkejut melihat Rama yang sudah memegang gagang pintu.
Keesokan harinya Clara terbangun karena ada yang mengetuk pintu. Sejenak Clara memandang ke tempat tidurnya, tidak ada yang berubah. Syukurlah berarti tidak terjadi apa-apa selama Clara tertidur."Nona Clara. Apakah nona sudah bangun?" Suara Bi Imah terdengar dari balik pintu."Iya bi..." Clara beringsut dari tempat tidurnya. Melangkahkan kakinya untuk membuka pintu."Sarapan nona Clara" Bi Imah masuk ke dalam kamar."Bibi kenapa repot-repot. Tunjukkan saja di mana dapurnya,aku akan ke sana untuk makan. Diantar seperti ini seperti nyonya besar saja""Nona tidak usah sungkan. Bibi sudah terbiasa melayani orang. Lagipula tuan Rama yang menyuruh agar makanan nona Clara diantar ke kamar""Apakah semua tamu diistimewakan seperti ini bi?" Tanya Clara."Tidak pernah ada tamu di rumah ini nona Clara. Paling-paling ibunya tuan Rama yang datang. Itu pun sangat jarang karena beliau tinggal di luar negeri. Menikah lagi dengan orang sana dan menetap di sana setelah 5 tahun kematian ayah tuan Rama.
"Kemarilah Clara. Duduk di dekatku" Nyonya Triana memanggil Clara untuk duduk bersamanya di ruang keluarga. Dengan sedikit gemetar Clara datang dan duduk di samping nyonya Triana. Apa yang akan terjadi hari ini? "Ibu belum sempat bertanya kapan kalian menikah? Kenapa tidak mengabariku?" "Itu...saya..." Clara gugup benar-benar takut salah bicara. "Maafkan saya bu. Saya tidak bisa jelaskan. Biar Tuan Rama nanti yang menjelaskan pada ibu" "Memangnya kenapa?" Masih dengan rasa kebingungan, apa yang harus Clara katakan. Selama ini semua orang di rumah itu mengira bahwa Clara adalah istrinya Rama. Tanpa ada yang berani bertanya kapan menikah atau darimana asal Clara. Clara berpikir sejenak. "Ibu... sebenarnya saya dan tuan Rama...kami..." Tiba-tiba Rama masuk ke ruangan itu. "Ibu..kapan ibu datang?kenapa tidak memberitahuku?" Rama memeluk dan mencium tangan nyonya Triana. Ternyata dia juga bisa bersikap lunak, Clara menatap Rama dengan heran. Bukan seperti Rama yang selama ini dia
"Jaga dirimu baik-baik Clara. Nanti jika cucuku sudah lahir, segera beritahu ibu" Nyonya Triana berpesan pada Clara sebelum kembali ke luar negeri. "Apa ibu tidak ingin menginap di sini lebih lama?" Clara bertanya karena merasa jika ada Nyonya Triana dia terlindungi dari sikap Rama yang selalu dingin dan kasar."Ibu sudah satu minggu di sini. Tuan Smith sudah menelepon ibu beberapa kali agar ibu segera kembali" Tuan Smith adalah suami kedua Nyonya triana."Rama, jaga Clara baik-baik. Aku lihat terkadang kau menyuruhnya melakukan sesuatu seperti atasan pada bawahan. Kalian itu pasangan, tidak baik seperti itu" Nyonya Triana mengingatkan Rama. Terbiasa mendikte Clara sehingga terkadang Rama tidak menyadarinya."Ibu tenang saja" balas Rama."Baiklah. Ibu pergi dulu"Mereka mengantar kepergian Nyonya Triana sampai ke halaman. Sebuah mobil mewah sudah menunggu untuk mengantarkan Nyonya Triana.Setelah kepergian Nyonya Triana, Rama bergegas masuk ke dalam rumah tanpa sedikitpun mempedulika