Home / Romansa / Terjebak Di Antara Para Lelaki Tampan / Bab 3. Kesan Itu Penting, nggak, sih?

Share

Bab 3. Kesan Itu Penting, nggak, sih?

Author: Diana Mogami
last update Last Updated: 2021-11-17 23:54:28

Selesai acara makan siang itu keempatnya kembali ke kantor. Sementara Aidan memilih untuk pulang. Raika menjadi sedikit pendiam, apalagi setelah beberapa kejadian memalukan baginya di restoran tadi. Dari awal perkenalan hingga makan siang, sepertinya Raika hanya mempermalukan diri.

Keempatnya memasuki halaman kantor PDP. Bangunan berlantai dua itu memiliki pintu kaca untuk masuk. Dan kita akan dihadapkan pada ruang depan yang memajang display contoh mesin percetakan dan mesin fotocopy.

Di lantai satu terdapat gudang, serta ruangan staff gudang. Lalu, ada pantry sekaligus tempat penyimpanan alat kebersihan. Sisanya terdapat dua toilet serta satu ruangan yang disediakan sebagai musholla.

Menuju lantai atas terdapat empat ruangan. Ruangan dekat tangga adalah ruangan Bu Dina bersama Hani dan Raika. Sebelahnya terdapat ruangan Rudi bersama para teknisi, bagian pemasaran, dan penjualan. Dan ruangan paling ujung menjadi ruangan yang akan ditempati oleh Aidan. Lalu ruang satunya berada tepat di seberang ruangan Rudi yang dipakai sebagai ruang rapat.

“Saya balik ke ruangan, ya,” ujar Rudi pada ketiganya.

Rudi pun meninggalkan ketiga wanita yang kini memasuki ruangannya. Ketiganya duduk di kursi masing-masing.

“Gimana Neng setelah ketemu Aidan?” tanya Bu Dina pada Raika sebelum melanjutkan pekerjaannya.

“Baik sih, Bu. Pas ngobrol juga lumayan seru, tapi kayak agak dingin, ya orangnya,” jawab Raika sedikit meringis karena takut salah bicara.

 “Dari dulu dia mah punya kelakuan anyep gitu,” komentar Hani membuka kembali pekerjaannya. “Tapi lama-lama juga nggak, kok.”

“Iya, Neng. Tapi kadang kalau yang cakep gitu, sikapnya dingin teh malah bikin penasaran,” seloroh Bu Dina membuat Hani tertawa.

“Tapi tadi saya konyol banget nggak, sih? Nggak sopan makan kayak begitu di depan Pak Aidan.” Wajah Raika kembali murung mengingat kejadian di restoran tadi. “Belum lagi saya bengong pas salaman sama Pak Aidan.”

***

Raika menatap Hani dan Bu Dina bergantian. Mencoba mencari jawaban dari kedua rekan kerjanya itu.

Hani mengibaskan tangannya tidak peduli. “Santai aja, Aidan bukan orang yang ribet kok. Dan gue ngerti kenapa lo sampe bengong gitu. Cakep banget kan tuh orang?” tembak Hani membuat Raika sedikit malu, namun akhirnya gadis itu menganggukan kepalanya.

Bu Dina pun ikut tersenyum. “Nggak usah malu ngakuinnya, Neng. Ibu juga kalau lebih muda dikit mau aja sama Aidan,” guraunya mendapat tawa dari kedua bawahannya.

   “Tapi malu, Bu. Baru ketemu udah ngasih kesan jelek,” tukas Raika.

  “Udah tenang aja, lagian Aidan juga nggak kan mikirin hal begitu. Bukan orang yang bakal nyindir-nyindir karena cara makan lo,” tutur Hani mencoba menenangkan Raika. “Dan gue yakin Aidan juga bakal lupa sama terpesonanya lo tadi ama dia,” tambahnya.

“Iya, deh, kalau gitu. Aku coba lupain,” ucap Raika.

“Tapi tuh orang emang cakep banget, nggak sih? Dia kalau jadi artis juga bakal laku kalau kata gue,” ujar Hani yakin.

“Iya, Teh. Aku sampe mikir mukanya kayak Zayn Malik. Udah kayak ketemu artis aja aku tuh tadi,” puji Raika tidak mencoba menyembunyikannya.

