Apa yang terjadi jika saudara tiri yang membencimu ternyata memendam rasa kepadamu? Dan musuh dari saudara tirimu juga jatuh cinta kepadamu? Dan masalah ini menjadi makin pelik saat kau mencintai keduanya. Jika hanya satu yang harus kau pilih, mana kah yang akan menjadi pilihan hatimu?
View MorePraaangg!
Sebuah gelas hancur berserakan di lantai karena dilempar. Alana menatap mamanya yang sangat murka. Dia sendiri berusaha menahan amarah hingga tubuhnya gemetar.
“Mama ingin menikah dengan siapa itu bukan urusan kamu. Dan kamu tidak berhak untuk melarang mama. Mama tetap akan menikah dengan atau tanpa persetujuan kamu!” Bentak mama Alana.
“Mama tetap akan menikah dengan pria mata keranjang itu?” balas Alana dengan sengit. “Aku tidak tahu apa yang Mama lihat dari pria tua bajingan seperti dia. Aku tidak melarang mama menikah lagi, tetapi bukan dengan pria berengsek seperti dia.”
Plaaak!
Sebuah tamparan mendarat di pipi Alana.
“Kamu tidak berhak berbicara seperti itu tentang calon suami mama. Tarik ucapan kamu dan cepat minta maaf!”
Alana memegangi bekas tamparan di pipi kirinya. Mata gadis itu berkaca-kaca.
“Mama berani nampar aku?” kejut Alana, sembari mengusap-usap pipinya yang pedas memerah. “Aku tidak akan menarik kembali ucapanku. Ya, kalian berdua memang cocok. Aku baru sadar kalau kalian sangat serasi. Mulai sekarang aku tidak akan menghalang-halangi Mama lagi. Silakan Mama melakukan apa pun yang Mama mau karena aku sudah tidak peduli lagi.”
“Apa kamu bilang? Kamu memang anak durhaka dan tidak tahu diuntung. Kamu memang tidak suka melihat Mama bahagia. Dari dahulu kamu memang tidak pernah suka kan, kalau Mama menjalin hubungan dengan Sam?”
Alana sudah pergi meninggalkan mamanya yang masih meneriakkan berbagai makian dan sumpah serapah. Air matanya kini meleleh dan membuat bekas tamparan di pipinya makin perih.
Dengan cepat dia menaiki anak tangga menuju kamarnya. Dan dengan tangan masih gemetaran Alana mengunci pintu kamarnya dan merosot terduduk bersandar pada pintu kamar.
Dia menangkup wajahnya dan mulai menangis sesenggukan. Menumpahkan semua air mata yang sedari tadi dia tahan.
Berada jauh darinya di lantai dasar Alana mendengar barang-barang yang kini pecah dibanting dengan makian yang menyertainya. Mamanya memang temperamental dan kasar.
Dia akan melakukan hal-hal seperti itu jika ada yang membuatnya marah atau kesal. Saat sedang kesal, tidak jarang juga Alana akan menjadi pelampiasan.
Dia tidak segan untuk memarahi bahkan memaki Alana kalau apa yang dilakukannya tidak sesuai dengan keinginan sang mama.
Namun satu hal yang pasti, mamanya tidak pernah melakukan kekerasan fisik terhadap Alana, mau semarah apa pun dia. Hal itu membuat hati Alana makin perih.
Ini untuk pertama kalinya mamanya berani menampar dirinya hanya demi membela Samuel, seorang lelaki genit dan mata keranjang yang menjadi kekasih mamanya selama setahun terakhir.
Lelaki paruh baya itu seringkali menggoda Alana. Dia bahkan beberapa kali sengaja datang ke rumah ketika tahu mamanya sedang tidak ada.
Dia bahkan dengan terang-terangan mengatakan bahwa Alana jauh lebih menarik daripada mamanya. Hal itu membuat Alana sangat ketakutan.
Awalnya Alana diam saja. Sampai akhirnya karena merasa tidak tahan, dia memberanikan diri untuk bercerita pada mamanya. Tentu saja mamanya tidak percaya bahkan menuduh Alana mengarang semua itu.
Dan sekarang Mama malah berniat untuk menikah dengan Samuel? Yang benar saja, pikir Alana. Padahal dia tahu betul pria bajingan itu jelas-jelas hanya mengincar uang mamanya.
Dan Mama bilang bahwa itu adalah cinta? Alana benar-benar tidak habis pikir. Alana beranjak dari tempatnya duduk dan melihat bayangan diri sendiri pada cermin meja rias.
Yang tampak di sana asalah sosok seorang gadis yang benar-benar tidak karuan. Rambut panjangnya kusut dan sebagian menempel di wajah yang basah bersimbah air mata.
Pipi kirinya masih memerah dan berdenyut mengingat Mama menampar dengan cukup keras. Matanya juga bengkak serta merah karena terlalu banyak mengeluarkan air mata.
