Home / Romansa / Terjebak Gairah Panas Majikanku / Bab 2: Godaan Pembantu Baru

Share

Bab 2: Godaan Pembantu Baru

last update Huling Na-update: 2025-06-29 13:39:05

"M-maaf, Pak?" 

Evi tertegun. Mata bulatnya membesar, tidak percaya dengan kalimat kasar yang baru saja dilontarkan oleh pria di hadapannya.

Ia datang atas rekomendasi dari tetangganya di kampung yang berkata bahwa sang tuan rumah sedang membutuhkan seorang pembantu sesegera mungkin.

Berbekal uang dan pakaian seadanya, ia buru-buru berangkat dari desa ke kota. Pakaian yang ia kenakan memang agak ketat dan tipis, karena Evi pernah bekerja sebagai pemandu karaoke.

Tapi tidak pernah terlintas dalam pikirannya untuk menggoda suami orang! Ia hanya tidak punya uang lagi untuk membeli pakaian baru.

Sementara itu, Liam meneliti tubuhnya dari ujung kepala hingga kaki. Evi menelan ludah saat tatapan tajam itu menunjukkan ekspresi jijik dan menghakimi.

"Pakaianmu terlalu minim. Kamu pikir ini klub malam?!"

Evi buru-buru melipat tangan ke depan tubuhnya, berusaha menutupi bagian tubuh yang terekspos. Wajahnya memerah, campuran malu dan bingung.

"Sa-saya berangkat terburu-buru, Pak. Bu Kartini bilang saya akan bekerja di rumah ini sebagai pembantu dan harus datang hari ini juga,” jawab Evi gugup. “Saya tidak bermaksud untuk macam-macam.” 

Liam mendengus sinis. 

Tahu dirinya mungkin akan mendapat penolakan karena pakaiannya, Evi lantas memohon. Dua mata bulatnya berkaca-kaca. 

"Saya butuh pekerjaan ini, Pak. Saya mohon. Bapak boleh tes saya kalau tidak percaya. Saya bisa memasak, bersih-bersih rumah, dan semua kebutuhan yang Bapak perlukan.” 

Liam menatap wajah polos Evi. Pakaian gadis itu mungkin boleh berani, tapi dari ekspresi dan gesturnya, Liam sedikit sanksi bila gadis itu merupakan wanita penggoda. 

Beberapa detik terdiam, Liam akhirnya bersuara. “Baiklah. Kita lihat seberapa ahli kamu. Buatkan sarapan, juga kopi untuk saya. Jangan lama-lama, karena saya harus berangkat kerja.”

Pria itu melihat jam yang melingkar di tangannya, baru menunjuk pukul tujuh lewat empat puluh menit. 

Ia kemudian membuka lebar pintu rumahnya, sebelum berjalan mendahului Evi. Gadis berkulit putih susu itu mengekori Liam yang berjalan ke arah dapur.

Di belakang Liam, Evi mengembuskan napas lega. Sesampainya di dapur, Evi langsung mempersiapkan bahan makanan. Sementara Liam terus siaga memperhatikan gerak-gerik wanita itu.

Melihat betapa gesitnya Evi memasak, Liam harus mengakui kalau gadis itu bisa bekerja. 

“Ini, Pak.” 

Evi menghidangkan seporsi nasi goreng di hadapan Liam yang duduk di kursi kitchen island.

Saat mencicipi makanan itu, Liam sedikit terkesiap. Tapi ia dengan cepat menguasai diri dan menjaga ekspresinya tetap datar.

Evi berdiri di hadapan Liam, menunggu dengan tegang komentar pria itu tentang masakannya. Namun, sampai suapan terakhir pun, Liam tidak berkomentar. 

Di akhir, Evi justru diberi tes lain, yaitu membersihkan rumah. 

Satu jam kemudian, Evi yang telah selesai menyapu dan mengepel rumah itu duduk di sofa ruang tamu. Sedangkan Liam, duduk di hadapannya.