“Hati-hati nanti jatuh cinta, Neng,” tutur Bu Dina menggoda Raika.

Raika segera mengibaskan kedua tangannya ke kiri dan ke kanan.

“Beda level, Bu,” balas Raika merendah. “Masa saya yang begini berani cinta-cintaan ke Pak Aidan.”

“Lah, kalau namanya jodoh siapa yang tahu, ya, Bu?” ujar Hani yang disetujui oleh Bu Dina.

“Aduh, Teh, asli deh kayaknya nggak mungkin banget terjadi,” sanggah Raika penuh keyakinan.

***

 Sesampainya di rumah Raika langsung menuju kamarnya. Ingatannya kembali pada kejadian beberapa jam lalu seraya menghela napasnya. Gadis itu masih merasa malu dan kesal pada dirinya sendiri. Kenapa sikapnya bisa seceroboh itu pada orang yang baru ditemuinya. Apalagi dia adalah bos barunya di kantor.

“Hiks… Malu-maluin banget, sih,” gumam Raika seraya menutup wajahnya dengan kedua tangan.

“Kenapa, Dek?” Suara berat menginterupsi membuat Raika melepaskan tangannya.

“Oh, nggak apa-apa, Kak. Cuma agak cape aja tadi di Cimindi agak macet,” jawabnya bohong pada sang kakak sulung, Rasya.

“Kakak ambilin minum dulu, ya untuk Adek.” ujar lelaki 32 tahun itu seraya melangkah menuju dapur.

“Eh, nggak usah, Kak.” Raika setengah berdiri, namun Rasya mendudukannya lagi di ranjang.

“Udah Adek istirahat dulu, biar Kakak yang ambilin minum.”

Rasya pun meninggalkan Raika menuju dapur. Untuk beberapa saat Raika kembali teringat janji ketiga kakaknya ketika berkenalan dengan Aidan tadi. Lagi-lagi Raika menghela napas pelan.

Ketiga kakaknya memang begitu perhatian, melindungi, dan menyayanginya. Apapun keinginan Raika pasti dikabulkan, meski kadang ada beberapa hal yang sulit diwujudkan. Namun, jika hal tersebut berhubungan dengan laki-laki, tidak ada kata setuju dalam kamus ketiganya.

Bahkan pacar pertamanya saat kuliah saja harus merasakan bogeman mentah kakak keduanya karena mereka ketahuan berpegangan tangan. Yang menyebabkan Raika masuk daftar hitam dalam incaran laki-laki di kampusnya.

“Ini Dek, minumnya,” Rasya menyodorkan gelas berisi sirup jeruk dingin untuk adiknya.

Raika tersenyum kala menerimanya dan mengucapkan terima kasih.

“Seger bangettt!” ujar gadis itu girang. “Kakak tumben udah pulang?” tanya Raika.

“Tadi kakak dinas luar, terus langsung pulang,” jawab Rasya.

Raika hanya ber-oh ria dan kembali meneguk minumannya. Kali ini minuman itu dihabiskannya.

“Sini gelasnya Kakak bawa.” Raika menyerahkan gelas tersebut pada kakaknya. “Kakak ke bawah lagi, ya. Adek juga mandi gih, biar badannya seger lagi.”

Raika menganggukan kepalanya dan Rasya pun keluar dari kamar gadis itu.

Setelah Rasya pergi pikiran Raika kembali menerawang. Wajah tampan Aidan kembali memasuki pikirannya. Bagaimana Raika akan bekerja nanti jika wajah tampan itu akan selalu berseliweran setiap harinya? Apalagi Raika sudah memberi kesan memalukan pada Aidan. Mana mungkin lelaki itu akan suka pada-

“Eh, kok malah mikir ke situ sih?” tanyanya terkejut pada diri sendiri. Dengan cepat Raika menggelengkan kepalanya dan menepuk pelan pipinya. “Jangan mikir yang aneh-aneh. Inget, Ka! Dia itu atasan kamu, udah gitu cucu konglomerat lagi. Lagian cowok cakep gitu pasti udah punya pacar. Jangan ngehalu. Mending cari yang normal-normal aja.” Sesaat kemudian gadis itu menurunkan bahunya lemah.

