Share

Bab 3 : Gadis Lima Puluh Juta

Shanaya duduk berhadapan dengan Oriaga. Sementara dirinya takut pria itu meminta kembali uang yang ditinggalkan untuknya, Oriaga takut jika sampai Shanaya melaporkannya dengan tuduhan melakukan pemerkosaan.

“Bagaimana Anda bisa tahu saya bekerja di sini?” Tanya Shanaya setelah itu menundukkan kepala.

“Sepertinya ucapanku ke wanita yang menyerangmu tadi cukup jelas, sangat mudah bagiku melakukan apapun yang aku inginkan. Seperti sekarang, aku ingin membuat kesepakatan denganmu untuk melupakan kejadian kemarin,” ucap Oriaga. “Aku tahu siapa nama lengkapmu, ayah, ibu, alamat rumah dan di mana kamu kuliah,” imbuhnya.

Shanaya terkesiap sampai mengangkat kepala untuk memandang Oriaga. Dia pikir pria itu masih memiliki sifat baik karena sudah menolongnya tapi ternyata keliru. Oriaga sangat sombong setelah dia setuju bicara empat mata seperti ini.

“Bodoh! Mana mungkin pria baik suka meniduri wanita yang bukan istrinya?” Gumam Shanaya di dalam hati.

“Aku tahu kamu ke King hotel untuk menghadiri acara ulangtahun temanmu, kalau kamu menolak apa yang aku inginkan, maka aku tidak akan segan menemui orangtuamu dan bercerita kalau putri mereka mabuk-mabukan. Aku bahkan punya rekaman kamera pengawas dari hotel lengkap sejak kamu datang.”

Shanaya merasa terpojok, ingin sekali menyebut dirinya korban, tapi sadar kejadian kemarin sebenarnya bisa dihindari jika saja dia tidak menerima minuman dari temannya.

“Kamu juga mabuk dan sepertinya menenggak obat perangsang,” ujar Oriaga. Pria itu malah menegaskan kecemasan Shanaya. “Jadi mari kita lupakan kejadian itu, aku akan memberimu uang lagi sebagai kompensasi.”

“Berapa banyak uang yang bisa Anda berikan?”

Membuang harga diri, Shanaya tahu tidak akan bisa menang melawan pria seperti Oriaga. Lebih baik dia mengubur rasa malu dan menerima kompensasi yang ditawarkan.

“Artis terkenal saja hanya mematok dua puluh lima juta untuk satu malam, tapi karena aku tahu keluargamu sedang mengalami kesulitan ekonomi, maka aku akan memberimu tiga puluh juta,” jawab Oriaga.

“Tapi saya yakin tarif artis terkenal yang Anda sebut tadi, karena mereka sudah sering dipakai oleh pria lain.” Shanaya meremas tangan di atas paha untuk mengusir rasa grogi atas keberaniannya menjawab seperti ini.

Oriaga tersenyum miring, tak menyangka gadis berwajah polos seperti Shanaya ini ternyata pandai bernegosiasi.

“Saya yakin ada hal yang Anda cemaskan, mengingat Anda sampai meluangkan waktu menemui saya sendiri.” Shanaya mengambil napas sejenak, menjeda ucapannya untuk menguatkan dirinya sebelum berkata lagi,

“Berikan saya lima puluh juta sebagai kompensasi dan saya akan berpura-pura tidak pernah mengenal Anda. Saya akan menjamin istri Anda juga tidak akan tahu kelakuan buruk Anda.”

Jantung Shanaya berdetak lebih cepat, berharap Oriaga tak keberatan menerima nominal yang akan dia minta.

“Istri?” Oriaga kaget mendengar Shanaya menyebut kata itu. Dia tertawa sambil memalingkan muka. “Baiklah, aku akan memberimu lima puluh juta, tapi pastikan kita tidak akan pernah bertemu lagi.”

Shanaya mengangguk lantas berbisik di dalam hati kalau dirinya juga tidak sudi bertemu dengan pria yang sudah merenggut kesuciannya secara paksa.

Namun, keberuntungan seperti tak pernah berpihak pada Shanaya. Di tempatnya menimba ilmu beredar gosip tentang dirinya yang menjadi ayam kampus karena masuk ke kamar hotel bersama pria. Hal ini membuat Shanaya malu. Mempertimbangkan hal itu dan ayahnya yang membutuhkan perhatian khusus, juga uang yang tak sedikit untuk berobat. Shanaya memutuskan cuti kuliah dan mencari pekerjaan tambahan.

Sudah hampir dua bulan setelah kejadian yang merubah hidupnya, dan kini Shanaya hanya fokus bagaimana cara mengumpulkan pundi-pundi agar tidak dicap sebagai benalu oleh ibu dan kakak tirinya.

“Aku heran dari mana Shana mendapat uang untuk membiayai terapi ayahnya, kerja apa dia berangkat pagi pulang malam. Apa mungkin dia benar-benar menjadi pelacur?”

Shanaya membersihkan kamar yang baru saja selesai ditempati tamu di sebuah hotel bintang lima. Gadis itu memasukkan uang lima puluh ribu yang ditinggalkan tamu ke kantong seragam sambil mengingat ucapan Ariani ke Rahma yang tanpa sengaja dia dengar.

Shanaya tak peduli apa yang ada di pikiran orang lain. Bahkan uang lima puluh juta dari Oriaga tidak dia gunakan untuk bersenang-senang sendiri. Uang itu habis untuk menutup hutang Ariani dan biaya pengobatan sang ayah.

“Shana, setelah yang ini selesai kamu bersihkan kamar president suit ya! Aku akan membereskan sisanya.”

Shanaya mengangguk, bergegas menuju kamar president suit yang dikatakan temannya setelah memastikan kamar superior itu bersih dan siap ditempati tamu lain.

Namun, saat sampai di kamar president suit itu, Shanaya kaget karena si tamu ternyata masih berada di dalam.

“Maaf, Pak! Apa benar Anda mau kamar ini dibersihkan?” Tanya Shanaya sopan.

“Iya!”

Shanaya canggung, biasanya tamu akan pergi saat ada cleaning service yang membersihkan, tapi pria penghuni kamar ini tampak santai dan malah duduk bermain ponsel masih mengenakan jubah mandi tanpa mengganti baju.

“Maaf, apa Anda masih mau berada di sini saat saya rapikan?”

“Iya, bersihkan saja!”

Shanaya mengangguk, dia membersihkan kamar itu sambil sesekali menyentuh kening. Panas, dia memang sedang kurang sehat, tapi tahu tidak boleh izin karena masih dalam masa percobaan. Saat ini sebenarnya Shanaya merasa kurang nyaman, entah perasaan atau memang benar tapi Shanaya merasa pria pemilik kamar itu terus memandanginya.

Hingga hal yang ditakutkan Shanaya pun terjadi, saat dia berdiri di sisi ranjang untuk merapikan sprei, pria itu mendekat, berdiri tepat di belakangnya lalu menyentuh bokongnya.

“Apa yang Anda lakukan?” Shanaya menoleh dan berteriak lantang, marah mendapatkan perlakuan kurang ajar seperti itu.

“Tidak usah munafik, aku akan memberimu uang tapi puaskan aku dulu.”

“Pak, saya bukan pelacur. Bagaimana bisa Anda merendahkan saya seperti ini?”

Shanaya menepis kasar tangan pria itu yang hendak menyentuhnya. Hal ini membuat si pria marah, berteriak, memaki dan membuat keributan.

Oriaga yang baru saja keluar dari kamar mendengar suara berisik yang membuatnya geram. Belakangan ini dia sudah dibuat frustasi karena tidak bisa menuntaskan birahi. Hasratnya selalu menggebu, tapi saat melihat tubuh telanjang wanita bayaran yang dia sewa tiba-tiba nafsunya menguap hilang.

Oriaga pun mencari sumber keributan, apalagi hotel itu adalah miliknya sehingga dia memiliki kuasa untuk menegur siapa pun yang menganggu ketenangannya.

“Permisi, apa Anda bisa mengecilkan suara?”

Oriaga melebarkan pintu kamar yang tidak tertutup sempurna, dia kaget melihat Shanaya berada di sana dan sedang berdebat dengan seorang pria.

“Siapa kamu?” Hardik pria itu.

Shanaya menoleh, matanya berkaca-kaca sampai membuat Oriaga terbeku. Meski kaget, tapi Oriaga langsung sadar kalau Shanaya memakai seragam karyawan hotelnya.

“Lepaskan dia!” Titah Oriaga.

Pria tamu hotel itu malah memulas seringai, meminta Oriaga untuk tidak mencampuri urusannya.

Suasana hati yang kurang baik dan hal aneh yang dia rasakan saat melihat Shanaya lagi membuat Oriaga masuk tanpa permisi. Dia melingkarkan lengan ke leher tamu itu, menarik keluar lalu mendorongnya hingga jatuh terduduk di lantai.

“Hanya ada satu orang yang boleh menjadikan hotelku tempat mesum yaitu aku.” Oriaga berkata dengan mata menatap tajam menusuk pria di hadapannya.

“Meski Anda tamu dan membayar mahal untuk menempati kamar ini, tapi Anda tidak boleh melecehkan karyawan,” ucap Oriaga. “Jika Anda tersinggung, silahkan buat laporan ke polisi, saya akan dengan senang hati meledani!” Tantangnya setelah itu kembali masuk kamar.

Oriaga meraih pergelangan tangan Shanaya, tanpa bicara menggelandang gadis itu masuk ke lift. Oriaga mendorong dan mengurung tubuh Shanaya ke dinding, menatap wajah kemudian mencium bibir gadis itu dengan kasar.

Shanaya jelas kaget, dia memberontak memukuli tubuh Oriaga, tapi pria itu sama sekali tak peduli dan terus mencumbunya.

“Apa Anda sudah tidak waras?”

Shanaya mendorong Oriaga sesaat setelah menggigit bibir pria itu hingga melepaskan tautan bibir mereka. Dia menutup bibir menggunakan punggung tangan. Darahnya mendidih dan dadanya terasa terbakar karena marah.

Oriaga sendiri masih sibuk mengatur napas, menyentuh bibirnya yang berdarah akibat gigitan Shanaya. Setelah berhasil menguasai diri, dia memandang Shanaya dan berkata, “Bagaimana jika kamu menjadi sugar baby-ku?”

Komen (8)
goodnovel comment avatar
Putri Dhamayanti
jodoh takkan lari kemana, ketemu lg ketemu lg...whehehe
goodnovel comment avatar
Neee I
Thank you and stay healthy KK.........
goodnovel comment avatar
Sari 💚
kalau udah ditakdirkan ya bakalan ketemu lagi yah .... Koq dijadikan sugar baby, dijadiin istri dong ......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status