"Om, lepaskan!" "Aku sudah membayarmu mahal, seharusnya kamu tidak mabuk atau mengonsumsi stimulan saat melayaniku." _ _ Shanaya harus merelakan keperawanannya direnggut oleh Oriaga, seorang presdir arogan yang berumur dua puluh tahun lebih tua darinya. Demi menjaga citra baiknya sebagai pengusaha, Oriaga memberikan apa yang Shanaya butuhkan dengan syarat gadis itu tidak akan muncul lagi di hadapannya. Namun seperti terkena mantra, Oriaga kehilangan gairah bercinta dengan wanita lain setelah malam panas bersama Shanaya. Hingga benang takdir kembali mempertemukan mereka dan Oriaga menawarkan sesuatu yang tak bisa ditolak oleh Shanaya. Info update bisa cek IG aku @Nasyamahila
View MoreHari itu Oriaga mengajak Shanaya pergi ke rumah utama, karena sudah lama mereka tidak menginjakkan kaki di sana. Sebenarnya Oriaga juga ingin melihat bagaimana reaksi Shanaya sebelum dia mengajak calon ibu dari anaknya itu kembali tinggal di sana. Shanaya tampak bersikap biasa, meskipun dalam hati dia merasa sedih sekaligus senang. Bagaimanapun juga rumah utama memberikan banyak kenangan baginya, setiap sudut rumah itu seolah memiliki cerita tersendiri.“Rumahnya masih sama,” ucap Shanaya sambil menatap rumah mewah itu.“Memangnya kamu pikir akan berubah seperti apa?” Oriaga malah menanggapi ucapan Shanaya dengan candaan, hingga membuat sang istri tertawa. “Ayo keluar!” ajak Oriaga sambil membuka pintu mobil.Shanaya pun menganggukkan kepala, dia melepas seatbelt sambil memandang Oriaga yang selalu membuatnya terpesona. Oriaga bergegas membukakan pintu sebelum pelayan mendekat, pria itu bahkan meletakkan tangan di atas kepala Shanaya.“Selamat datang.”Pak Wira dan pelayan menyambut
Hari itu cuaca tidak begitu panas juga tidak tampak seperti akan turun hujan, langit seperti mendukung apa yang akan Shanaya lakukan hari itu.Shanaya menoleh Oriaga yang sedang mengemudi. Meski sempat berdebat, tapi dia akhirnya berhasil mengajak Oriaga pergi ke rumah Nugroho. Sesaat setelah sampai di sana, Shanaya dan Oriaga sama-sama dibuat terkejut karena melihat sebuah kedai makanan di depan rumah Nugroho. Kedai itu bahkan tampak ramai pembeli. Shanaya yang awalnya bingung pun seketika merasa bersyukur karena Ariani mau bekerja.“Ibu tirimu benar-benar serius membuka usaha sendiri," ucap Oriaga saat baru saja memarkirkan mobil. "Hm ... setidaknya dia berubah dan tak lagi seenaknya memanfaatkan orang lain demi keuntungan pribadi,” balas Shanaya sambil memulas senyum.Oriaga pun mengangguk, mereka keluar dari mobil bersama lantas berjalan menuju rumah.Shanaya terus memperhatikan Ariani yang sedang melayani pelanggan. Ariani yang melihat kedatangan Oriaga dan Shanaya, lantas meno
"Hadeh Nona, bagi orang yang sudah menikah mengingat kapan waktu datang bulan itu sangat penting."Shanaya menekuk bibir, sejenak memikirkan ucapan Pak Wira setelah itu membalas.“Tidak usahlah, Pak. Aku yakin hanya masuk angin."“Coba tes saja, tidak ada salahnya Nona mencoba. Lagipula saya sudah susah payah membelinya di apotek, sampai-sampai penjaga apotek menatap aneh karena mungkin berpikir kenapa aki-aki macam saya ini membeli testpack,” ujar pak Wira sedikit memaksa.Shanaya masih bergeming menatap testpack itu, sebelum mengangsurkan tatapan ke Pak Wira yang masih menyodorkan barang itu di depan mukanya. “Tidak ada salahnya dicoba, biar tidak penasaran juga, Nona,” ucap Pak Wira lagi.Shanaya pun akhirnya mau menerima tetspack itu karena Pak Wira terus memaksa.“Ya sudah, tapi aku gunakan nanti saja,” ucap Shanaya lantas menyimpan testpack itu di laci.“Ingat, jangan lupa dipakai!" Pak Wira mengingatkan sebelum pergi meninggalkan Shanaya di kamar sendirian.Shanaya memperhatik
