Share

5. Kemelut Pikiran

"Om sangat merasakan Non..  om terima salah untuk hal ini, tolong kamu juga maklumi perasaan om.." Jawabku. "Om takut karma.. om punya anak seumuran kamu. Om gak sanggup membayangkan kalau anak om ada diposisi kamu sekarang ini.” Aku katakan semua itu sambil menatap punggungnya. 

Noni terus terdiam, tubuhnya masih berguncang menahan isak tangisnya. Aku katakan pada Noni, "Sekarang saja om sudah merasa sangat bersalah, karena sudah tidur bersama kamu.." 

Noni hanya diam mendengar semua ucapanku, aku berusaha mengatakan apa yang aku takutkan dan apa yang menghantui pikiranku. Aku berusaha untuk tidak cuma mengedepankan nafsuku, melepaskan syahwatku. Aku tidak lagi peduli Noni bisa menerima atau tidak apa yang aku ucapkan. 

"Terus om mau tinggalkan Noni gitu?" Tanya Noni. Aku tidak mengerti apa yang dia maksudkan, aku cuma jawab, "Seperti yang om bilang, om sayang kamu, bahkan sangat menyayangi kamu. Tapi, apa yang kita lakukan ini sudah kebablasan Non.. itu salah om.. bukan salah kamu.."

"Aku yang salah om.. yang tidak tahu menempatkan cinta.." ujar Noni. 

"Kamu tidak salah Non.. cinta datang memang tidak mengenal tempatnya. Setiap orang bisa jatuh cinta pada siapa saja tanpa bisa memilih.." Ucapku. 

"Om tidak punya perasaan cinta pada Noni kan?" Tanya Noni. 

Begitu sulit aku menjelaskan pada Noni tentang cinta, dia terlalu terbawa perasaannya, sehingga rasionalitasnya tidak dia pakai. Aku maklum karena dia masih sangat muda, kesenjangan berpikir antara kami begitu jauh. 

"Kan om sudah bilang.. kalau om gak sayang kamu ngapain om jauh-jauh datang mau menemui kamu?" bisikku di telinganya. 

Dengan posisi masih memunggungiku, Noni mengatakan, 

"Aku kan bilang.. aku ingin om membalas cinta aku bukan anggap aku sebagai anak.." Ucap Noni. Aku merasa serba salah ingin menjelaskannya pada Noni. Akhirnya aku hanya bilang pada Noni, 

"Om gak bisa katakan seperti itu Noni, kalau suatu saat om mencintai kamu seperti itu, om gak akan menolaknya.." jelasku. 

"Kenapa harus nunggu suatu saat? Sekarang om saatnya.. om bisa luapkan perasaan om. Aku ingin menikmatinya om.. sudah lama aku tunggu saat seperti ini..” ucap Noni dengan lirih. 

Noni membalikkan tubuhnya, tangannya sambil melepas selimut yang menutup tubuhnya, “Om lihat!! tidak ada sehelai benang pun yang melekat ditubuhku!!” lanjut Noni, pandangannya menatap langit-langit kamar dengan bercucuran airmata. 

Belum sempat aku bicara, Noni kembali katakan, “Aku benar-benar sudah siap om untuk itu, Aku takut.. aku gak ada waktu lagi untuk menikmatinya om..” kata Noni. 

"Semestinya kamu bersyukur non.. karena kita sudah terhindar dari perbuatan dosa.." Ucapku sambil membelai rambutnya.

Tiba-tiba Noni menatapku, dia mengatakan, "Om... apa yang sudah kita lakukan sekarang ini sudah dosa om..." matanya menatap tajam ke arah mataku. 

Aku benar-benar kehabisan kata-kata menghadapi Noni. Noni benar, kami sudah melakukan dosa dan apa yang sudah kami lakukan adalah perbuatan dosa. Aku benar-benar dilematis, aku gak tahu lagi harus berbuat apa. Hubunganku sama Noni sudah terlalu jauh, kami melakukan hubungan cinta yang terlarang.

"Non kamu benar, yang sudah kita lakukanlah adalah dosa. Tapi, sebaiknya kita tidak menambah dosa, om takut karma ini diterima anak om"

Noni hanya diam, mungkin semua di luar bayangannya. Dengan menyewa cottage dia pikir aku ingin mempersiapkan diri untuk semua itu, padahal aku sama sekali tidak berpikir seperti itu. 

"Om, kalau saja kita tidak ke tempat ini, ke cottage ini, kita tidak akan melakukan dosa ini. Tadinya aku senang, om sudah sewa cottage ini, aku berharap, aku bisa menikmati malam yang dingin bersama om, ternyata aku salah, aku terlalu polos mikirnya, aku pikir om seperti yang lain nya" ucapnya dengan sedih. 

Noni kembali menangis sesenggukan, dia begitu sedih melihat kenyataan yang tidak sesuai dengan bayangannya. Aku juga memang bukanlah lelaki yang baik, tapi aku tidak ingin melakukannya pada Noni, aku sangat mengerti penderitaan Noni. 

Malam semakin larut, hujan masih belum mereda, waktu sudah menunjukkan pukul 2 pagi. Aku kehilangan akal harus gimana menghadapi Noni, yang begitu membutuhkan pelepasan hasratnya. 

"Om, aku bisa saja melakukannya dengan laki-laki seumuranku, tapi itu pasti beda om. Mereka pasti melakukannya sebatas pelampiasan nafsu, itulah makanya aku tidak terlalu suka dengan lelaki sebaya denganku"

Ucap Noni dengan posisi masih menatap langit-langit kamar. Aku mencoba memahami pemikirannya, namun tetap berusaha berpikir bahwa memenuhi keinginan Noni adalah sebuah kesalahan. 

Mungkin terkesan sangat munafik, bagaimana tidak dihadapanku tersaji wanita yang masih muda, cantik dengan tubuh yang begitu indah. Aku tidak menikmatinya. Aku tetap menganggap ini godaan yang bisa membuat aku terus terjebak pada cinta terlarang. 

Bersambung 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status