“Jangankan mau dapetin cowok cakep dan kaya. Baru dapet kenalan aja udah kena ancaman duluan.”

Dan lagi-lagi Raika menghela napas.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjebak Di Antara Para Lelaki Tampan   Bab 55. Harus Gimana Sekarang?

    “Kamu nggak lagi ngelindur kan ngomong kayak gini?” Raihan mendelik tajam pada Rama yang duduk di sampingnya. Sementara Rasya menatap dalam diam, tapi jelas sangat menusuk. Rama menggelengkan kepalanya seraya menatap bergantian pada kedua kakaknya. “Aku nggak lagi ngelindur atau bercanda, Kak. Aku serius sama ucapan aku.” Rasya mendesah setengah gusar. “Apa karena pacar Adek udah pernah nolongin kamu waktu itu, jadi sekarang kamu balas dengan ngedukung mereka?” Rama melipat bibirnya karena ucapan Rasya cukup tepat sasaran. Tak mau menyembunyikannya, lelaki kurus itu pun menganggukkan kepalanya. “Kamu jadi subjektif kalau gitu, Ram. Hanya karena dia pernah nolongin kamu, nggak berarti sekarang kamu harus balas dengan cara kayak gini,” protes Raihan tak terima dengan alasan sang adik. “Itu cuma salah satunya, Kak,” Rama menjeda ucapannya dan melanjutkan, “kemarin dia datang nemuin aku dan kami ngobrol banyak.” Kedua kakaknya tampak terkejut. Tentu saja kejadian itu hal langka bagi

  • Terjebak Di Antara Para Lelaki Tampan   Bab 54. Kabur Aja Dulu

    Untuk pertama kali dalam hidupnya, Raika melarikan diri dari rumah. Dari semua adu mulut dan pertengkaran yang pernah terjadi dengan tiga kakaknya, baru kali ini rasanya Raika benar-benar marah. Bahkan keputusan ini tak pernah terbayangkan olehnya. “Mau kemana, Mbak?” tanya sang Supir ramah seraya menatap lewat kaca spion dalam. Raika terdiam. Saat menghentikan taksi barusan ia tak memikirkan ke mana akan pergi. Yang ia tahu, ia hanya ingin pergi dari rumah. Pergi dari kakaknya yang protektif. “Jalan aja dulu, Pak. Nanti saya kasih tahu lagi.” Hanya itu jawaban yang bisa Raika berikan. Gadis itu mengusap pipinya yang basah saat berteriak pada kakaknya tadi. Ia menangis. Sang Supir hanya menganggukkan kepala dan melajukan taksinya keluar komplek perumahan. Raika menatap jalanan melalui jendela mobil seraya menggigit bibir bawahnya menahan marah. “Aku doain jodoh Kak Rasya lebih nyebelin dari aku. Dasar Kakak dzalim…” gumamnya geram kembali menitikan airmata. “Haah… astaghfirullah…

  • Terjebak Di Antara Para Lelaki Tampan   Bab 53. Apa Lagi Ini?!

    Rasya dan kedua adiknya bergegas keluar rumah mencari Raika. Rasa khawatir, cemas, dan bersalah kini menghantui Rasya. Tak pernah ia menginginkan pertengkaran seperti ini dengan adik bungsunya. Ia hanya ingin melindungi sang adik. Memberi yang terbaik agar adiknya tak tersakiti. Namun, sepertinya semua itu tak sama dengan yang dipikirkan Raika.Tok… tok… tok…Rama mengetuk pintu rumah Khalif dengan sopan walau perasaannya sedang tak karuan saat ini. Saat akan mencari Raika tadi, Rama berpamitan pada Shinta. Wanita paruh baya itu memberitahu Rama jika dirinya sudah menghubungi Khalif melalui ibunya. Semoga saja saat ini sang adik ada di rumah Khalif.“Assalamu’alaikum.”“Walaikumsalam,” sahut suara wanita dari dalam rumah.Seseorang membuka pintu dan terkejut menatap tiga orang lelaki tinggi berdiri di depan rumahnya.“Eh, Rasya, Raihan, Rama? Ada apa ini?” tanya Rini, Ibu Khalif.“Maaf ganggu malem-malem, Tan. Adek ada datang ke sini, nggak?” tanya Rama dengan wajah cemas.“Raika? Ngg

  • Terjebak Di Antara Para Lelaki Tampan   Bab 52. Dan Terjadi Lagi...

