Luna sedang duduk di sudut taman kampus saat sahabatnya tiba-tiba saja datang menghampiri. Dia menoleh ketika merasakan tepukan tangan di pundaknya
"Lun, gimana sih rasanya tidur berdua sama cowok paling tampan satu kampus?" tanya gadis itu tiba-tiba."Hei!"Sontak Luna melotot pada sahabatnya. Perempuan bernama Ara itu masih tersenyum kuda sambil melihat mata Luna yang melotot semakin garang. Dia duduk di samping gadis itu."Pertanyaan gila apaan ini? Vino itu Kakak aku! Ya kali aku punya perasaan! Emang siapa yang bilang ke kamu kalau aku sama Vino pernah tidur satu kamar?""Gak ada sih! Tapi karena kalian berdua kakak beradik, pasti pernah dong?""Ya pernah, tapi rasanya biasa aja! Emang rasa apa yang kamu harapkan dari Kakak dan adik? Gila kamu lama-lama!" Luna mendengkus, tangannya yang mulus terlipat di depan dada. Sahabatnya ini memang kadang-kadang kalau bertanya."Sabar Luna. Itu udah resiko lo punya Kakak ganteng. Kalau gue jadi lo, pasti gue bakalan gagal fokus karena ketampanan Vino yang menyilaukan!""Dia itu nyebelin! Kalau kamu jadi aku udah mati duluan," Sungut Luna."Belum tentu Luna. Tadi aku tuh gak sengaja liat Vino lagi ganti baju di ruang ganti basket. Duh, kepalaku jadi pusing!""Gak usah mikir aneh-aneh!" sahut Luna dengan tatapan tajam. "Vino itu bukan cowok baik, gak usah deketin dia. Kamu tau 'kan, berapa banyak cewek yang udah jadi korban dia."Semua gadis di sini juga tahu kali Lun, kalau Vino itu suka gonta ganti cewek. Tapi mereka tetep aja mau. Aku yakin kalau kamu bukan adik kandungnya juga mau kan?""Kamu ngomong apa si?" Pipi Luna seketika merona. Entah apa yang ada di pikiran sahabatnya ini, yang jelas Luna agak malu mendengar ucapan sahabatnya itu. Tak dipungkiri juga kalau pikirannya mulai membayangkan hal yang tidak-tidak.ByurrrrrrrTiba-tiba seorang gadis menyiram Luna dari belakang. Luna mendadak gelagapan karena gadis itu menyiram kepalanya dengan seember penuh air. Dia berbalik badan sambil meraup udara sebanyak-banyaknya."Woi, ngapain lo siram Luna?" Ara selaku sahabat Luna merasa tidak bisa tinggal diam."Gak usah ikut campur! Ini urusan gue sama luna," teriak gadis itu."Salah aku apa?" tanya Luna dengan suara lemah. Dia memang tipe gadis lembut walau di saat-saat tertentu bisa berubah garang. "Salah lo karena lo jadi adeknya Vino!" Gadis itu melipat tangannya di dada. Dia terlihat marah sekali, tapi Luna tidak heran karena gadis itu bukanlah gadis pertama yang mencari gara-gara pada Luna. Topik masalahnya sudah jelas, pasti karena Vino si kakak sialan itu."Bilangin tuh sama Kakak lo! Dia udah ngancurin masa depan gue! Gue udah nyerahin segalanya tapi dia malah nyari cewek baru! kalau dalam waktu seminggu dia gak ada ada ngehubungin, gue bakalan laporin dia ke polisi.""Polisi?" Luna menatap penuh keterkejutan."Jangan percaya dulu Lun!" Ara menarik Luna ke belakang punggungnya. "Lagian lo diapain sama Vino? Lo hamil? Kalau cuma di unboxing doang ya itu salah lo, lah. Siapa suruh lo mau?""Tapi dia janji bakalan nikahin gue!""Hahaha, terus lo percaya gitu? Lo bego apa tolol?" tanya Ara. Meskipun dia mengagumi ketampanan Vino, tapi dia tahu persis seperti apa watak kakak dari sahabatnya itu."Vino pernah bilang kalau gue itu beda dari cewek lain. Jadi gue pikir dia serius sama gue!" Nada bicara perempuan itu melemah."Hmmm. Kasian banget! Terus mau lo apa? Mau lo bunuh adiknya sekalipun, Vino juga gak bakalan balik lagi sama lo!" tegas ara. Dia tahu kalau Vino nyaris tak pernah kembali dengan perempuan yang istilahnya sudah dibuang."Gue mau Luna bantuin gue bujuk Kakaknya supaya balik ke gue lagi!" ucap perempuan itu. Dia beralih menatap Luna yang mulai menggigil kedinginan."Maaf aku nggak bisa. Sebelumnya juga ada beberapa perempuan yang kayak gini sama aku. Sudah aku bantu, tapi Vino tetap saja