Share

Terjebak Gairah Casanova Tampan
Terjebak Gairah Casanova Tampan
Author: Anarita

Percakapan Seorang Gadis

Luna sedang duduk di sudut taman kampus saat sahabatnya tiba-tiba saja datang menghampiri. Dia menoleh ketika merasakan tepukan tangan di pundaknya

"Lun, gimana sih rasanya tidur berdua sama cowok paling tampan satu kampus?" tanya gadis itu tiba-tiba.

"Hei!"

Sontak Luna melotot pada sahabatnya. Perempuan bernama Ara itu masih tersenyum kuda sambil melihat mata Luna yang melotot semakin garang. Dia duduk di samping gadis itu.

"Pertanyaan gila apaan ini? Vino itu Kakak aku! Ya kali aku punya perasaan! Emang siapa yang bilang ke kamu kalau aku sama Vino pernah tidur satu kamar?"

"Gak ada sih! Tapi karena kalian berdua kakak beradik, pasti pernah dong?"

"Ya pernah, tapi rasanya biasa aja! Emang rasa apa yang kamu harapkan dari Kakak dan adik? Gila kamu lama-lama!" Luna mendengkus, tangannya yang mulus terlipat di depan dada. Sahabatnya ini memang kadang-kadang kalau bertanya.

"Sabar Luna. Itu udah resiko lo punya Kakak ganteng. Kalau gue jadi lo, pasti gue bakalan gagal fokus karena ketampanan Vino yang menyilaukan!"

"Dia itu nyebelin! Kalau kamu jadi aku udah mati duluan," Sungut Luna.

"Belum tentu Luna. Tadi aku tuh gak sengaja liat Vino lagi ganti baju di ruang ganti basket. Duh, kepalaku jadi pusing!"

"Gak usah mikir aneh-aneh!" sahut Luna dengan tatapan tajam. "Vino itu bukan cowok baik, gak usah deketin dia. Kamu tau 'kan, berapa banyak cewek yang udah jadi korban dia.

"Semua gadis di sini juga tahu kali Lun, kalau Vino itu suka gonta ganti cewek. Tapi mereka tetep aja mau. Aku yakin kalau kamu bukan adik kandungnya juga mau kan?"

"Kamu ngomong apa si?" Pipi Luna seketika merona. Entah apa yang ada di pikiran sahabatnya ini, yang jelas Luna agak malu mendengar ucapan sahabatnya itu. Tak dipungkiri juga kalau pikirannya mulai membayangkan hal yang tidak-tidak.

Byurrrrrrr

Tiba-tiba seorang gadis menyiram Luna dari belakang. Luna mendadak gelagapan karena gadis itu menyiram kepalanya dengan seember penuh air. Dia berbalik badan sambil meraup udara sebanyak-banyaknya.

"Woi, ngapain lo siram Luna?" Ara selaku sahabat Luna merasa tidak bisa tinggal diam.

"Gak usah ikut campur! Ini urusan gue sama luna," teriak gadis itu.

"Salah aku apa?" tanya Luna dengan suara lemah. Dia memang tipe gadis lembut walau di saat-saat tertentu bisa berubah garang.

"Salah lo karena lo jadi adeknya Vino!" Gadis itu melipat tangannya di dada. Dia terlihat marah sekali, tapi Luna tidak heran karena gadis itu bukanlah gadis pertama yang mencari gara-gara pada Luna. Topik masalahnya sudah jelas, pasti karena Vino si kakak sialan itu.

"Bilangin tuh sama Kakak lo! Dia udah ngancurin masa depan gue! Gue udah nyerahin segalanya tapi dia malah nyari cewek baru! kalau dalam waktu seminggu dia gak ada ada ngehubungin, gue bakalan laporin dia ke polisi."

"Polisi?" Luna menatap penuh keterkejutan.

"Jangan percaya dulu Lun!" Ara menarik Luna ke belakang punggungnya. "Lagian lo diapain sama Vino? Lo hamil? Kalau cuma di unboxing doang ya itu salah lo, lah. Siapa suruh lo mau?"

"Tapi dia janji bakalan nikahin gue!"

"Hahaha, terus lo percaya gitu? Lo bego apa tolol?" tanya Ara. Meskipun dia mengagumi ketampanan Vino, tapi dia tahu persis seperti apa watak kakak dari sahabatnya itu.

"Vino pernah bilang kalau gue itu beda dari cewek lain. Jadi gue pikir dia serius sama gue!" Nada bicara perempuan itu melemah.

"Hmmm. Kasian banget! Terus mau lo apa? Mau lo bunuh adiknya sekalipun, Vino juga gak bakalan balik lagi sama lo!" tegas ara. Dia tahu kalau Vino nyaris tak pernah kembali dengan perempuan yang istilahnya sudah dibuang.

"Gue mau Luna bantuin gue bujuk Kakaknya supaya balik ke gue lagi!" ucap perempuan itu. Dia beralih menatap Luna yang mulai menggigil kedinginan.

"Maaf aku nggak bisa. Sebelumnya juga ada beberapa perempuan yang kayak gini sama aku. Sudah aku bantu, tapi Vino tetap saja menolak. Sorry aku nggak bisa!" Sambil memeluk tubuhnya Luna meninggalkan perempuan itu. Tubuhnya sudah sangat dingin sekali karena angin bertiup cukup kecang.

Ara masih di sini. Dia berkacak pinggang sambil menatap perempuan malang yang sudah dijajah oleh Vino itu.

"Sekali lagi lo berani gangguin Luna, gue gampar! Gue gak punya belas kasih buat perempuan kegatelan macam lo! Paham?"

Setelah mengatakan itu, Ara langsung berlari menyusul Luna yang sepertinya berjalan ke arah toilet. Sesampainya di sana Ara mendapati sahabatnya sedang menangis sesenggukan. Ara langsung melepaskan jaketnya dan melingkarkan pada tubuh Luna.

"Kayaknya kali ini kamu harus lebih tegas lagi sama Vino, Lun! Aku gak tega kalau harus lihat kamu dianaiaya sama mantan-mantan korbannya Vino!" ujar Ara.

Luna menoleh sambil mengelap ingus di sudut bibirnya.

"Gimana caranya? Aku udah berkali-kali nasehatin dia Ara!"

"Jangan dinasehatin! kamu harus punya ancaman buat bikin dia patuh sama kamu!" jelas Ara.

"Gimanapun caranya, pokonya kamu harus bisa. Jangan jadi cewek lemah!" tegasnya sekali lagi.

"Aku memang cewek lemah!" Luna menatap wajahnya di depan cermin. Penampilan yang sangat cupu, kaca mata besar yang menghiasi wajah, semua itu benar-benar mencerminkan sikap Luna yang lembek dan mudah ditindas.

"Tadi kamu bilang apa? Ancaman?" Luna kembali menoleh. Tiba-tiba dia mendapatkan sebuah ide berlian.

"Yuhuuu. Semua orang pasti akan patuh kalau merasa terancam. Jadi kamu harus bisa memikirkan cara membuat Vino merasa terancam.

"Hmmm." Luna manggut-manggut. Kali ini dia akan menggunkaan sesuatu yang menarik untuk mengancam Kakak sialan itu.

"Tunggu pembalasan gue Vino sialan!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status