Share

Chapter. 5

"Kepanasan deh lu, Bunga!" gumam Aldo.

Aldo pun mulai mengoles tempat tidur Bunga dengan balsem, lalu juga tempat duduk di meja belajar Bunga. Sungguh, ia akan sangat bahagia jika Bunga terkena jebakannya ini.

"'Selamat berpanas ria, gadis bodoh!" serunya, lalu kembali keluar dari kamar Bunga menuju ke kamar pribadinya.

Aldo harus istirahat yang cukup, karena dua hari lagi dia akan mengadakan balap liar bersama teman-temannya, dan taruhannya tak main-main.

Tiga puluh menit berikutnya, Bunga pun tiba di kediaman sang majikan. Ternyata, benar tebakan Bunga, sang majikan sedang berada di dapur.

"Bunga! Kenapa kamu berkeringatan?" tanya sang nyonya.

"Tadi Bunga pulang jalan kaki, Nyonya. Soalnya teman-teman Bunga semuanya jalan kaki," ucapnya bohong.

"Jangan bohong kamu! Ini pasti ulah Aldo kan?" tanya sang nyonya.

"Tidak, Nyonya. Saya memang ingin jalan kaki pulang dengan teman-teman baru saya," Bunga masih kekeh dengan jawabannya sendiri, tapi sang majikan tidak akan mempercayainya.

"Kamu ganti baju dulu ya, setelah itu makan siang. Bibi sudah suapin makan siangnya," ucap sang nyonya. Wanita paruh baya itu kasihan sama Bunga karena sudah dikerjai oleh Aldo.

"Baik, Nyonya. Saya ke atas dulu," pamitnya lagi.

Bunga pun masuk ke dalam kamar, lalu segera membersihkan diri. Beruntung besok dirinya akan menggunakan seragam yang berbeda sehingga Bunga tidak perlu mencuci dengan cepat pakaian yang baru saja ia kenakan.

Setelah membersihkan diri, Bunga pun duduk di depan meja belajarnya. Ia akan merapikan dulu perlengkapan yang harus dibawanya besok sesuai dengan apa yang disarankan oleh gurunya. Meski ketika cerdas cermat berlangsung, tidak diizinkan membawa apapun, setidaknya ketika menunggu, mereka masih bisa membaca materi yang akan dilombakan.

Tiba-tiba saja, Bunga teringat akan Bapaknya, dan entah kenapa Bunga merasa lebih nyaman berada di rumahnya. Hari pertama bersekolah sudah dinodai oleh kelakuan majikannya yang tidak menyukai Bunga. Rasanya memang terlalu dini jika Bunga langsung menyerah begitu saja. Akan tetapi, jujur saja, di lubuk hati yang paling dalam, Bunga ingin pulang dan tinggal di rumahnya.

"lbu.... Bapak, Bunga kangen," ucap Bunga gadis itu sambil menangis, karena merindukan sosok ibu dan ayah yang tak pernah dilihatnya seumur hidup.

"Kenapa panas sekali ya?" gumam Bunga. Dia lalu menyentuh bagian belakang tubuhnya dan merasakan ada benda lengket di sana. Otak cerdasnya langsung menebak bahwa ini adalah balsem, karena rasa panas yang ditimbulkannya benar-benar seperti balsem.

Bunga memejamkan mata dan ia tahu siapa pelakunya. Tidak mungkin orang lain selain majikannya tersebut.

"Astaga, panas sekali! Sepertinya dia menggunakan yang berwarna merah itu sampai bokongku terasa terbakar," gumam Bunga, "Jangan menyerah, Bunga. Kamu harus bisa menghadapinya. Buktikan kamu bisa melakukan ini demi cita-citamu, Bunga," ucapnya lagi, menyemangati diri sendiri.

Sekarang, ia harus lebih berhati-hati sebelum masuk kamar, karena keusilan Aldo sudah pasti tidak akan pernah berhenti sampai Bunga mengundurkan diri dari rumahnya.

"Kalau saja kamu bukan anak majikanku yang membiayai sekolahku, kemungkinan aku akan membuat perhitungan denganmu," ucapnya lagi.