menolak. Sorry aku nggak bisa!" Sambil memeluk tubuhnya Luna meninggalkan perempuan itu. Tubuhnya sudah sangat dingin sekali karena angin bertiup cukup kecang.Ara masih di sini. Dia berkacak pinggang sambil menatap perempuan malang yang sudah dijajah oleh Vino itu."Sekali lagi lo berani gangguin Luna, gue gampar! Gue gak punya belas kasih buat perempuan kegatelan macam lo! Paham?"Setelah mengatakan itu, Ara langsung berlari menyusul Luna yang sepertinya berjalan ke arah toilet. Sesampainya di sana Ara mendapati sahabatnya sedang menangis sesenggukan. Ara langsung melepaskan jaketnya dan melingkarkan pada tubuh Luna."Kayaknya kali ini kamu harus lebih tegas lagi sama Vino, Lun! Aku gak tega kalau harus lihat kamu dianaiaya sama mantan-mantan korbannya Vino!" ujar Ara.Luna menoleh sambil mengelap ingus di sudut bibirnya."Gimana caranya? Aku udah berkali-kali nasehatin dia Ara!""Jangan dinasehatin! kamu harus punya ancaman buat bikin dia patuh sama kamu!" jelas Ara."Gimanapun caranya, pokonya kamu harus bisa. Jangan jadi cewek lemah!" tegasnya sekali lagi."Aku memang cewek lemah!" Luna menatap wajahnya di depan cermin. Penampilan yang sangat cupu, kaca mata besar yang menghiasi wajah, semua itu benar-benar mencerminkan sikap Luna yang lembek dan mudah ditindas."Tadi kamu bilang apa? Ancaman?" Luna kembali menoleh. Tiba-tiba dia mendapatkan sebuah ide berlian."Yuhuuu. Semua orang pasti akan patuh kalau merasa terancam. Jadi kamu harus bisa memikirkan cara membuat Vino merasa terancam."Hmmm." Luna manggut-manggut. Kali ini dia akan menggunkaan sesuatu yang menarik untuk mengancam Kakak sialan itu."Tunggu pembalasan gue Vino sialan!"Vino menggandeng Luna keluar dari café. Udara malam mulai terasa dingin, tapi peluh di pelipis Vino justru mengalir. Ia berusaha tetap tenang, tapi langkahnya makin cepat—nyaris menyeret Luna.Baru beberapa meter berjalan, Luna mulai memperlambat langkah.“Kak… Kakak… bentar…” napasnya terdengar sedikit berat. “Aku… aku pusing…”Vino langsung berhenti dan menatap cemas adiknya. “Kenapa? Pusing gimana?”Luna memegang dahinya, lalu menyender ke bahu kakaknya. “Kepalaku kayak muter-muter. Badanku juga… panas banget.”Wajah Vino langsung tegang.Shit. Efeknya mulai kerasa, batinnya."Luna, kita ke apartemen aja ya. Sebentar lagi juga enakan,” ucap Vino berusaha menenangkan, meski suaranya gemetar.Tapi Luna mulai terlihat gelisah. Ia mengusap wajahnya berulang kali. Nafasnya tersengal, dan tubuhnya mulai gemetar.“Aku… Kak, kenapa tubuhku… kayak aneh? Rasanya panas, tapi dingin juga. Jantungku… deg-degan…”Vino langsung menopangnya saat Luna nyaris limbung. Ia membawa adiknya ke bangku t
Cafe paling dekat menjadi tempat tujuan mereka. Marco memesan dua espresso untuk dirinya dan Vino. Lalu satu coklat panas yang tentunya sudah diberi obat perangsang untuk melancarkan aksinya."Gimana kuliah kalian. Lancar?""Lancar Kak! Tapi paling Kakakku sebentar lagi akan di DO," celetuk Luna. Vino menoleh geram.Mendengar itu Marco tersenyum. Ternyata gadis pendiam itu ada sisi lucunya juga.Marco bisa melihat betapa manisnya Luna di balik kaca matanya yang besar. Gadis itu menyimpan kecantikan di mana banyak orang yang tidak menyadari. Bahkan Vino si Kakaknya sendiri mungkin tidak sadar kalau Luna sebenarnya cantik."Gak usah ngomong macem-macem. Gue bakal buktiin ke elo kalo kita bakalan sama-sama lulus tahun depan.""Yau dah buktikan!" Luna mencebik. Gadis itu menarik cangkir lalu meminum coklat panasnya sedikit demi sedikit.Marco dan Vino hanya saling pandang dengan perasaan yang sulit untuk dijabarkan.Akhirnya, sebentar lagi Luna akan merasakan hal yang seharusnya dia rasak
