Hari ini aku besuk Noni di sebuah rumah sakit di Bandung, aku mencoba minta izin dari kantor untuk ke Bandung. Di rumah sakit aku minta izin untuk masuk, aku diizinkan untuk masuk ke ruang intensive care sesuai protokol kesehatan, aku melihat Noni begitu cantik meskipun dalam keadaan sakit. Aku coba genggam tangannya sambil berbisik di dekat telinganya
"Non.. ini om Danu datang, om janji akan sayang sama kamu kalau kamu sembuh, maafkan om sudah salah prasangka dengan kamu.." bisikku di telinganya. Noni tetap diam, tidak ada respon yang terlihat. Genggaman tanganku pun tidak direspon Noni. Tiba-tiba terlihat mata Noni membasuh, genangan air matanya turun ke pipinya. Aku mulai sedikit senang melihat reaksi tersebut. Ada gerakan tangan yang mulai menggenggam tanganku, meskipun hanya sedikit gerakan. Noni begitu tak berdaya melawan penyakitnya.Di rumah sakit, Noni hanya ditemani neneknya, Ayah dan Ibu Noni sudah berpisah sejak Noni masih bayi. Ibunya menikah lagi dengan orang asing dan tidak tahu di mana rimbanya. Begitu juga dengan ayahnya yang menjadi TKA tidak pernah kembali.
Semua cerita itu aku ketahui dari neneknya yang selalu setiap menemani Noni. Selama ini Noni hanya bekerja sebagai SPG produk kecantikan sambil kuliah, sementara neneknya hidup dari hasil pensiun kakeknya yang bekerja di sebuah kantor pemerintahan. Kakek Noni juga sudah almarhum, tinggalah hanya Noni dan neneknya.
Ketika aku tanyakan sama dokter apa penyakit yang diderita Noni, dokter belum bisa kasih jawaban, karena hasil diagnosa penyakitnya belum selesai. Untungnya biaya perawatan Noni sudah ditanggung BPJS, sehingga tidak memberatkan neneknya.
Aku masih terus menggenggam tangan Noni, sangat berharap Noni memberikan reaksi terhadap genggaman tersebut. Sebagai laki-laki aku sangat pantang menangis, tapi kali ini aku gak bisa menahan kesedihan ku. Airmataku mengembang tak tertahankan. Aku begitu terharu dengan cerita neneknya Noni.
Tiba-tiba ada gerakan tangan Noni digenggamanku, dan perlahan-lahan Noni membuka matanya yang basah.
"Oom.." Cuma itu kata-kata yang bisa diucapkan Noni, itupun sangat pelan sekali.
"Ya Non.. om Danu sayang sama noni ya, Noni cepat sembuh.." Noni hanya membalas ucapanku dengan anggukan pelan. Setelah itu mata Noni kembali terpejam.
Kemudian kondisi Noni drop, detak jantungnya melemah, semua terlihat dari monitor detak jantungnya. Aku segera memencet bel untuk memanggil suster. Tidak berapa lama dokter datang, dokter segera memeriksa Noni, aku diminta keluar dari ruangan.
Dari luar ruangan aku bisa melihat kesibukan dokter di dalam dari kaca ruangan intensive care, suster dan dokter begitu sibuk. Dokter mulai menggunakan alat kejut jantung, di luar aku dan nenek Noni terus berdoa untuk kesembuhan Noni.
Dokter keluar ruangan untuk memberitahukan kalau kondisi Noni sedang kritis, dan dokter sedang melakukan penanganan. Aku dan nenek diminta untuk terus berdoa agar Tuhan menyembuhkan Noni. Lalu dokter kembali masuk dan sibuk dengan dua orang suster yang membantunya.
Aku kembali teringat dengan percakapanku dengan Noni lewat telpon, dia begitu ingin pertemanannya denganku bisa aku terima dengan baik. Dia sangat mengagumi sosokku sebagai seorang ayah, dia begitu senang kalau aku panggil dengan kata sayang.