    Keluarga Raika baru saja menyelesaikan makan malam. Meski dalam suasana yang canggung, semua keluarga tetap makan seperti biasa. Hanya saja, tak ada obrolan ringan menyenangkan.Rasya baru saja akan melangkah, tapi Raika yang sudah menahan kata-kata di lidahnya sejak tadi sore segera menghampiri sang kakak.“Jadi, maksud Kakak ngundang A Aidan tadi buat bikin malu dia? Sampe-sampe bawa orang yang nggak tahu apa-apa segala.”Rasya menoleh dan menghadap pada Raika. “Karena dia bukan cowok yang pantes buat Adek,” katanya tegas dengan wajah serius.“Apa?”“Kakak udah tahu siapa dia,” ungkap Rasya datar. “Dan Kakak semakin nggak setuju Adek pacaran sama dia.”“Kakak ini apa-apaan sih? Makin ke sini Kakak tuh makin nggak ngaco, tahu, nggak.”Percakapan kakak beradik itu mendapat perhatian dari seluruh keluarga yang ada di ruang makan. Bisa dilihat jika keduanya kembali membahas hal yang sama. Ketidaksetujuan Rasya terhadap hubungan sang adik dan Aidan.Raihan dan Rama hanya saling menatap c

  • Terjebak Di Antara Para Lelaki Tampan   Bab 51. Dibalik Semua Pesan

    (Si Macan Manja) Dek, maafin kakak, ya 10.54 Raika menatap heran pesan yang dikirim oleh Rama padanya. Perempuan itu hanya mengabaikan pesannya dan kembali bekerja. “Teh, untuk Sewarna kita stop service dulu, ya. Mereka masih ada tunggakan,” beritahu Raika pada Hani. “Oke.” Hani mengacungkan jempolnya. “Rudi sama Aidan udah dikabarin?” tanyanya. “Udah, Teh. Jadi kalau mereka minta service nggak bisa kita kasih dulu.” “Sip.” “Neng, faktur yang kemarin udah beres?” tanya Bu Dina seraya menoleh sekilas pada Raika. Wanita itu sedang sibuk menyiapkan kas kecil untuk teknisi yang akan dinas luar. “Udah, Bu. Ini, Bu.” Raika menyerahkan form faktur pada Bu Dina. “Hah, gila, ya. Kerjaan awal bulan tuh emang paling nyebelin,” keluh Hani. Perempuan itu baru saja menyelesaikan pekerjaannya dan sedikit meregangkan ototnya yang kaku. “Pengennya nyantei terus, ya, Teh,” timpal Raika seraya terkekeh. “Jelas itu.” Hani tertawa pelan kemudian menggerakan kepalanya ke kiri dan ke kanan. Ponse

  • Terjebak Di Antara Para Lelaki Tampan   Bab 50. Galaunya Rama

    Aidan menatap ruko dua lantai itu dengan seksama. Terlihat satu mobil box terparkir di sana dan beberapa motor. Dengan tekad kuat lelaki itu pergi mendekat ke ruko.Mendengar cerita kekasihnya kemarin, Aidan tidak ingin tinggal diam. Ia ingin melakukan sesuatu untuk kekasihnya itu. Apalagi semua ini menyangkut masa depan hubungan keduanya. Aidan tidak bisa mundur.Tidak.Bukan karena Aidan tidak bisa mundur, melainkan karena Aidan tidak ingin mundur begitu saja. Perasaannya pada Raika sudah tak terbendung. Cintanya pada gadis itu membuatnya tak ingin melepaskan Raika.“Permisi,” sapa Aidan pada lelaki yang sedang membereskan beberapa rumput sintetis.“Ya?” balas si pria bertubuh sedikit gemuk itu dengan ramah. “Mau pesen rumput, Mas?”Aidan menggelengkan kepala sambil mengulas senyum tipis. “Bukan, Mas. Saya mau ada perlu sama Kak Rama,” ujar Aidan. “Orangnya ada?”“Oh. Bentar, ya, saya panggilin dulu.”Si pria pergi meninggalkan Aidan yang menunggu di depan ruko. Setelah dua menit, k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status