Alana benar-benar tampak kacau. Melihat bayangan dirinya yang berantakan membuat Alana bertambah sedih. Dengan kasar dia menyeka air mata dengan ujung lengan baju.
Gadis itu lantas berbaring di tempat tidur, sambil memeluk boneka beruang miliknya. Sisi kepala boneka tersebut mulai basah karena Alana masih tidak bisa berhenti menangis.
Selama ini Alana mencoba untuk tegar, tetapi malam ini semua kemarahannya seolah tumpah keluar semua.
Selama ini Alana selalu berusaha menuruti semua perkataan sang mama. Karena memang hanya wanita itulah yang dia miliki selama ini. Jadi, dia selalu berusaha untuk menyenangkan mamanya agar berhenti marah-marah dan kesal padanya.
Namun semua apa yang Alana lakukan seolah tidak cukup berarti. Mamanya selalu menuntut lebih dan lebih lagi. Alana lelah menjalani hidup layaknya sebuah boneka. Dia tidak diperbolehkan punya keinginan dan kehendak.
Seolah ada tali kekang tak kasat mata yang selalu melingkari leher Alana, yang membuat dia harus selalu patuh seperti anjing kecil pada majikannya. Kalau dia tidak patuh, maka dia harus dihukum.
Mamanya seringkali memberi hukuman. Mengunci Alana di gudang yang gelap, merampas mainannya ketika dia masih kecil, atau mengguyurnya dengan air hingga Alana megap-megap nyaris kehabisan napas.
Semua itu terjadi hanya karena hal-hal yang sepele. Nilai ulangan Alana yang menurun, terlambat bangun, tidak mau makan tepat waktu, dan banyak hal lainnya.
Di depan semua orang dia adalah ibu yang sempurna dan baik hati. Namun di rumah dia akan melepas semua topengnya.
Tidak heran kalau ayah Alana memilih untuk bercerai dengan wanita itu beberapa tahun silam. Orang tuanya bercerai ketika Alana berumur tujuh tahun, usia yang masih sangat muda.
Alana tahu orang tuanya seringkali ribut. Dia sering mendengarkan malam-malam saat dia terjaga di kamar.
Di depan Alana memang mereka berpura-pura seolah tidak ada yang terjadi, tetapi Alana tahu bahwa keluarga mereka sedang tidak baik-baik saja. Karena itu dia sering menangis diam-diam di balik selimut. Dia tidak ingin orang tuanya berpisah, tetapi dia juga tidak ingin mereka terus bertengkar.
Adrian hanya bisa terdiam, saat mendapati bukti-bukti perselingkuhan kekasihnya. Namun, meski semua bukti itu terpampang nyata, pemuda itu masih menolak untuk memercayainya. Dia harus memastikan hal itu secara langsung. Dia harus menemui Greta.Pemuda itu mencari Greta di tempat kerjanya, dan mendapati bahwa gadis itu sedang libur. Dari sini, perasaan Adrian sudah berubah tidak nyaman. Kemudian Adrian pergi menuju rumah gadis itu, berharap dia akan bertemu Greta di sana.Dan betapa hancur hati Adrian, saat mendapati kekasihnya tengah bersama seorang laki-laki yang dilihatnya dalam foto. “A-Adrian!” Greta terkejut dengan kedatangan pemuda itu yang tiba-tiba.“Kau tidak bekerja?” tanya Adrian, masih mencoba untuk berpikir positif.“Aku baru saja pulang,” jawab gadis itu.“Benarkah? Aku baru saja dari tempat kerjamu. Dan mereka bilang hari ini kau sedang libur.”“Ah, i-itu..” Greta menjawab dengan gugup. “Aku—““Siapa kau? Ada perlu apa kau dengan kekasihku?” pria di samping Greta berta
Alana dan Braden mampir ke sebuah tempat yang menjadi pusat street food sebelum pulang. Meski Alana bilang sedang ingin diet, nyatanya mata gadis itu seketika melebar saat melihat aneka jajanan serta mengendus aroma makanan yang menguar di udara sekitar mereka.“Waah, semuanya terlihat enak.” Alana menatap sekelilingnya dengan mata berbinar.“Bukankah tadi kau bilang sedang ingin diet?” Sindir Braden.“Kita kan sudah terlanjur sampai di sini. Jadi, ayo kita keliling,” Alana berjalan di depan dengan diikuti Braden yang membawakan bonekanya.Alana bingung menentukan pilihan, karena semua makanan terlihat sama enaknya. Setelah berkeliling dan melihat sana-sini, akhirnya gadis itu menjatuhkan pilihan pada corndog isi sosis dan keju berukuran besar, souffle cake mini dengan aneka toping, dan segelas boba cokelat.Mereka berjalan sambil menyesap minuman dingin, sedang mencari tempat duduk untuk makan. “Sepertinya itu Kak Greta. Apa aku salah lihat?” Alana berhenti untuk memperhatikan seoran
