Share

RENCANA BESAR VINO

Malam harinya,

"Gue mau keluar sebentar, lo di sini sendiri ngga papa kan?" Vino mengenakan jaket sambil berjalan. Laki-laki itu terlihat wangi dan rapih. Dengan dandanan seperti itu, sudah pasti Vino akan berkencan dengan wanita cantik yang sedang masuk ke dalam perangkapnya.

Luna memandangi objek yang ada di hadapannya sebentar sebelum mulai bicara. Di lihat dari sudut mana pun kakaknya memang sangat tampan. Tidak heran banyak wanita di luar sana yang ingin memilikinya. Bahkan mereka rela menyerahkan mahkota pertamanya untuk mahluk tampan sialan yang satu ini.

"Aku mau ikut," rajuk Luna, ia beranjak dari atas sofa menghampiri kakanya. "Ajak aku main Kak, ke mana aja, aku bete sendirian di apartemen!"

"Hah, ikut! Gak. Gak bisa!" tolak Vino cepat.

Bisa gawat kalau Luna ikut. Gadis ini ada sisi merepotkanya juga. Padahal kalau di rumah, ia selalu  berdiam diri saja, mungkin karena tidak ada pengawasan mamih papih membuatnya lebih berani.

"Ngga bisa, Lun. Kaka mau ke club malam. Mana bisa ajak bocah kaya kamu."

"Ishkkk." Luna berdecak. Ia menghentakan kakinya ke lantai  berkali-kali. Bibirnya sudah maju mungkin 5 centi meter. "Kita ngga pernah main bareng loh kak. Kaka cuma peduli sama pacar-pacar kaka, kaka ngga sayang lagi sama Luna?" Entah kenapa sudut hati Luna terasa ada yang berbeda saat mengatakan itu. Rasanya seperti ngilu. Tapi entah karena apa.

Sudah tidak aneh lagi, Luna memang selalu merajuk untuk menghalangi kakanya menemui wanita di luar sana. Entah sudah berapa kali ia melalukan hal semacam itu. Kadang berhasil, kadang tidak, karena Vino selalu pintar dan berhasil kabur dari pengawasanya.

"Mau main ke mana sih ? Ini udah jam 8 malam juga. Mending lo tidur."

"Aku mau makan di luar."

"Delivery aja sih. Ngapain keluar segala?"

"Ngga mau Kaka. Pokonya aku mau makan di luar. Kalo Kakak gak mau nemenin aku pergi sendiri. Tapi kalau ada apa-apa Mami sama Papi pasti bakalan marah." Luna bertolak pinggang. Kali ini ia tidak boleh kalah. Sesekali kakanya juga harus mau menuruti keinginanya

"Oke, oke ! tapi jangan jauh-jauh, di bawah ada jungfood. Kita makan di situ aja." Vino menarik tangan adiknya. "Ayo buruan."

"Aku belum ganti baju."

"Ngga perlu, ayo buruan cuma di bawah doang kok." Tentu saja Vino harus bergerak cepat, di tempat lain ada wanita cantik yang sedang menunggunya. Selly si gadis cantik yang baru ia pacari dua minggu lalu, sudah sedari tadi menunggu jemputan Vino. Tahu sendiri seorang gadis kalau sudah ngambek, Vino jelas tidak mau melewatkan jatah emasnya.

10 menit kemudian mereka sudah sampai di restaurant cepat saji yang Vino maksud. Restaurant itu terletak dilantai dasar apartemen mereka.

"Kak! Malam ini jangan pergi nemuin cewe-cewe ya," pintanya merajuk sekali lagi. Gadis ini memang pantang menyerah. Apa pun dia bisa lakukan agar kakaknya mau menurut sedikit saja.

"Hmmm. udah dimakan dulu tuh."

Vino menyuruh adiknya untuk memakan ayam goreng dan nasi yang baru saja datang."

"Iyah ." Luna segera menyambar makanan yang ada di depanya, ia makan sangat lahap seperti orang yang kesetanan.

"Lo baru pertama kali makan ayam begini ya? Rakus banget makannya."  Vino melongo melihat tingkah adiknya yang seperti tarzan baru menemukan makanan.

"Kaka tau sendiri kan? Papi selalu ngelarang aku makan makananan  cepat saji  kaya gini. Terakhir aku makan ini, aku ngga boleh main satu bulan karena sesak napasku kambuh!"

