Home / Rumah Tangga / Terjebak Dendam dan Gairah / 11. Semua semakin jelas terlihat

Share

11. Semua semakin jelas terlihat

Author: QueenShe
last update Last Updated: 2025-07-24 09:16:14

Suara dering ponsel membelah keheningan kamar hotel, nyaring dan berkali-kali, seolah memaksa kesadaran yang masih tenggelam dalam sisa-sisa malam yang hangat untuk bangkit. Riri menggeliat pelan dalam pelukan Damian. Tubuhnya masih lemas, seakan baru saja larut dalam mimpi yang terlalu nyata, namun dering itu tak juga berhenti. Hening sejenak… lalu berbunyi lagi, kali ini lebih mendesak. Dunia luar seolah mengetuk, menuntut mereka kembali menghadapi kenyataan.

Damian mendesah berat, kepalanya yang bersandar di bahu Riri ikut bergerak. “Siapa?” tanyanya, suaranya serak, tangan masih melingkar erat di pinggang Riri.

“Ponselku berdering, Damian. Mungkin penting,” jawab Riri, mencoba melepaskan diri.

“Ini masih dini hari, sayang,” gumam Damian, suaranya malas dan berat. “Apa yang lebih penting dari tidur bersamaku?”

“Lepaskan,” ucap Riri pelan tapi tegas. Ada kekhawatiran yang samar terselip dalam nadanya. “Aku takut ini soal Kana… atau Ayah…”

Damian menatapnya beberapa detik, sorot mata
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Terjebak Dendam dan Gairah   S3 - Kenikmatan Baru (21+)

    Aldrich membalikkan posisi, kini dia yang berada di atas Pevita. Dia menatap gadis itu yang berbaring di bawahnya, rambut tergerai di bantal, napas terengah-engah, mata penuh kepercayaan."Kali ini," bisik Aldrich, tangannya menyingkirkan sisa gaun tidur Pevita, "kita akan menyatu. Seperti di Bali, tetapi kali ini kamu sudah tahu apa yang akan terjadi."Pevita mengangguk, tangannya melingkar di leher Aldrich. "Saya siap, Tuan."Aldrich memposisikan dirinya, kemudian perlahan, sangat perlahan, memasuki Pevita. Kali ini tidak ada hambatan seperti malam pertama, tetapi tubuh Pevita masih belum sepenuhnya terbiasa. Dia merasakan gadis itu menegang, menahan napas."Bernapas," perintah Aldrich lembut, tidak bergerak sampai tubuh Pevita rileks. "Bernapas, Pevita."Pevita menarik napas panjang, dan saat tubuhnya mulai menerima, Aldrich melanjutkan sampai mereka sepenuhnya menyatu."Tuan..." bisik Pevita, tangannya mencengkeram punggung pria itu.Aldrich mulai bergerak, perlahan pada awalnya,

  • Terjebak Dendam dan Gairah   S3 - Melayani Tuan (21+)

    Pevita duduk di tepi ranjang besar Aldrich, tangannya berkeringat. Kamar tidur utama ini sangat luas, dengan dinding kaca yang menghadap ke pemandangan kota Jakarta yang berkelap-kelip. Ranjang king size dengan seprai sutra berwarna abu-abu gelap mendominasi ruangan.Dia sudah mengganti pakaiannya dengan gaun tidur sederhana berwarna putih yang ditemukannya di lemari, kemungkinan sudah disiapkan oleh Aldrich sebelumnya. Gaun itu tipis, hampir tembus pandang, membuat Pevita merasa sangat rentan.Pintu kamar terbuka. Aldrich masuk dengan langkah tenang, sudah berganti pakaian tidur hitam dengan kemejanya terbuka dua kancing atas, memperlihatkan sebagian dadanya yang berotot.Matanya langsung tertuju pada Pevita yang duduk kaku di tepi ranjang."Kamu menungguku," kata Aldrich, bukan sebagai pertanyaan, tetapi sebagai pernyataan puas."Ya, Tuan," jawab Pevita pelan, tangannya meremas ujung gaun tidurnya.Aldrich berjalan mendekat, langkahnya pelan dan penuh perhitungan. Dia berhenti tepat

