Share

BAB 4 - Rencana yang Gagal

Mata Alana terbelalak. Gerakannya terhenti karena terkejut.

Berdiri tidak jauh dari tempatnya berdiri adalah Samuel, yang tanpa gadis itu ketahui ternyata menginap di rumah mereka. Bagaimana mungkin lelaki sialan itu menginap di rumah calon mempelainya di malam pernikahan mereka? Alana benar-benar tidak habis pikir.

“Mengapa kamu membawa koper malam-malam begini? Kamu mau kabur?” tanya Samuel menyelidik.

Setelah kesadarannya kembali, Alana bergegas keluar dari rumah. Namun baru sampai teras depan, Samuel sudah berhasil meraih sikunya. Dengan paksa lelaki itu menarik Alana kembali masuk ke dalam rumah.

“Lepaskan ... Lepas ...” Alana meronta-ronta berusaha melepaskan cengkraman tangan Samuel, tetapi percuma saja. Koper yang tadi dia pegang bahkan kini sudah tidak ada di tangannya.

“Ku bilang lepaskan ...”

“Diam kamu!” Bentak Samuel.

Alana takut mamanya terbangun karena keributan itu sehingga kemungkinan dia bisa kabur akan semakin mustahil. Dia berusaha menginjak kaki Samuel atau menyikutnya untuk melepaskan diri namun tidak berhasil.

“Claudia ... ! Claudia, bangun!” Samuel berteriak memanggil-manggil mama Alana. “Claudia ...”

Mama Alana yang mendengar keributan itu bergegas keluar kamar. Wanita itu terlihat lelah dan mengantuk, tetapi matanya langsung terbuka lebar saat mengetahui calon suami dan anaknyalah yang membuat keributan.

“Lihat ini, anak kamu berusaha kabur.”

Samuel mengempaskan Alana hingga gadis itu nyaris tersungkur ke lantai. Untuk mendukung ucapannya, Samuel mengambil koper yang tadi dijatuhkan Alana di ruang depan dan meletakkan benda itu di hadapan Claudia.

“Kabur? Kamu mau kabur? Mau kabur ke mana kamu, hah? Jawab, Lana! Berani-beraninya kamu mau kabur dari Mama!”

Claudia menjambak rambut panjang Alana yang saat itu hanya bisa menangis.

“Sam, ambil tas dan kopernya!”

“Jangan, Ma. Lana mohon, jangan ... ” Alana berusaha menarik tas selempang yang kini berusaha direnggut darinya. Dengan tidak berdaya Alana melihat Claudia menumpahkan isi tasnya tersebut ke atas meja.

Ingin rasanya Alana melawan, tetapi tidak bisa karena kini Samuel kembali memegangi kedua lengannya dengan erat. Di tas itu Alana hanya menyimpan beberapa barang terpenting.

Dompet yang berisi sedikit uang dan kartu tanda pengenal, handphone, dan tentunya benda paling penting yang saat ini tengah dipegangi oleh Claudia.

Ya, di antara barang-barangnya tersebut Claudia berhasil menemukan tiket pesawat yang telah dibeli Alana tempo hari secara diam-diam.

Claudia memastikan lokasi tujuan Alana sebelum akhirnya amarahnya benar-benar meledak. Selama bertahun-tahun dia telah berhasil menjauhkan putrinya dari mantan suaminya, tetapi sekarang gadis itu malah hendak berlari ke sana.

“Apa-apaan ini, Lana? Kamu mau kabur dan pergi menemui papa kamu?”

Alana hanya terdiam sambil menangis sesenggukan.

“Kamu tahu kan, dia sudah menikah lagi? Dan kamu dengan tidak tahu malunya mau menemui mereka? Di mana harga diri kamu? Mama tidak membesarkan kamu untuk mempermalukan Mama!” ujar Claudia murka.

“Aaahh!” Alana memegangi rambutnya yang kembali dijambak oleh Claudia. “Ampun, Ma. Sakit ... ”

“Papa kamu itu udah membuang kamu. Dan kalau kamu menemui dia sekarang, dia dan istri barunya akan kembali membuang kamu. Tempat kamu itu di sini, sama Mama. Ngerti kamu?” Claudia sudah seperti orang kesetanan dan tidak mempedulikan putrinya yang memohon ampun.

“Claudia, sudah cukup. Aku rasa Alana sudah menyesal.” Samuel berusaha menenangkan calon istrinya dan melepaskan cengkraman Claudia pada rambut Alana yang semakin berteriak kesakitan.

Akhirnya Claudia melepaskan Alana dan mendorong tubuh gadis itu hingga jatuh terduduk di lantai.

“Jangan pernah berani-berani kamu kabur lagi. Karena Mama tidak akan segan buat hukum kamu!” Ancam Claudia.

Alana tersentak melihat Claudia yang berniat merobek tiketnya.

“Jangan, Ma ... Lana mohon jangan dirobek,”

Alana berusaha bangkit dan menggapai tangan Claudia, tetapi terlambat. Kini kertas tersebut sudah berubah menjadi serpihan-serpihan kecil.

Seolah ingin lebih menyakiti Alana, Claudia melemparkan potongan-potongan kertas tersebut tepat ke muka sang putri. Alana tidak bisa merasakan kakinya, dia merasa seakan tubuhnya melayang. Kini harapannya hancur.

“Sekarang, kamu tidak akan bisa kabur lagi. Sekali lagi kamu kabur, Mama akan potong kaki kamu!” Claudia menyeret Alana kembali ke kamar dan mengunci pintunya dari luar.

Kali ini Alana bahkan tidak berusaha melawan lagi karena tahu itu percuma. Koper dan tasnya diambil oleh Claudia dan entah akan disembunyikan di mana.

Alana berdiri di kamarnya yang gelap. Hatinya begitu sakit hingga mati rasa. Dia merasa teraniaya di rumahnya sendiri. Diperlakukan kasar dan semena-mena, bahkan kini dia diperlakukan layaknya seorang tahanan.

Haknya untuk bertemu dengan sang ayah pun telah direnggut darinya. Lagi-lagi Alana hanya bisa menangis, karena hanya hal itu yang bisa dilakukannya saat ini.

Sungguh makhluk lemah tidak berguna. Bodoh ...  Air matamu tidak bisa menolongmu, Alana, maki Alana dalam hati.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nha Ra Ins
haiishh,,Alana memang bodoh. knp kabur hrs lewat pintu utama...‍♀️hadeeuuhh...kl mo kabur ya lwt jendela atuh sayyy...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status