Hari itu selama sehari penuh Shanaya betah berada di rumah Isaak karena ada bayi Amora yang baru saja lahir. Dia sangat suka dengan bayi laki-laki itu, apalagi saat mencium wangi dari parfum bayi yang menguar.“Kalau capek menggendongnya, taruh saja di box,” ucap Amora karena Shanaya terus memangku Xavi — putra keduanya dan Isaak.“Tidak, aku tidak capek, Ma. Aku suka menimangnya seperti ini,” balas Shanaya.“Apa kaamu tidak mau pulang? Ini sudah malam, bagaimana kalau Oriaga mencarimu?” tanya Amora karena Shanaya berada di sana sejak pagi hingga malam hari.“Kalau dia sudah pulang, paling juga akan mencari ke sini, Mama tidak perlu cemas,” jawab Shanaya.“Kalau Mama capek, tidur saja dulu, biar aku yang menjaga Xavi,” ujar Shanaya lagi karena senang memiliki adik bayi.Amora hanya mengedikkan bahu, lantas memilih beristirahat sejenak karena menjadi ibu baru memang sedikit melelahkan.Sementara itu, tanpa Shanaya tahu Oriaga baru saja pulang. Pria itu sudah masuk ke penthousenya dan b
“Sepertinya ada yang menekan bel,” ucap Shanaya sambil menahan dada Oriaga yang sudah berada di atas tubuhnya malam itu.“Sudah abaikan saja, lagi pula siapa juga yang malam-malam ingin datang bertamu,” balas Oriaga yang tak ingin momen kebersamaannya dengan Shanaya terganggu. Oriaga mencium bibir Shanaya lembut, mengusap pipi gadis itu dan hendak memulai foreplay mereka saat lagi-lagi bel pintu penthouse berbunyi.“Ish, itu belnya berbunyi lagi. Coba lihat dulu! Mungkin Papa atau Pak Wira, siapa tahu ada hal penting,” ujar Shanaya. Dia menepuk lengan meminta Oriaga agar menyingkir dari atas tubuhnya.Oriaga pun mencebik kesal, meski begitu dia akhirnya bangkit keluar lantas melihat siapa yang datang malam-malam dan mengganggu waktu bercintanya. Dia tampak semakin kesal setelah mengintip dari monitor yang terpasang di dinding, karena ternyata Isaak lah yang menekan bel berulang kali.“Papamu itu mau apa malam-malam datang ke sini,” ujar Oriaga sambil menoleh Shanaya yang mengekor di
"Ya sudah kamu ganti popoknya sana!" Oriaga benar-benar menjauh. Tak pernah sekalipun Tuan besar sepertinya melihat hal jorok semacam ini.“Itu tinggal ganti saja popoknya Oom!” perintah Shanaya sambil menunjuk ke popok yang sudah dia siapkan di samping Celine.“Nanti nunggu Pak Wira saja. Aku takut salah geser dan malah mengotori tempat tidur kita,” tolak Oriaga karena belum pernah melakukan dan sebenarnya enggan membantu mengganti popok Celine.Sementara Oriaga dan Shanaya masih berdebat, Celine terlihat semakin menangis karena merasa tidak nyaman. Shanaya bahkan bingung harus bagaimana.“Ya sudah aku akan membersihkannya. Tapi apa benar sedikitpun kamu tidak bisa membantu!” Shanaya mengamuk karena Celine semakin menangis kencang.Oriaga merasa sedikit gentar karena terkena marah Shanaya. Akhirnya dia pun membantu meski dengan susah payah karena belum terbiasa. Oriaga bersyukur Shanaya mau mengambil dan membuang popok bekas milik Celine lalu membersihkan pantat bayi itu menggunakan