“Kenapa kamu mau jadi pembantu?” tanya Liam langsung pada inti. Dilihat dari segi mana pun, Liam harus mengakui bahwa Evi layak mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.

Evi mengulas senyum miris, matanya berkaca-kaca. “Saya butuh biaya besar, Pak. Adik saya harus sekolah. Ibu saya sudah sakit-sakitan, sementara ayah saya sudah tidak ada.”

“Memangnya nggak ada pekerjaan lain yang bisa kamu lakukan?” sasar Liam lagi. Tatapan matanya masih tajam, seolah tidak terlihat terpengaruh dengan kesedihan Evi. “Atau, ini pekerjaan pertama?”

Sesaat, Evi terlihat semakin gugup. Ia lantas menggeleng. Ragu-ragu ia menjawab, “Ehm, saya ….” Evi memainkan ujung pakaiannya karena ragu. “Saya mantan pemandu karaoke.”

Entah perasaan Evi saja atau tidak, ia menangkap ekspresi Liam yang sangat tajam, sesaat berubah. Ada keterkejutan di wajahnya, tapi juga bercampur dengan ekspresi yang tidak bisa ditebak.

Liam mengangguk-anggukkan kepalanya. “Saya akan kasih kamu waktu probasi tiga bulan. Kalau pekerjaan kamu memuaskan—”

“Saya pasti bisa memuaskan Bapak, Pak. Saya janji!” 

Mata Liam melebar, kaget. Respons Evi yang cepat rupanya ditangkap berbeda oleh otaknya.

Pria haus belaian itu justru berpikir Evi dengan suka rela akan memuaskannya juga, di luar pekerjaannya sebagai ART.

Akibat pikirannya yang melenceng itu, usai mengajak Evi berkeliling rumah, Liam yang sudah kembali ke kamar tidak bisa langsung tenang begitu saja. 

Sebagai seorang pria matang dan produktif, Liam bisa merasakan juniornya tertarik pada penampilan Evi yang aduhai. 

Ketika di kamar, pikiran mesum itu semakin meliar. 

“Argh! Sial!” Liam menggeram.

Kalau sudah begini, ia terpaksa harus menenangkannya sendiri.

Biasanya, Liam menonton video dewasa untuk membantunya memacu hasrat. Kali ini, pria itu hanya cukup memejamkan mata, dan bayangan betapa nikmat jika tubuh sang pembantu baru itu bisa berada di atasnya dan memegang kendali.

“Eugh….” Liam melenguh panjang ketika hasratnya sampai. Ia terkulai lemas di sofa kamarnya, dengan wajah yang memerah. 

Ini gila! Bisa-bisanya dia terangsang hanya karena gadis itu?!

Sementara itu … Evi mematung di depan pintu kamar yang tidak tertutup. 

Tadinya ia bermaksud untuk bertanya soal kamarnya, sebab Liam tiba-tiba pergi begitu saja setelah mengajaknya berkeliling rumah.

Tapi sekarang, tubuh Evi membeku. Ia ingin beranjak dari sana, tapi terlalu terkejut saat melihat Liam yang tengah ‘memainkan miliknya’ seorang diri di dalam sana.

“Ma-maaf, Pak!” seru Evi panik. Ia segera berbalik badan, meski sudah terlanjur melihat ‘milik’ Liam yang sedang ditenangkan. 

Gadis itu meremas jemarinya dengan jantung berdegup kencang. Wajahnya terasa panas. Suaranya terbata saat berkata, “Sa-saya hanya ingin bertanya ... k-kamar saya di mana ya, Pak?” 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (8)
goodnovel comment avatar
yesi rahmawati
Liam malu banget itu ketahuan main sendiri dan ketahuan sama evi
goodnovel comment avatar
Mbak Nana
astaga mata Evi ternoda melihat Monas yang menjulang tinggi
goodnovel comment avatar
SumberÃrta
ealaahhh..... begitu diterima kerja. langsung ngeliat durall yg siap tempur.........
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Terjebak Gairah Panas Majikanku   Hari Pernikahan - Tamat

    Tiga bulan kemudian.Pagi itu langit tampak cerah. Sinar matahari menembus tirai putih kamar Selly, membuat bayangan halus menari di dinding.Udara terasa segar, dengan aroma bunga melati yang menguar dari vas kecil di meja rias. Hari itu, Selly akan menikah.Di depan cermin, dia menatap pantulan dirinya sendiri. Rambutnya ditata sederhana dengan sanggul rendah, diselipkan beberapa bunga kecil berwarna putih gading.Gaun renda berwarna krem lembut membungkus tubuhnya dengan elegan—tidak berlebihan, tapi indah dengan caranya sendiri.Evi berdiri di belakangnya, menatap adiknya lewat pantulan kaca sambil menahan air mata. “Kamu cantik banget, Sel,” bisiknya lirih.Selly menoleh, tersenyum kecil. “Mbak, jangan nangis duluan, dong,” ucapnya mencoba menertawakan suasana yang tiba-tiba terasa haru.Evi menggeleng pelan sambil memeluk pundaknya dari belakang. “Aku hanya nggak nyangka waktu berlalu secepat ini. Rasanya baru kemarin kamu main di halaman sambil bawa boneka, sekarang sudah mau j

  • Terjebak Gairah Panas Majikanku   Candaan Kecil untuk Calon Pengantin

    Malam itu, rumah keluarga Liam terasa lebih hangat dari biasanya. Aroma teh melati yang baru saja diseduh oleh Evi menyebar ke seluruh ruang tamu, berpadu dengan wangi kue cinnamon yang masih tersisa di atas meja.Di luar, gerimis turun pelan menciptakan bunyi lembut di jendela kaca besar yang menghadap ke halaman.Ardi dan Selly duduk bersebelahan di sofa panjang, sementara Liam dan Evi di seberang mereka. Di meja, dua cangkir teh mengepul, ditemani beberapa potongan brownies yang masih tersisa separuh.Evi menatap keduanya dengan senyum lebar yang sulit disembunyikan. “Aku masih nggak percaya, loh. Adikku yang dulu suka nangis kalau gagal bikin kue, sekarang udah dilamar,” katanya sambil terkekeh lembut.Selly yang duduk di sebelah Ardi spontan menunduk malu. “Mbak, jangan gitu, malu ah,” ujarnya pelan, pipinya sudah berwarna merah muda.Ardi tertawa kecil melihat wajah calon istrinya itu. “Dia kelihatan malu, tapi waktu aku ngelamar, nangisnya sampai aku bingung mau ngapain,” selor

  • Terjebak Gairah Panas Majikanku   Will You Marry Me?

    Waktu sudah menunjuk angka tujuh malam.Di sebuah restoran di lantai atas hotel tempat Ardi biasa menginap ketika lembur proyek luar kota, suasana terasa begitu berbeda.Tak seperti biasanya yang ramai dengan percakapan bisnis, malam ini ruangan itu hanya diisi oleh denting lembut piano dan alunan musik romantis yang mengalun dari sudut ruangan.Ardi berdiri di dekat meja yang sudah dia pesan khusus. Taplak putih, bunga mawar merah muda di tengah meja, dan dua lilin kecil yang menyala redup hingga membuat suasananya begitu hangat dan intim.Dia tampak rapi dengan kemeja abu-abu tua yang dipadukan dengan jas hitam. Rambutnya sedikit disisir ke belakang, dan senyum gugup sesekali muncul di bibirnya.Di dalam sakunya, kotak kecil berwarna biru tua terasa seperti beban sekaligus harapan.Cincin itu sudah dia siapkan sejak seminggu lalu, tapi belum pernah ada waktu dan keberanian untuk memberikannya. Kini, semua yang pernah dia tunda akan dia ucapkan malam ini.Beberapa menit kemudian, pin