Vino prihatin dengan cerita adiknya, beruntung saja ia terlahir sebagai laki-laki. Kedua orang tuanya tidak pernah melarang ini itu seperti pada Luna. Mungkin juga karena waktu kecil Luna sering sakit-sakitan, maka dari itu ia mendapat pengawasan ketat selama ini.

Saat mereka akan pindah ke apartemen saja, Mami selalu ngoceh setiap hari. Ia tidak setuju jika Luna tinggal di luar rumah. Itu semua adalah ide Papi, ada kala dimana Mami akan kalah dengan keputusan suaminya.

"Ya udah kamu makan dulu. Kaka mau ke toilet sebentar." Vino bergegas meninggalkan adiknya yang masih  sibuk melahap makananya.

Lima belas menit berlalu, Luna sudah selesai dengan kegiatan makanya. Baru tersadar, ternyata Vino sudah lama pergi ke toilet.

"Kaka kemana sih ?" Ia melihat ke sekelilingnya, mencari cari objek tubuh yang seperti kakanya.

TRING ,,

Sebuah pesan masuk.

(Luna sayang,,,

Kaka pergi dulu ya !

Jangan tidur malam-malam

cup cup muach 😚.)

"Kakaakkk"

Luna berteriak kencang saat membaca pesan dari Kakajnya, lagi-lagi Vino si licik berhasil kabur dari pengawasanya.

***

Sekitar jam 9 pagi Luna terbangun dari tidurnya, ia mengucak dua kelopak matanya yang masih rapat. Luna menggeliat sebentar sebelum mulai mendudukan tubuhunya, setelah duduk ia bersandar lesu di sandaran kasur miliknya.

Detik kemudian, ia menjulurkan kedua kaki nya ke atas lantai. Ia bangun dan lekas beranjak dari ranjangnya. Hal pertama yang ia pikirkan pertama kali adalah kakanya. Si iblis keparat yang membuat ia harus begadang sampai malam untuk menunggu kepulanganya.

Tidak dapat berbohong, walau Luna masih sangat kesal, otaknya terus menuntun kaki mungilnya menuju kamar kakanya. Luna sangat penasaran, apakah kakanya sudah pulang? semalam ia hanya menunggu sampai jam 00.30, matanya sudah tidak kuat untuk diajak kompromi lagi.

"Kakak!" Teriakan Luna menggema nyaring memenuhi seluruh isi ruangan di apartemenya.

Luna terbelalak kaget begitu membuka pintu kamar kakanya. Sebuah pemandangan menjijikan terpampang jelas di hadapanya. Kaka keparatnya sedang tertidur pulas bersama seorang wanita, tentu saja mereka berdua dalam keadaan tooples.

Luna mematung, lututnya serasa lemas sekali. Tidak ada yang salah dengan penglihatanya, yang salah adalah kaka bajing*n yang sangat tidak tahu diri itu.

"Berani-beraninya pasangan biadab itu mengotori apartemen barunya," pikir Luna sembari mengepalkan tangan.

"Kaka keterlaluan!" Teriaknya kuat saat Vino terbangun mengucak kedua matanya.

"Luna, jangan lebay deh, dia itu pacar Kaka! " Vino menjelaskan dengan nada bicara santai, seolah yang terjadi saat ini adalah hal wajar.

"Kaka gila! Kakak gak punya otak!" teriak Luna sekali lagi. Luna memutuskan untuk pergi dari kamar kakanya. Wajah Luna sudah merah padam, menahan emosi yang entah sulit sekali untuk dikontrol. Lebih baik ia pergi, berbicara dengan iblis yang tak pernah merasa memiliki dosa tidak ada gunanya sama sekali.

"Kamu sini dulu di kamar," titah Vino pada gadis yang ada di sampingnya itu. Ia lekas bangun dan mengenakan celana boxernya. Masih dengan tubu setengah telanjang, Vino keluar dari  kamar menyusul adiknya.

Vino menghampiri adiknya. Luna tampak sedang menenggak segelas air putih di depan kulkas. "Lun, jangan marah-marah terus gitu dong. Lo lagi pms ya? " rayu kakanya tak berdosa.

Byurrr.

Luna menyiramkan sisa air yang ada di gelasnya tepat di wajah kakanya.

"Lo itu ya!"Vino tercekak. Matanya mendelik tajam, tanganya refleks terangkat satu. Hampir saja ia mendaratkan sebuah tamparan pada adiknya.