Kirana dan Elkan sudah mirip pasangan suami istri dengan anak mereka yang sangat imut dan cantik. Shanaya pun melempar senyum ke Kirana dan memutuskan untuk menunda sebentar acara belanjanya karena keponakan Oriaga itu kini mendekat ke arah mereka.“Halo, Celine.” Shanaya menoleh Oriaga yang lebih dulu menyapa bayi itu, dia tak menyangka kalau Oriaga seramah ini bahkan sampai mengambil Celine dari gendongan Kirana. “Dia tidak menangis?” Shanaya malah kebingungan karena Celine anteng saja berada di gendongan sang suami. “Kenapa menangis, dia sudah biasa kok bermain dengan Paman.” Jawaban Kirana yang enteng jelas menunjukkan kalau hal itu sebuah fakta. Shanaya mengerutkan kening. Ternyata ada beberapa hal yang berubah dari sosok pria yang dicintainya ini — yang ternyata masih belum dia tahu. “Ngomong-ngomong Celine memanggilmu apa? Kakek? Grandpa? Lalu apa aku akan dipanggil nenek?” Wajah Shanaya berubah lucu, dia menunjuk hidung dengan telunjuk sampai Elkan yang baru saja selesai m
Oriaga berjalan masuk ke tempat tinggalnya sambil memeluk Shanaya dari belakang, istrinya itu terlihat senang meskipun tadi harus dibuat menangis karena kesal juga haru. Shanaya tak menduga, Isaak akan memberinya kejutan seperti itu, bahkan papanya sengaja tidak memberitahu Issa karena takut rencananya akan berantakan. “Apa kamu bahagia hari ini?” Oriaga berbisik mesra di telinga Shanaya, dia menoleh memandangi wajah Shanaya yang mengangguk sambil menyunggingkan senyuman masih dalam posisi dia memeluk dari belakang. “Bahagia sekali, mereka tidak jadi kembali ke Belanda aku sangat senang, kalau bisa terus saja begini, meski aku yakin tidak mungkin, perusahaan Papa tidak bisa terus-terusan ditangani dari jarak jauh.” Oriaga menarik sudut bibir mendengar pemikiran Shanaya yang menurutnya kini semakin dewasa. Walaupun sejak pertama bertemu, Oriaga sudah menyadari bahwa sang pujaan hati memang terpaksa menjadi lebih dewasa karena keadaan. Namun, tetap saja kekaguman itu terus merajai ha
“Apa kamu benar sudah merelakannya?” “Hm … lagipula dia juga sudah kembali menikah dengan Pamanku.” Andra tersenyum penuh ketulusan. Pemuda itu sudah berada di batasnya, menyadari bahwa mencintai seseorang tidaklah bisa dipaksakan. Sebesar apapun keinginan Andra memiliki Shanaya, hal itu tidak akan pernah akan terwujud karena hati manusia tak bisa dipaksa. “Kamu sendiri, apa masih ingin terus seperti ini? Bukankah Mamamu sudah memintamu untuk pulang ke rumah?” Tanya Andra. Mauri yang hari itu menerima ajakan Andra untuk makan siang bersama hanya mendengkus, sebenarnya dia tidak ingin membahas masalah keluarga, tapi untuk saat ini hanya Andra lah yang bisa dijadikannya teman bicara. "Pulang ke rumah sama saja masuk kembali ke sangkar besi," balas Mauri.Karena memiliki papa yang terlalu over protektif, Mauri sampai tidak memiliki sahabat. Kesalahan sekecil apapun dari orang yang dekat dengannya bisa membuat sang Papa murka lantas membuat teman-temannya menjauh satu persatu. Setel
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.