Share

6. Merasa kehilangan

Aku benar-benar dilematis antara ingin menikmati dosa dan menolak untuk menambah dosa. Sekali aku lakukan maka aku akan terjebak pada kenimatanan sesaat, yang akibatnya akan aku Hawaii seumur hidupku. Tidak ada satu perbuatan tanpa menimbulkan akibat, yang akan menguras tenaga dan pikiran nantinya. 

Kadang makanan yang tersaji hanya lezat dalam pandangan, begitu dimakan tidaklah selezat apa yang terlihat. Itulah tipu daya yang kadang berbaur dengan nafsu, yang manusia jarang kuasa menghadapinya. Aku berpikir harus menjadi pemenang untuk mengalahkan semua keinginan menuruti nafsu. 

"Noni, om akan lakukan itu setelah kamu benar-benar sembuh. Setelah om nikahi kamu secara sah.” Ucapku dengan spontan, hanya untuk membuatnya tenang. 

Noni kaget mendengar ucapanku itu, dia berbalik badan menghadap ke arahku. Noni tersenyum dengan senang, sementara aku sendiri bingung dengan apa yang sudah aku katakan, bagaimana aku merealisasikan ucapan tersebut pun aku belum tahu seperti apa nantinya. 

"Om serius?” Tanya Noni, setelah itu dia memeluk dan menciumku. "Terima kasih ya om.." ucapnya lebih lanjut. 

"Om cuma ingin melihat kamu senang dan bahagia, yaudah sekarang kamu tidur ya" bujukku sambil membelai rambutnya. 

"Tapi tidurnya dipeluk om ya?" Pinta Noni, aku kembali serba salah. 

Aku takut dalam tidur godaan setan itu datang, dan aku tidak bisa menahan diri. Namun aku tetap penuhi permintaan Noni. Aku peluk Noni dengan kasih sayang, dan aku ingin dia merasakan itu bukanlah sebagai peluk an yang berbaur nafsu. 

Yang penting bagiku malam itu bisa menenangkan Noni sehingga dia bisa tidur dengan nyenyak, tanpa ada tuntutan harus melalukan hubungan seks. Kami bisa melewati malam itu tanpa ada terjadi sesuatu apa pun sampai pagi menjelang. 

Begitu pagi datang, aku ajak Noni segera meninggalkan cottage, dengan alasan siang aku sudah harus ada di Jakarta. Dengan naik taksi dari lembang aku mengantar Noni pulang. Dia terlihat begitu senang, dengan janji yang aku sampaikan tadi malam. Sekarang aku malah yang bingung, gak tahu gimana caranya menepati janji tersebut. 

Dalam perjalanan yang cukup jauh dari Lembang menuju jalan Soekarno-Hatta, Noni tertidur dipangkuanku. Sepanjang jalan aku terus berpikir bagaimana mengakhiri hubunganku dengan Noni, karena aku memang merasa tidak nyaman dengan hubungan yang aneh ini. Jarak usia kami terlalu jauh, aku yang sudah menginjak usia 55 tahun, sementara Noni baru 20 tahun. 

Kadang aku berpikir, Soekarno saja bisa menikahi Ratna Sari Dewi yang perbedaan usianya juga cukup jauh. Tapi aku juga mencoba untuk realistis, aku siapa sih? Kok mau sok berpoligami? menghidupi satu isteri saja aku masih belum mampu banget. Masih banyak yang harus aku pikirkan tenimbang berpikir untuk berpoligami. 

Berbagai pikiran berkecamuk, antar realistis dan tidak realistis, sekadar untuk merasa kasihan terhadap Noni, dengan kemampuan finansilku untuk menghidupinya. Sesampai di rumah Noni, aku bangunkan dia dari tidurnya yang begitu pulas. 

"Non kita sudah sampai, om nanti mampir gak lama ya, karena siang om sudah harus di kantor" Ucapku. 

"Ya deh om, tapi om jangan lupa janjinya ya?” 

Aku minta supir taksinya menunggu sebentar, karena aku gak mau repot-repot cari taksi lagi. Aku mampir kerumah Noni, dan berbincang sama nenek, tidak lama setelah itu aku segera pamit. 

"Maaf ya nek, kami tadi malam terpaksa nginap, karena hujannya gak berhenti sampai malam.” Aku minta maaf pada nenek Noni. 

"Ya gak papa.. nenek percaya sama nak Danu, bisa menjaga batas hubungan kalian” ucap nenek. 

"Alhamdulillah nek, yaudah saya gak bisa mampir lama nek, saya harus sampai Jakarta siang ini"

"Yaudah, hati-hati dijalan"

"Ya nek, In Shaa Allah Noni sehat nek, kemarin gak ada ada keluhan apa-apa, Noni om pulang ya" Danu pamit pada nenek dan Noni

Aku langsung naik taksi menuju ke stasiun bandung. Sepanjang perjalanan menuju stasiun, aku kembali mempertimbangkan janjiku pada Noni. Apa yang harus aku katakan kalau seandainya aku tidak bisa menepati janji tersebut. Bagiku saat itu, aku sudah berhasil mengalahkan keinginan nafsu yang begitu sangat menggoda. Satu tahap sudah aku lalui, dan masih ada tahapan lain yang harus aku hadapi.

Setelah satu minggu sejak kepulanganku dari Bandung, Noni tidak pernah lagi menghubungiku, mungkin dia sangat kecewa karena aku tidak ingin menidurinya. Aku memang tidak sampai hati untuk melakukan itu, karena aku sangat tahu penderitaannya. 

Noni adalah gadis yang pantas untuk menjadi anakku, tenimbang menjadi kekasih. Meskipun Soekarno pernah melakukannya, namun aku tidak mungkin menikahi anak yang seusia anakku, dan aku bukanlah seorang seperti Soekarno, aku bukanlah siapa-siapa yang pantas untuk melakukannya. 

Ada rasa rindu kepada Noni, beberapa kali aku mencoba menghubunginya, tapi tidak pernah bisa tersambung. Ada rasa khawatir kalau-kalau Noni kembali anpal, karena sakit Noni kadang-kadang bisa mendadak membuatnya pingsan dan perlu penanganan serius. 

Bersambung 

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Sentosa Aji
ha ha gk masuk akal author cerita nya,mna ada kucing di kasih ikan gk mau, author paling impoten ha ha
goodnovel comment avatar
Nur Hidayati
55 tahun, itu sih udah opa opa, kakek2... ibarat PNS udah jelang pensiun
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status