  • Terjebak Gairah Panas Majikanku   Setidaknya Kini Aku Lega

    “Kenapa kamu tidak memberitahuku kalau kamu mau melamar Selly?”Nada suara Liam terdengar datar, tapi jelas ada sedikit ketegasan di dalamnya. Ia bersandar di kusen pintu ruang kerja Ardi dengan kedua tangan terlipat di dada.Pandangannya lurus menatap pria yang kini tengah menunduk di balik meja kerjanya.Ruangan itu dipenuhi dengan aroma kopi dan kertas desain yang baru saja dicetak—khas ruang kerja Ardi yang selalu tampak berantakan tapi penuh ide. Komputer masih menyala, memperlihatkan sketsa rancangan bangunan di layar.Ardi mengangkat wajahnya perlahan, lalu menatap Liam dengan senyum cengiran khasnya.“Aku cuma nanya doang ke Selly,” ujarnya sambil menggaruk belakang kepala yang tidak gatal. “Kalau nanti aku melamar dia, Selly bakal nerima apa nggak. Udah, gitu doang, Liam. Bukan melamar beneran.”Liam menaikkan sebelah alisnya, matanya menyipit sedikit. Ia lalu berjalan perlahan masuk ke ruangan itu dan menatap Ardi seolah mencoba membaca kebohongan di wajahnya.“Oh? Berarti k

  • Terjebak Gairah Panas Majikanku   Memberi Restu

    “Melamar?” ulang Liam dengan mata melotot dan mulut menganga lebar, hampir saja nasi di mulutnya tumpah keluar.Suara sendok yang tadi beradu dengan piring kini berhenti, menyisakan keheningan singkat di ruang makan yang biasanya penuh tawa.Malam itu, mereka bertiga duduk di meja makan yang hangat diterangi lampu gantung kekuningan.Aroma sup ayam buatan Evi bercampur dengan wangi sambal terasi yang baru diulek, menyelimuti ruangan kecil mereka.Evi baru saja menjatuhkan “bom” kecil di tengah makan malam—bahwa Ardi, rekan kerja sekaligus sahabat Liam, baru saja melamar adiknya, Selly.Liam masih belum sepenuhnya percaya. “Tunggu … apa?” ujarnya lagi, kali ini lebih pelan, seolah butuh waktu mencerna informasi itu. Matanya kemudian beralih ke arah Selly yang duduk di hadapannya.Selly hanya bisa menunduk, memainkan ujung sendok di pinggir piringnya. “Iya, Kak. Sebelum berangkat ke kantor

  • Terjebak Gairah Panas Majikanku   Meminta Izin pada Evi

    “Mbak, ada yang ingin aku bicarakan dengan Mbak. Soal Mas Ardi,” ucap Selly perlahan sambil melangkah masuk ke dapur.Aroma bawang putih yang tengah ditumis memenuhi ruangan, membuat suasana rumah sore itu terasa hangat dan tenang. Namun, suara Selly terdengar sedikit bergetar, seolah ada sesuatu yang berat di hatinya.Evi, yang sedang mengaduk sayur di wajan, menoleh cepat. Alisnya bertaut, sementara sudut bibirnya terangkat membentuk senyum kecil yang penuh rasa ingin tahu.“Soal Mas Ardi?” tanyanya, menaruh spatula di pinggir kompor. “Kenapa lagi dengan Mas Ardi, Sel? Bukannya dia sudah mulai masuk kerja lagi, ya?”Selly mengangguk pelan. Ujung jarinya memainkan ujung meja dapur, seolah mencari keberanian untuk melanjutkan. “Iya, Mbak. Bukan soal itu, sih. Tapi, soal dia ingin melamarku.”Suara lembut itu membuat Evi spontan menaikkan alisnya tinggi-tinggi.“Lamaran?” ulangnya ta

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status