“Alana―” Braden menyaksikan mata Alana berkilat saat gadis itu menatap Leona dengan tajam. Leona mendongak, menatap Alana tidak kalah sengit. Melihat itu Braden buru-buru berdiri dan menempatkan dirinya di antara kedua gadis itu. “Lana, ayo kita pergi saja. Aku baru ingat ada kedai es krim yang lebih enak.” Alana menepis tangan Braden yang tengah memegangi lengannya. “Kenapa kita harus pergi? Kita duluan yang menempati meja ini. Kalau ada yang harus pergi, itu adalah dia!” Alana menunjuk Leona. “Bagaimana kalau aku tidak mau pergi?” Leona menyialngkan kaki dan mengibaskan rambutnya yang kini pendek sebahu. “Ayo kita cari meja lain.” Braden membujuk. “TIDAK!” Kata Alana tegas, masih sambil menatap Leona tanpa berkedip. Will menyadari ketegangan yang mulai terbentuk. “Leona, ayo kita kembali ke meja kita.” “Meja kita sudah ditempati oleh orang lain. Lagi pula aku lebih suka duduk di sini.” Leona berbicara tanpa repot-repot menoleh pada Will. Alana tersenyum miring. “Baiklah kala
Braden sangat kesal ketika melihat Alana yang terus saja tersipu saat mereka makan bersama malam itu. Gadis itu mengaduk-aduk makanan di piringnya dengan pandangan mata menerawang, dengan senyum samar yang terus saja tersungging di wajahnya.“Lana, jangan mainkan makananmu.” Tegur Sherly, membuat Lana bergegas menghabiskan sisa makanannya.‘Apa yang sudah dilakukan bajingan tengik itu? Dia pasti sudah mencekoki Alana dengan omong kosongnya!’ Braden membatin dengan kesal.Saat akhirnya kembali ke kamarnya, Braden menjadi makin kesal. Senyum konyol Alana benar-benar mengganggunya. “Argh, sialan!” Braden mengacak rambutnya. Dia benar-benar ingin menghajar Eric.Dia keluar dan pergi ke kamar Alana. Dia masuk begitu saja tanpa mengetuk pintu. Didapatinya gadis itu mendongak terkejut dengan kedatangannya. “Kenapa kau tidak mengetuk pintu? Benar-benar kebiasan!” Alana tengah duduk di meja belajarnya sambil memangku boneka beruang bertuksedo pemberian Eric.Braden melirik boneka itu dengan ke
“Kenapa kau terus memandangiku?” tanya Alana, karena Eric berkali-kali mencuri pandang ke arahnya.Pemuda itu hanya tersenyum. “Aku hanya senang karena akhirnya bisa pergi denganmu.”Alana jadi salah tingkah. “Fokuslah mengemudi. Kau harus memperhatikan jalan dengan baik.”Akhirnya Eric menuruti apa kata Alana. Alana memperhatikan Eric yang sedikit tegang, berbeda dari biasanya. “Eric, apa kau baik-baik saja? Kau tampak tegang.”“Hahaha. Aku baik-baik saja.” Eric melirik Alana kembali. “Emm, Lana. Bisakah kau bukakan laci itu untukku?” Eric menunjuk laci dashboard yang berada tepat di depan Alana.“Yang ini?” Alana menunjuk.“Ya, benar. Yang itu. Bukalah.”Alana membukanya, dan menemukan sebatang cokelat dengan hiasan pita pink. Alana menatap Eric dengan pandangan bertanya. “Itu untukmu.” Ucap Eric, tanpa berani menatap Alana kali ini.Seketika Alana merasakan panas yang menjalar di leher dan wajahnya. Dia merasa kepanasan, padahal AC tengah menyala. ‘Astaga, ini cuma cokelat. Ada apa
Saat sampai di rumah, Alana menumpahkan kekesalannya pada boneka beruang pemberian Adrian. Alana memukul-mukul kepala beruang malang itu, kemudian menutupnya dengan kantong keresek agar mukanya yang imut itu tidak terlihat oleh pandangan matanya.“Kau memang menyebalkan! Mudah sekali kau meminta maaf. Kau pikir aku bisa melupakannya begitu saja?” Alana meninju beruang itu beberapa kali lagi hingga dia merasa puas. Sebenarnya dia merasa kasihan pada si beruang, tetapi benda itu selalu saja mengingatkannya pada Adrian.Seperti yang dijanjikan pemuda itu, keesokan harinya Greta benar-benar datang ke rumah dan meminta maaf pada Alana. “Maafkan aku, Lana. Aku menyesal, sungguh.” Permintaan maaf Greta tampak tulus, tetapi kini Alana tidak akan tertipu lagi.“Bisakah kita memulai semua kembali dari awal? Sebagai sahabat?” Greta tersenyum manis, seakan mereka berdua benar-benar bisa menjadi sahabat.‘Apa? Sahabat? Cuiih...’ Batin Alana. Dia menduga-duga, pasti Adrian harus menyuap Greta denga
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments