Home / Romansa / Terjebak Dua Hati / BAB 3 - Sebuah Rencana

Share

BAB 3 - Sebuah Rencana

Author: Irma Sofia
last update Last Updated: 2022-06-11 23:01:24

Gadis itu tidak tahu mengapa hidupnya benar-benar tidak adil. Mengapa dia tidak pernah bahagia? Kini bahkan dia tidak bisa sekadar menjalani hidup dengan tenang.

Alana duduk termenung di depan jendela kamar yang terbuka lebar. Dia tidak peduli pada embusan angin malam yang mulai membuatnya menggigil.

Dia tahu harus melakukan sesuatu, tetapi apa? Apa yang harus dia lakukan? Dia tidak bisa lagi tinggal di rumah ini, tetapi dia harus ke mana?

Alana tidak dekat dengan papanya. Dia bahkan hanya tiga kali bertemu dengan lelaki itu setelah perceraian orang tuanya. Dengan berbagai alasan, Mama selalu melarang Alana untuk bertemu dengan papanya.

Dia bahkan mendengar kalau Papa sudah menikah lagi. Hal itu hanya membuat hubungan mereka semakin renggang. Komunikasi di antara mereka pun tidak berjalan dengan baik.

Hanya sesekali papanya menghubungi untuk sekadar menanyakan kabar. Sedangkan Alana tidak pernah mencoba untuk menghubungi sang papa sama sekali.

Alana tidak memiliki siapa pun selain mamanya. Kakek dan neneknya semua sudah meninggal, dan satu-satunya kerabat Mama berada jauh di daerah lain. Alana bahkan nyaris tidak mengenal mereka.

Sungguh malang nasib Alana karena menjadi anak tunggal dari pernikahan orang tuanya.

Gadis itu tidak mempunyai teman dekat, sebab sang mama selalu membatasi pergaulannya. Tidak ada main-main ke rumah teman sepulang sekolah. Ditambah lagi dengan kepribadian Alana yang pendiam sukses membuat gadis itu tidak memiliki teman dekat sama sekali.

Satu hal yang pasti, Alana harus segera pergi dari rumah ini. Dia tidak bisa tetap tinggal di sini, tidak dengan adanya Samuel yang jelalatan dan selalu memandangi dirinya dengan tatapan tidak senonoh.

Hal itu benar-benar membuat Alana ketakutan. Dia tidak ingin memikirkan apa yang mungkin terjadi jika tetap tinggal di rumahnya setelah Mama menikah dengan Samuel.

Dengan cekatan Alana mengambil cutter dan celengan beruangnya. Dia memastikan pintu kamar sudah terkunci, sebelum duduk bersimpuh di lantai kamar dan merobek bagian bawah celengan.

Dengan cutter yang tajam, celengan berbahan plastik tersebut bisa terbuka dengan mudah. Alana menumpahkan semua isi di dalamnya.

Dia tahu tabungannya tidak banyak. Mama  selalu memenuhi semua kebutuhannya, sehingga jarang memberi uang tunai. Alana juga tidak memiliki rekening, sebab uang kiriman dari papanya ditransfer melalui sang mama.

Setelah mengumpulkan dan menghitung semua isi celengan, ternyata jumlahnya bahkan jauh lebih sedikit dari perkiraan Alana. Setelah itu dia mencoba membongkar dompet, lemari, dan saku-saku bajunya.

Begitu semua uang yang ada terkumpul pun, jumlahnya masih jauh dari cukup untuk sekadar mencari tempat kos dan biaya hidup selama setidaknya satu bulan ke depan. Namun uang itu cukup jika hanya untuk membeli sebuah tiket pesawat menuju tempat papanya tinggal.

Alana benar-benar menghadapi dilema. Haruskah dia menghubungi dan meminta bantuan papanya saat ini?

Jika tetap tinggal di kota ini, dia tidak yakin bisa mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang layak dan tetap menjalani kuliahnya. Alasan lain, Mama dan Samuel pasti akan dengan mudah bisa menemukannya. Jika hal itu terjadi, pasti mamanya akan menyeret Alana kembali pulang ke rumah.

Alana terpaksa menelan ego dan harga diri. Dengan tangan gemetar dia menekan nomor papanya di handphone. Alana berdeham untuk membuat suaranya jernih sebelum berbicara.

Setelah deringan keempat dan merasa yakin papanya tidak akan mengangkat panggilan, akhirnya terdengar suara dari seberang sana.

“Halo, Lana ... ”

“Halo, Pa ... ”

***

Alana berjingkat-jingkat keluar sambil menenteng sebuah koper kecil berwarna merah dengan kedua tangan. Koper itu ternyata lumayan berat meski barang yang dia bawa tidak seberapa banyak.

Meski begitu, Alana tidak berani menyeret koper tersebut karena roda-rodanya akan berderak dengan berisik. Gadis itu berjalan sepelan mungkin agar tidak menimbulkan suara. Malam sudah sangat larut dan Alana yakin kini mamanya sudah tidur.

Mama Alana harus tidur cepat karena esok hari harus bangun pagi-pagi sekali untuk dirias. Ruang depan dan tengah sudah didekorasi dengan indah menggunakan ratusan tangkai bunga-bunga segar.

Suasana begitu hening, hanya terdengar bunyi detak jarum jam yang berada di dinding tidak jauh dari tempatnya berdiri. Alana memperhatikan irama jantungnya yang kini mulai berdegup lebih cepat.

Tidak perlu gugup. Semua akan baik-baik saja, batinnya.

Aroma wangi dari berbagai macam bunga memenuhi ruangan hingga menusuk indra penciumannya. Alana memandangi sekeliling ruangan yang penuh bunga dan dekorasi pernikahan sejenak, karena dia tidak akan berada di tempat ini ketika acara berlangsung nanti.

Dengan sangat perlahan Alana memutar kunci pintu depan, sehingga akhirnya terdengar bunyi klik. Baru saja dia hendak menarik pintu terbuka, terdengar suara teguran di belakangnya.

“Lana, mau ke mana kamu?”

Darah di tubuh Alana seakan membeku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjebak Dua Hati   BAB 122 – Dusta dan Pengkhianatan

    Adrian hanya bisa terdiam, saat mendapati bukti-bukti perselingkuhan kekasihnya. Namun, meski semua bukti itu terpampang nyata, pemuda itu masih menolak untuk memercayainya. Dia harus memastikan hal itu secara langsung. Dia harus menemui Greta.Pemuda itu mencari Greta di tempat kerjanya, dan mendapati bahwa gadis itu sedang libur. Dari sini, perasaan Adrian sudah berubah tidak nyaman. Kemudian Adrian pergi menuju rumah gadis itu, berharap dia akan bertemu Greta di sana.Dan betapa hancur hati Adrian, saat mendapati kekasihnya tengah bersama seorang laki-laki yang dilihatnya dalam foto. “A-Adrian!” Greta terkejut dengan kedatangan pemuda itu yang tiba-tiba.“Kau tidak bekerja?” tanya Adrian, masih mencoba untuk berpikir positif.“Aku baru saja pulang,” jawab gadis itu.“Benarkah? Aku baru saja dari tempat kerjamu. Dan mereka bilang hari ini kau sedang libur.”“Ah, i-itu..” Greta menjawab dengan gugup. “Aku—““Siapa kau? Ada perlu apa kau dengan kekasihku?” pria di samping Greta berta

  • Terjebak Dua Hati   121 – Menjadi Detektif

    Alana dan Braden mampir ke sebuah tempat yang menjadi pusat street food sebelum pulang. Meski Alana bilang sedang ingin diet, nyatanya mata gadis itu seketika melebar saat melihat aneka jajanan serta mengendus aroma makanan yang menguar di udara sekitar mereka.“Waah, semuanya terlihat enak.” Alana menatap sekelilingnya dengan mata berbinar.“Bukankah tadi kau bilang sedang ingin diet?” Sindir Braden.“Kita kan sudah terlanjur sampai di sini. Jadi, ayo kita keliling,” Alana berjalan di depan dengan diikuti Braden yang membawakan bonekanya.Alana bingung menentukan pilihan, karena semua makanan terlihat sama enaknya. Setelah berkeliling dan melihat sana-sini, akhirnya gadis itu menjatuhkan pilihan pada corndog isi sosis dan keju berukuran besar, souffle cake mini dengan aneka toping, dan segelas boba cokelat.Mereka berjalan sambil menyesap minuman dingin, sedang mencari tempat duduk untuk makan. “Sepertinya itu Kak Greta. Apa aku salah lihat?” Alana berhenti untuk memperhatikan seoran