Dia pernah bercerita kalau hatinya sangat sunyi, karena merindukan kasih sayang seorang ayah yang tidak pernah dia kenal sejak kecil. Aku salah prasangka sama Noni, aku pikir dia seperti gadis-gadis kebanyakan di dunia maya, yang hanya memanfaatkan pertemanan untuk kepentingan sesaat.
Bersambung
196. EndingTiga bulan kemudian Noni yang pada awalnya tidak tertarik dengan Nara, menjalin hubungan hanya untuk menyenangkan hati orang tuanya. Lambat laun cintanya berlabuh juga pada Nara, “Mas.. Kok kamu sabar sekali menghadapi aku?” itu dikatakan Noni satu hari sebelum akad nikahnya dengan Nara padaku. “Non, aku sangat yakin dengan kekuatan cinta, mencintai itu seperti titik air di atas batu. Harus intens dan serius, itulah yang akhirnya aku dapatkan.” jawab Nara penuh keyakinan Noni memeluk Nara sangat erat, “Kamu hebat, mas, kesabaran kamulah yang membuat aku jatuh cinta pada akhirnya.” bisik Noni. Nara jelaskan pada Noni, bukan hanya dalam mencintai harus yakin pada perasaan. Tapi, dalam segala hal manusia harus serius pada tujuan hidupnya. Bagi Nara, cukuplah penderitaan sudah menjadi bagian hidupnya. Sekarang dia ingin menghiasi cintanya pada Noni penuh dengan kebahagiaan. “Aku sangat berharap Papa besok hadir pada pernikahanku, tanpa ada Papa hidupku belumlah lengkap.
Satu bulan kemudianPernikahan pak Anggoro dan Adriana tidaklah dirayakan secara meriah, mengingat isteri pak Anggoro juga belum lama meninggal. Sebuah pernikahan yang sangat sederhana, yang dirayakan di villa pak Anggoro di puncak. Aku hadir bersama isteriku, sengaja aku minta Sri untuk menemaniku. Tadinya Sri tidak ingin pergi, karena dia tahu di acara itu pasti ada Widarti Mama Noni, yang merupakan mantanku sebelum menikahi Sri. “Mas.. biarlah aku di rumah saja, aku tidak ingin nanti Widarti malah tidak menerima kehadiranku.” ucap Sri saat itu“Sri.. mas justeru ingin perlihatkan pada Widarti, bahwa aku bahagia bersama kamu. Aku ingin semua orang tahu, bahwa aku bangga sama kamu, Sri.”Akhirnya Sri bersedia menemaniku malam itu. Sri terlihat cantik sekali, karena memang dia tidak pernah berdandan seperti itu. Kami berangkat dari rumah dengan menggunakan mobil kantor yang dipinjamkan pak Anggoro. Sampai di Villa kami agak terlambat, sehingga kedatangan kami menjadi perhatian bany
“Dalam keadaan habis sakit aja stamina om masih okey, gimana sebelumnya ya?” puji Virna “Om cuma bisanya seperti tadi itu, Virna, maaf ya performa om kurang bagus.” aku sedikit merendahkan diriVirna memelukku, “Om.. apa yang aku rasakan tadi sudah lebih dari cukup. Makanya aku membayangkan om saat masih sehat.”Aku jelaskan pada Virna, bahwa sesuai dengan usiaku saat ini performaku sudah jauh menurun. Namun, Virna menganggap kalau aku masih mampu mengimbangi durasinya dalam bercinta. Selama ini Virna bisa merasakan seperti itu jika berhubungan dengan lelaki seusianya. Baginya apa yang aku suguhkan padanya sudah lebih dari cukup. “Ada yang istimewa dari om, cara om memperlakukan aku. Om benar-benar pakai perasaan saat melakukannya.”“Kalau itu soal kebiasaan aja, Vir, om selalu menganggap pasangan bercinta itu adalah kekasih. Om tidak akan bercinta dengan wanita yang tidak om sukai.”Virna mempererat pelukannya, “Terima kasih om sudah perlakukan aku dengan penuh cinta.” ucap Virna