  • Terjebak Dendam dan Gairah   S3 - Sangkar Emas

    Pevita menunggu di lobi mansion hingga mendapat isyarat dari Lasmi bahwa Tuan Aldrich telah pergi. Kemudian, sesuai instruksi, ia memanggil taksi dan pergi ke penthouse sendirian, membawa sebuah tas kecil berisi barang-barang pribadinya. Penthouse Aldrich terletak di puncak salah satu gedung pencakar langit tertinggi di Jakarta. Ketika Pevita tiba, ia disambut oleh petugas keamanan yang segera mengarahkan ke lift pribadi yang hanya bisa diakses dengan kartu khusus. Jantung Pevita berdebar kencang. Ini bukan lagi rumah keluarga besar yang hangat seperti mansion. Ini adalah sarang pribadi seorang penguasa. Ketika pintu lift terbuka, Pevita melangkah masuk ke dalam ruang tamu yang luar biasa luas, diterangi oleh cahaya rembulan yang masuk melalui dinding kaca dari lantai ke langit-langit. Pemandangan kota yang berkelip-kelip terbentang di bawahnya, tampak kecil dan jauh. Aldrich sedang berdiri di tepi jendela, mengenakan kemeja yang longgar, menatap pemandangan kota. Dia tidak berbal

  • Terjebak Dendam dan Gairah   S3 - Tuan dan Pelayan

    Pagi itu, Pevita terbangun dalam pelukan Aldrich. Rasa sakit di tubuhnya, noda darah di seprai, dan wajah damai Aldrich di sebelahnya, semua menegaskan kenyataan malam itu. Rasa malu langsung menyerbu Pevita. Dia ingat segalanya, tawaran telanjangnya, kelembutan Aldrich, dan bagaimana dia menyerahkan dirinya sebagai pembayaran hutang. Dia berusaha melonggarkan pelukan Aldrich, ingin melarikan diri ke kamar mandi. Saat Pevita bergerak, Aldrich menggumam pelan. Pelukannya semakin erat. "Jangan bergerak," bisik Aldrich, suaranya serak. Matanya masih tertutup. Pevita membeku. "Tuan... saya harus mandi." Aldrich membuka mata perlahan. Mata cokelatnya yang tajam kini tampak mengantuk dan lembut. Dia menatap Pevita, senyum kecil tersungging di bibirnya. "Selamat pagi," kata Aldrich, nadanya dalam. Pevita merasa ingin menghilang. "Selamat pagi, Tuan," bisik Pevita segera menunduk. Aldrich tersenyum kecil. Entah kenapa hatinya suka saat Pevita memanggilnya 'Tuan'. Ada rasa dominasi

  • Terjebak Dendam dan Gairah   S3 - Bukan Hutang (21+)

    Aldrich berdiri terpaku, napasnya memberat. Rayzen, sisi gelapnya yang selalu menuntut, selalu mengambil alih dan berteriak di dalam kepalanya. Namun ada sesuatu yang berbeda malam ini. Sesuatu yang membuatnya melangkah maju bukan dengan keganasan Rayzen, melainkan dengan kehati-hatian Aldrich yang sesungguhnya. "Pevita..." bisiknya, suaranya serak. Dia melangkah mendekati gadis itu, tangannya terangkat perlahan. Jari-jarinya menyentuh pipi Pevita yang basah, ternyata gadis itu menangis tanpa suara. Air mata mengalir di wajah yang berusaha keras terlihat berani. "Kamu tidak harus melakukan ini," kata Aldrich pelan, ibu jarinya menghapus air mata di pipi Pevita. "Kamu tidak berhutang apa-apa padaku dengan cara ini." "Tapi saya mau, Tuan," bisik Pevita, suaranya bergetar. "Saya... saya mau memberikan ini pada Anda. Karena Anda satu-satunya orang yang pernah melindungi saya. Jika bukan Anda, saya sudah mati atau... lebih buruk dari itu." Aldrich menarik napas panjang. Rayzen mendes

  • Terjebak Dendam dan Gairah   S3 - Penyerahan diri

    Aldrich duduk di hadapan Pevita, di kamar vila tersembunyi Bali. Dia telah menyelesaikan urusannya dengan Ayah Pevita dan Gatot. Amarahnya mereda, digantikan oleh kepuasan yang dingin dan rencana yang cermat. "Sudah selesai," kata Aldrich, matanya tegas. "Ayahmu sudah pergi, dia memilih uang tunai daripada kalian. Gatot dan kelompoknya tidak akan lagi mengganggu siapa pun." Pevita hanya bisa mengangguk, isakan di tenggorokannya tertahan. "Terima kasih, Aldrich. Saya tidak tahu bagaimana saya bisa membalas semua ini." "Jangan berterima kasih," potong Aldrich. "Aku melakukan ini karena kamu adalah tanggung jawabku. Dan kamu hampir membuatku gagal membersihkan kotoran yang ditinggalkan Candra." Aldrich menghela napas. "Leo sudah di rumah sakit, dia akan menjalani rehabilitasi. Ibumu akan dirawat sampai stabil. Kalian aman, Pevita." "Lalu... apa yang harus saya lakukan, Tuan?" tanya Pevita, takut akan pengusiran. Aldrich menatapnya. Dia memikirkan betapa mudahnya ia terbiasa dengan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status