Share

3. Tubuh Noni Panas

Aku menjadi sangat mencemaskan keadaan Noni, aku membayangkan hal yang terburuk terjadi pada Noni. Aku kembali meneteskan airmataku. Ini hal yang sebetulnya tidak aku sukai, karena aku terbiasa kuat menghadapi situasi yang sangat sulit sekalipun. 

Belum ada tanda-tanda Noni melewati masa kritisnya, aku dan nenek terus berdoa untuk kesembuhan Noni. Hari menjelang malam dokter dan suster masih terus keluar masuk ruang rawat Noni. Aku mengajak nenek ke mushalla rumah sakit untuk melakukan sholat maghrib. 

Sekitar jam 12 malam, aku dibangunkan dokter yang jaga, dokter mengatakan kalau Noni sudah melewati masa kritis. Aku diminta untuk terus mengawasi Noni karena ditakutkan kondisinya kembali drop. Aku mencoba mengeggengam tangan Noni, aku usap rambutnya, perlahan-lahan Noni membuka matanya. 

"Oom.. kok gak pu..lang..?" Ucap noni terbata-bata

"Om akan jaga kamu sayang.. sampai kamu sembuh.." Aku berusaha untuk menghiburnya. 

Noni menatapku dengan sendu, airmatanya berlinang. Aku begitu senang melihat perubahan Noni, aku cuma ingin Noni segera sembuh, aku berjanji akan menyanyanginya seperti anakku sendiri. Noni kembali memejamkan matanya. Tangannya terus kugenggam, Noni menggerakkan tangannya membalas genggaman tanganku. 

Ini hari kedua aku di Bandung, kepada anak dan isteriku aku bilang ada pekerjaan di Bandung. Aku merasa berdosa sudah berbohong pada mereka. Namun aku serahkan kepada Tuhan, dan aku memohon ampunnya. Niatku semata ingin memberikan semangat pada Noni agar dia segera sembuh. 

Monitor EKG kembali berbunyi, kondisi Noni kembali drop. Aku memencet bel untuk memanggil suster, suster datang bersama dokter yang jaga, aku diminta kembali keluar dan diminta tidak kemana-mana. Nenek masih tertidur pulas dibangku ruang tunggu. Dokter dan suster begitu sibuk menangani Noni.

Setelah mengalami masa kritis yang terus berulang, harapan hidup Noni sangat menipis. Namun, akhirnya atas Kekuasaan Tuhan dan kekuatan doa yang terus dipanjatkan neneknya dan doaku, Noni melewati masa kritis, dan dipindahkan keruang rawat biasa. Noni sudah bisa diajak berinteraksi juga sudah bisa menkonsumsi makanan secara normal. 

Aku berjanji pada Noni, kalau dia sembuh aku akan ajak untuk rekreasi, agar bisa menghirup udara segar. Noni begitu senang dengan tawaran aku itu. 

"Om janji ya..biar aku cepat sembuh nih.."

Mendung mulai menggelayut, langitpun mulai gelap. Tanda-tanda hujan akan turun pun sudah mulai tampak. Petir pun mulai menyambar, hujan turun begitu lebatnya, dengan kondisi basah-basahan aku dan Noni bergegas menuju cottage. Aku nyalakan perapian yang sudah tersedia di cottage, biar Noni selalu hangat. Aku berikan Noni selimut tebal untuk mengganti pakaiannya yang basah. 

Aku juga begitu, mencopot pakaian yang basah dan menggantinya dengan selimut tebal. Kami duduk di depan perapian agar tetap hangat, dan Noni sangat menikmatinya. Badan Noni terlihat tetap menggigil, mungkin suhu tubuhnya belum terlalu normal. Aku mencoba mendekat dan memeluknya, aku takut terjadi sesuatu sama Noni. 

"Om..terima kasih ya perhatiannya.. aku bahagia banget dengan suasana ini.." Ucapnya sambil menatapku. Anak ini cantik sekali, dalam hatiku. 

"Ya Non.. om takut kamu kenapa-kenapa, karena kamu baru sembuh.." Ucapku sambil terus memeluknya. 

"Dengan pelukan om.. aku akan baik-baik aja om.. belum pernah aku rasakan pelukan seorang ayah seperti ini.." Ujar Noni dengan lirih. 

Aku semakin mengeratkan pelukanku, dan Noni terlihat begitu nyaman. Kami betul-betul seperti seorang ayah dan anak. Aku jauhkan semua pikiran kotor untuk menodai hubunganku sama Noni, dia begitu polos dan baik tanpa ada kecurigaane sedikit pun. 

"Om keringkan pakaian kita dulu ya dekat perapian.." Aku lepaskan pelukanku, dan beranjak membenahi pakaian kami yang basah. Pakaian tersebut aku letakkan di kursi di dekat perapian. Setelah itu aku kembali ke dekat Noni. 

Di luar hujan semakin deras, petir dan kilat terus menyambar. Noni semakin cemas dan takut. Suasana di luar begitu gelap, padahal hari belumlah malam. Aku kembali peluk Noni yang mulai menggigil. Dia membuka selimutmya dan menyatu dalam selimutku. 

"Begini lebih hangat om... om gak keberatan kan?” tanya Noni. Aku merasakan kehangatan tubuh Noni. 

Aku cuma bisa menuruti keinginannya sambil tetap menjaga diri agar tidak hanyut dalam nafsu. Tubuh kami berpagut tidak lagi dibatasi selimut. Tubuh kami sudah melekat satu sama lainnya. Noni menyenderkan tubuhnya di dadaku. Tangannya memeluk erat pahaku yang telanjang. 

"Om.. aku ikhlas kok kalau om mau lakukan apa pun sama aku.. mungkin om juga butuh itu.." Ucap Noni tanpa menatapku. Pandangannya tertuju pada perapian yang ada di depannya. 

Aku katakan padanya, "Gak Non... om harus konsekuen dengan janji om pada diri om sendiri.." Kataku. 

"Emang om janji apa sama diri om?" Tanya Noni sambil menatapku. 

"Menjaga dan menyayangi kamu seperti anak sendiri.." Jawabku. 

"Atau om memang gak nafsu sama Noni ya?" Noni mulai menyelidik. 

"Noni... setiap laki-laki yang normal pasti nafsu sama kamu.” Aku katakan itu untuk menyanjungnya. "Kamu cantik.. tubuh kamu bagus.. kulit kamu pun mulus.." Lanjutku. 

"Lah? Emang om bukan laki-laki normal? Kok om gak tertarik sama tubuh aku?" Noni mencecarku dengan pertanyaan. 

Bersambung 

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Hilman Asyari
welll mantapp
goodnovel comment avatar
Supriyani
sip bagus memberi pengalaman hidup
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status