"Apa? Tampar Kak! Tampar Luna biar Kaka puas!" Luna semakin menantang, ia menyodorkan pipinya seolah minta ditampar.

"Luna --"

"Jadi ternyata ini rencana Kakak? Pantesan Kakak bersemangat banget pindah! Ternyata Kakak mau bawah bebas cewek-cewek ke apartemen kita?"

"Gak gitu maksudnya Lun!"

"Diam! Aku jijik punya kaka kaya kamu, aku benci Kakak! kaka brengseek!" teriak Luna semakin menjadi.

"Lo tau gue cowo brengs*ek. Seharusnya lo mikir, sekuat apa pun lo ngelarang gue dan ngerubah gue jadi baik, itu ngga akan berhasil! Ini dunia gue, ini jalan yang udah gue pilih sendiri."

"Luna mau pulang, silahkan kaka bersenang-senang sama pacar kaka di apartemen ini."

"Ngga bisa, gue butuh lo buat ngurus gue di apartemen ini. Dan kalo gak sama lo gue juga gak bakalan dibolehin tinggal di sini,," gertak Vino tak tahu diri, selama ini hidup Vino memang sering bergantung pada Luna, dari mulai mengerjakan tugas, membuatkan makan, bahkan sampai menyiapkan baju harus Luna. Sedangkan sang Mami sibuk bekerja mengurus usaha butik miliknya.

"Gak mau, Kaka punya banyak cewe kan! Minta salah satu pacar Kaka buat ngurusin hidup Kaka. Luna udah ngga mau berurusan lagi sama Kaka." Luna terisak kecil. Saat ini yang ada di pikiran gadis itu adalah pergi sejauh mungkin dari sang Kakak.

"Ngga mau, kaka ngga akan ngizinin kamu pulang!"

"Atas dasar apa?" Luna berteriak lagi.

"Atas dasar gue Kaka lo, selama lo menyandang sebagai adik gue, lo adalah milik gue."

"Cih, Kalo gitu mulai sekarang Vino bukan kaka Luna lagi. Toh kita beda ibu, 'kan?" tegasnya tajam.

Vino dan Luna memang beda ibu. Kisah ini terlalu rumit. Dulunya Papi Renand sempat menjalin hubungan dengan mantannya hingga hamil, dan lahirlah anak laki-laki yang diberi nama Vino. Tak lama kemudian,

istri sahnya juga melahirkan seorang gadis yaitu Luna.

Persiteruan pun sempat terjadi, tapi karena mantan kekasih suaminya meninggal tepat saat melahirkan Vino. Akhirnya Vino diurus oleh istri sahnya, dianggap dan dimuliakan seperti anaknya sendiri.

"Luna jaga bicara lo," bentak Vino geram.

"Bodo amat." Luna mulai berani, biasanya ia tidak pernah seberani ini pada kakanya.

"Ok. Kakak minta maaf. Kakak salah. Sekarang Kaka harus gimana biar lo  mau tinggal di apartemen ini?" Vino menyerah frustrasi. Ia tidak akan bisa hidup jika adiknya sampai pulang. Seperti yang dijelaskan tadi, Segala kebutuhanya selamai ini selalu diurus Luna.

"Setia sama satu wanita. Tinggalin free s*x !" tegas Luna.

"Ngga bisa, itu sama aja lo nyiksa hidup gue namanya. Bunuh aja gue sekalian Luna ...."

Vino semakin geram, bagaimana caranya menjelaskan pada adiknya. Luna bahkan tidak pernah berpacaran. Ia tidak akan mengerti arti penting tubuh wanita di hidup Vino.

"Yaudah, Luna mau pulang ke rumah sekarang juga--"

"Oke gue turutin kemauan lo, tapi gue gak bisa janji, gue bakalan coba lakuin yang lo minta!"

"Buktiin!" Luna bergegas pergi meninggalkan Kakanya yang masih berdiri terpaku.

Vino sama sekali tidak berniat  menuruti permintaan adiknya, ia hanya mengiyakan untuk mengakhiri perdebatan mereka, tentu saja Vino sudah memikirkan rencana licik lain di otaknya.

"Kita liat aja, gue pastiin suatu hari nanti lo bakalan kecanduan se*ks kaya gue. Gue bakal bikin hidup lo gak jauh beda dari gue," batin Vino.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status