  • Terjebak Dua Hati   BAB 120 – Musuh Bebuyutan

    “Alana―” Braden menyaksikan mata Alana berkilat saat gadis itu menatap Leona dengan tajam. Leona mendongak, menatap Alana tidak kalah sengit. Melihat itu Braden buru-buru berdiri dan menempatkan dirinya di antara kedua gadis itu. “Lana, ayo kita pergi saja. Aku baru ingat ada kedai es krim yang lebih enak.” Alana menepis tangan Braden yang tengah memegangi lengannya. “Kenapa kita harus pergi? Kita duluan yang menempati meja ini. Kalau ada yang harus pergi, itu adalah dia!” Alana menunjuk Leona. “Bagaimana kalau aku tidak mau pergi?” Leona menyialngkan kaki dan mengibaskan rambutnya yang kini pendek sebahu. “Ayo kita cari meja lain.” Braden membujuk. “TIDAK!” Kata Alana tegas, masih sambil menatap Leona tanpa berkedip. Will menyadari ketegangan yang mulai terbentuk. “Leona, ayo kita kembali ke meja kita.” “Meja kita sudah ditempati oleh orang lain. Lagi pula aku lebih suka duduk di sini.” Leona berbicara tanpa repot-repot menoleh pada Will. Alana tersenyum miring. “Baiklah kala

  • Terjebak Dua Hati   BAB 119 – Benar-benar Cemburu

    Braden sangat kesal ketika melihat Alana yang terus saja tersipu saat mereka makan bersama malam itu. Gadis itu mengaduk-aduk makanan di piringnya dengan pandangan mata menerawang, dengan senyum samar yang terus saja tersungging di wajahnya.“Lana, jangan mainkan makananmu.” Tegur Sherly, membuat Lana bergegas menghabiskan sisa makanannya.‘Apa yang sudah dilakukan bajingan tengik itu? Dia pasti sudah mencekoki Alana dengan omong kosongnya!’ Braden membatin dengan kesal.Saat akhirnya kembali ke kamarnya, Braden menjadi makin kesal. Senyum konyol Alana benar-benar mengganggunya. “Argh, sialan!” Braden mengacak rambutnya. Dia benar-benar ingin menghajar Eric.Dia keluar dan pergi ke kamar Alana. Dia masuk begitu saja tanpa mengetuk pintu. Didapatinya gadis itu mendongak terkejut dengan kedatangannya. “Kenapa kau tidak mengetuk pintu? Benar-benar kebiasan!” Alana tengah duduk di meja belajarnya sambil memangku boneka beruang bertuksedo pemberian Eric.Braden melirik boneka itu dengan ke

  • Terjebak Dua Hati   BAB 118 – Tersipu Malu

    “Kenapa kau terus memandangiku?” tanya Alana, karena Eric berkali-kali mencuri pandang ke arahnya.Pemuda itu hanya tersenyum. “Aku hanya senang karena akhirnya bisa pergi denganmu.”Alana jadi salah tingkah. “Fokuslah mengemudi. Kau harus memperhatikan jalan dengan baik.”Akhirnya Eric menuruti apa kata Alana. Alana memperhatikan Eric yang sedikit tegang, berbeda dari biasanya. “Eric, apa kau baik-baik saja? Kau tampak tegang.”“Hahaha. Aku baik-baik saja.” Eric melirik Alana kembali. “Emm, Lana. Bisakah kau bukakan laci itu untukku?” Eric menunjuk laci dashboard yang berada tepat di depan Alana.“Yang ini?” Alana menunjuk.“Ya, benar. Yang itu. Bukalah.”Alana membukanya, dan menemukan sebatang cokelat dengan hiasan pita pink. Alana menatap Eric dengan pandangan bertanya. “Itu untukmu.” Ucap Eric, tanpa berani menatap Alana kali ini.Seketika Alana merasakan panas yang menjalar di leher dan wajahnya. Dia merasa kepanasan, padahal AC tengah menyala. ‘Astaga, ini cuma cokelat. Ada apa

  • Terjebak Dua Hati   BAB 117 – Cemburu

    Saat sampai di rumah, Alana menumpahkan kekesalannya pada boneka beruang pemberian Adrian. Alana memukul-mukul kepala beruang malang itu, kemudian menutupnya dengan kantong keresek agar mukanya yang imut itu tidak terlihat oleh pandangan matanya.“Kau memang menyebalkan! Mudah sekali kau meminta maaf. Kau pikir aku bisa melupakannya begitu saja?” Alana meninju beruang itu beberapa kali lagi hingga dia merasa puas. Sebenarnya dia merasa kasihan pada si beruang, tetapi benda itu selalu saja mengingatkannya pada Adrian.Seperti yang dijanjikan pemuda itu, keesokan harinya Greta benar-benar datang ke rumah dan meminta maaf pada Alana. “Maafkan aku, Lana. Aku menyesal, sungguh.” Permintaan maaf Greta tampak tulus, tetapi kini Alana tidak akan tertipu lagi.“Bisakah kita memulai semua kembali dari awal? Sebagai sahabat?” Greta tersenyum manis, seakan mereka berdua benar-benar bisa menjadi sahabat.‘Apa? Sahabat? Cuiih...’ Batin Alana. Dia menduga-duga, pasti Adrian harus menyuap Greta denga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status