Cafe paling dekat menjadi tempat tujuan mereka. Marco memesan dua espresso untuk dirinya dan Vino. Lalu satu coklat panas yang tentunya sudah diberi obat perangsang untuk melancarkan aksinya setelah ini."Gimana kuliah kalian. Lancar?""Lancar Kak! Tapi paling Kakakku sebentar lagi akan di DO," celetuk Luna . Gadis itu memutar bola mata dan membuat Vino menoleh geram.Mendengar itu Marco tersenyum. Ternyata gadis pendiam itu ada sisi lucunya juga.Marco bisa melihat betapa manisnya Luna di balik kaca matanya yang besar. Gadis itu menyimpan kecantikan di mana banyak orang yang tidak menyadari. Bahkan Vino si Kakaknya sendiri mungkin tidak sadar kalau Luna sebenarnya cantik."Gak usah ngomong macem-macem. Gue bakal buktiin ke elo kalo kita bakalan sama-sama lulus tahun depan.""Yau dah buktikan!" Luna mencebik. Gadis itu menarik cangkir lalu meminum coklat panasnya sedikit demi sedikit.Marco dan Vino hanya saling pandang dengan perasaan yang sulit untuk dijabarkan.“Eh, gue ke toilet du
[Gue butuh bantuan lo]Marco tersenyum sinis ketika membaca pesan yang dikirim Vino. Dia kemudian menghubungi balik nomor lelaki itu."Bantuan apaan? Ada imbalannya, 'kagak? Kalo engga gue males!""Ini beneran kesempatan emas buat lo. Adek gue lagi ngambek, gue takut dia ngadu yang engga-engga sama Mami Papi. Jadi gue butuh bantuan lo!""Terus? Gue harus ngapain?" Dua alis Marco mengernyit."Lo mau perawan, gak?""Ya maulah!""Gue mau lo bantuan gue bujuk dia! Lo bilang aja kalau sebenarnya gue sayang banget sama dia. Atau apa kek, terserah lo! Yang penting bersikap baik supaya hati adek gue meleleh.""Terus imbalannya perawan adek lo?" Marco mengingatkan jika Vino Lupa. Lelaki itu tedengar mendesah dari balik sana. "Ya iya lah bego! Ambil aja perawan adek gue. Nanti gue kirim obat perangsang biar perjalanan lo lancar. Tapi ati-ati. jangan sampe kelebihan dosis! Entar adek gue mati lagi!.""Tenang aja. Gue lebih tua dari lo Nyet! Emang adek lo di mana?" "Gue udah kirim lokasinya lewa
"Vinooooooooo ...!" teriak bu Jolla keras. "Kamu h0mo?" ulangnya untuk kedua kali. Dalam diam Vino menggeram.Ah sial.....!Benda itu ya?Kond0m memang barang yang tak pernah ketinggalan untuk dibawa, karena siapa tahu anak keparat itu menemukan mangsa indah secara dadakan. Jadi harus selalu sedia payung sebelum hujan.Antisipasi untuk mencegah, jangan sampai sudah menemukan sarang yang tepat, tapi harus ditunda karena tidak ada kuncinya.Mengenai foto yang ikut terjatuh, itu adalah foto Marco yang akan Vino berikan untuk Luna, karena Luna sudah melihatnya sendiri, Vino tidak Jadi memberikanya."E-ngga bu, itu salah paham. Bukan punya saya ...," jawabnya pura-pura polos.Gelak tawa mulai terdengar nyaring di kelas itu. Seketika suasana menjadi ramai karena ulah Vino. Selalu ada saja kelakuan aneh yang dihasilkan cowok itu."Wahh Vino! ngga nyangka ya, jeruk makan jeruk,"seru salah satu teman kelasnya. Tentu saja Vino hanya diam tidak peduli. Cowok itu bahkan tidak merasa malu sama s
Luna menyemburkan air yang ada di dalam mulutnya ketika mendapati pemandangan yang baru saja ia lihat. Bola matanya melotot sempurna, menatap jengan kearah pintu kamar mandi yang baru saja dibuka.Vino si kaka menyebalkanya, baru keluar dari kamar mandi dengan balutan handuk pink bermotif hello kitty."Ya ampun Kakak! Ngapain pake handuk aku?" Luna menatap jijik cowo yang ada di hadapanya. "cih!""Lupa ngga bawa handuk, Lun. kalo bawa ngapain juga gue make handuk lo?" Vino menyeringai lalu berjalan menuju meja makan, ia hendak memakan sepotong roti sandwich yang baru saja Luna buat. Baru ia mulai membuka mulutnya lebar..."Ngga boleh dimakan!" Luna melotot penuh sangsi. Dengan buas ia merebut roti yang ada di tangan Kakanya."Hari ini ngga ada makanan untuk kaka. Itu hukuman buat cowok yang suka mabok.""Gilss, adik macam apa lo? Gue laper Lun." Vino mencemoh kesal."Bodo amat.""Balikin handuk aku," gertak Luna manyun, ia memakan sandwich buatanya sendiri dengan tega. Kali ini Luna