Keesokan harinya Pulang dari Bandung aku semakin percaya diri, terlebih lagi setelah kencan dengan Noni. Ternyata aku memang harus membebaskan diri dari berbagai ketakutan, aku harus lebih santai menghadapi keadaan. Virna memang tidak mungkin telepon aku, karena dia hanya memasukkan nomor ponselnya di daftar kontakku. Aku sangat yakin kalau dia mau menguji aku, apakah aku bersedia untuk meneleponnya. Saat aku berada di taman perumahan aku telepon Virna, “Hai Vir.. kok kamu gak kelihatan di taman?” tanyaku Virna katakan pagi itu dia tidak di rumah, dia sedang berada di luar rumah. Virna mengajakku untuk bertemu, “Di mana Virna?” tanyaku lagiVirna katakan kalau dia sedang staycation di sebuah hotel dan dia memberikan nama hotelnya, juga nomor kamarnya. Aku tidak buang kesempatan itu, aku segera pulang ke rumah untuk segera mandi. Saat aku sedang berpakaian, Sri masuk ke kamar, “Tuh kan! Kalau sudah sehat aja gak betah di rumah, mas mau kemana rapi gitu?” tanya Sri penuh kecurig
Di kantor, aku, Nara dan Noni membicarakan rencana pernikahan Noni dan Nara. Keluarga Noni menginginkan pernikahan dilaksanakan enam bulan lagi. Berbeda dengan keinginan Noni dan Nara, yang menginginkan pernikahan dilaksanakan tahun depan. Noni dan Nara butuh masukan dariku, “Pernikahan itu bisa dilaksanakan tergantung kesiapan kalian, karena yang akan menikah adalah kalian,” itu yang bisa aku katakan“Iya Pa, aku dan mas Nara siapnya tahun depan, tapi Papa dan Mama maunya lebih cepat dari itu.” ujar NoniNara pun menjelaskan, secara finansial dia baru bisa melaksanakan tahun depan. Namun, menurut Nara Jatimin menyanggupi untuk menutupi seluruh biaya. Alasan Jatimin, karena Noni anaknya satu-satunya. “Jadi, sebetulnya alasan kalian menunda juga terlalu prinsip, ya. Ikuti saja keinginan Papa kamu, Non, itulah yang paling baik. Aku jelaskan juga alasan Nara menunda bisa ditanggulangi Jatimin, jadi alasan Nara tidaklah menjadi halangan bagi keluarga Noni. Keluarga Noni tidak terlalu
Satu minggu kemudian Aku dijemput Noni dan Nara, alasannya Noni dan Nara banyak yang ingin dibicarakan di Bandung terkait rencana pernikahan mereka. Di Bandung aku nginap di rumah Nara, rumah yang pernah aku tempati sebagai kepala cabang. Saat aku di kantor menemani Nara dan bertemu dengan karyawan, Noni mengajakku keluar. Alasannya, dia ingin memberikan kejutan padaku. Aku minta izin pada Nara, “Nara.. om izin jalan sama Noni ya, Noni mau kasih kejutan pada om.”“Iya mas.. gak lama kok, aku mau perlihatkan sesuatu pada Papa.”“Okey.. Gak apa-apa kok, silahkan aja Pa.. saya belum bisa menemani karena lagi padat hari ini.” ucap Nara. Noni menyetir mobilnya, aku mendampinginya di depan. Noni cerita, bahwa rumah nenek sudah di renovasi, itulah yang ingin diperlihatkannya padaku. “Rumahnya sudah bagus Pa, yang renovasi Papa Jatimin.”“Jadi kamu mau kasih lihat rumah nenek sama Papa?”“Iya Pa, biar gimanapun rumah itu banyak kenangan kita, Pa. Papa senang gak aku ajak ke sana?”Aku me