Bunga bergegas mengganti pakaiannya lagi, lalu membersihkan tempat duduk itu. Setelah semuanya beres, Bunga memilih untuk pergi ke bawah karena tidak enak ditunggu oleh sang majikan.

"Aku harus bersikap seakan tidak terjadi apa-apa," pikir Bunga.

Setelah meyakini tidak ada bau balsem lagi yang melekat di tubuhnya, Bunga pun bergegas keluar bersamaan dengan Aldo yang juga keluar dari dalam kamarnya.

"Apa lu lihat-lihat!" tantang Aldo, lalu melengos pergi ke lantai bawah, diikuti oleh Bunga yang juga akan makan siang yang kesorean bersama.

Esok harinya, di sebuah gedung yang cukup luas dan mewah, sedang berlangsung lomba cerdas cermat yang diikuti oleh seluruh provinsi di Indonesia. Mereka semua mencoba memberikan jawaban terbaik untuk provinsi masing-masing, khususnya sekolah mereka sendiri.

Jangankan menjadi pemenang, menjadi peserta dalam cerdas cermat ini saja sudah membuat mereka sangat bangga. Dan hari ini adalah final dari lomba cerdas cermat tersebut, yang diwakili oleh tiga provinsi: Bali, Jakarta, dan Jawa Tengah.

Seluruh peserta sudah menyelesaikan tugasnya. Mereka sudah berusaha memberikan yang terbaik untuk sekolahnya, dan kini tibalah saatnya pengumuman juara.

"Ini dia, peserta yang sudah melakukan tugasnya dengan sangat baik! Kita sambut kehadiran anak-anak cerdas dan berbakat ini," teriak seorang MC wanita penuh semangat.

Mereka pun berbaris berjejer. Ada sembilan peserta cerdas cermat di sana, dan mereka sudah pasti peraih tiga besar.

"Peserta pertama, dari sekolah Putra Bali, wakil dari provinsi Bali," ucap MC wanita itu.

"Peserta kedua, dari sekolah Harapan Bangsa Jakarta. Dan ada yang menarik di sini, mereka menghadirkan peserta yang kemampuannya sudah tak bisa diragukan lagi," ucap MC wanita, dan semua orang tahu dia sedang memuji Bunga.

Bunga adalah peserta dari sekolah Anak Bangsa Jakarta, dan berhasil menyapu bersih pertanyaan di babak kedua dan ketiga. Naya dan Alma tampak tidak suka dengan pujian itu.

"Dan yang terakhir, dari sekolah Nusantara Pintar Jawa Tengah," teriak MC pria.

Suasana riuh seketika tercipta di sana. Mereka sangat membanggakan kehadiran Bunga sebagai peserta paling tangguh dalam lomba cerdas cermat kali ini, sampai akhirnya MC pun mengumumkan juaranya.

"Peraih nilai tertinggi dalam lomba cerdas cermat ini adalah...!"

"Ya Tuhan, semoga sekolah kami menang," doa Bunga dalam hati. Meski ia mampu menjawab pertanyaan dengan baik, tetap saja saat pengumuman, Bunga ikut deg-degan. Karena nilai yang dipakai adalah nilai total selama mereka melakukan lomba cerdas cermat. Sedangkan Bunga hanya peserta pengganti.

'Kalau saja tidak ada dia, mungkin aku bintangnya hari ini,' batin Alma kesal. Alma pikir setelah Rachel mengalami kecelakaan, dia akan berhasil menjadi bintangnya. Tapi ternyata para guru malah kembali mencari pengganti Rachel, yang katanya justru lebih pintar dari Alma dan juga Naya. Tentu saja hal ini membuat mereka berdua meradang.

Tak jauh berbeda dari Alma, Naya pun merasakan hatinya mendidih setelah mendengar banyaknya ucapan selamat yang ditujukan kepada Bunga. Bagi Naya, seharusnya dialah yang layak mendapatkan pujian itu, bukan gadis ingusan di sampingnya ini.

"Aldo, gue harus bisa dapetin murid baru itu. Gue akan cari perhatiannya agar bisa menjadi kekasihnya," salah satu teman Aldo berucap. Entah kenapa Aldo tidak suka mendengarnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status