Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam dan Starla masih belum bisa memejamkan mata. Ia kini tengah berada di apartemen Vania, sedangkan temannya itu tengah pulang ke rumah kedua orang tuanya. Bukan tanpa alasan Starla berada di sana. Untuk sementara waktu ini sebelum Starla mendapatkan pekerjaan, ia memang akan menumpang hidup di apartemen Vania. Salah satu keuntungan Starla memiliki teman anak orang kaya memang seperti ini. Bisa menumpang hidup tanpa perlu merasa khawatir.
Beberapa kali Starla mencoba memejamkan mata. Tapi kantuk itu tak kunjung datang juga. Akhirnya ia pun bangun dan memutuskan untuk menonton TV. Barangkali saja setelah menonton TV Starla bisa mengantuk.Saat sedang asyik menonton TV, tiba-tiba Starla mendengar suara gedoran dari arah pintu apartemen. Dalam hati, Starla mengumpat dan menyalahkan siapa yang datang ke apartemen tengah malam begini? Apakah teman Vania? Tapi kan Vania tidak ada di sini?Dengan malas Starla melangkahkan kaki menuju pintu apartemen dan membuka pintu besar tersebut.Braaak!Seorang pria langsung jatuh ke pelukan Starla. Sial! Starla mengumpat dalam hati, siapa pria ini? Apa dia pacar Vania? Atau maling? Atau perampok?“Hey, siapa kamu?! Yang punya apartemen sedang nggak ada, jadi pergi sana. Aku nggak kenal sama kamu!” Teriak Starla sambil mendorong tubuh pria tersebut agar menjauh. Tapi hasilnya nihil. Badannya sangat besar hingga membuat Starla kesusahan.Tidak mungkin kan Starla membawa pria ini tidur bersama? Lagi pula, ia tidak mengenal pria itu. Dan kalau pun pria itu teman Vania, harusnya Vania memberitahu Starla kalau temannya ada yang mau datang. Apalagi Starla belum bisa melihat wajah pria itu secara jelas.Dan kemungkinan kalau benar temannya Vania, harusnya Starla juga bisa mengenalinya. Karena ia juga sering sekali bertemu dengan beberapa teman Vania.Pria tersebut mabuk. Akhirnya Starla memutuskan membawa pria itu ke kamarnya. Di apartemen ini Starla tidur di kamar tamu.Begitu Starla merebahkan tubuh besar pria itu di atas kasurnya, matanya langsung membulat dengan bibir melongo.“Dia pria di Klub malam itu, sial! Bagaimana bisa begini? Sebenarnya siapa dia?” Tanya Starla yang tiba-tiba panik.Tampan.Kata itu muncul begitu saja dalam benak Starla ketika melihat wajah pria tersebut. Sungguh dia sangat tampan. Rahang yang kokoh, hidung yang mancung dan alis yang tebal.Starla berusaha menepis pikiran itu jauh-jauh. Dia hanyalah pria mabuk yang kemungkinan salah masuk apartemen! Starla berusaha menyadarkan diri. Starla mencoba menepuk-nepuk kedua pipi pria itu. Awalnya hanya tepukan pelan. Namun, lama-kelamaan menjadi sebuah tamparan karena pria itu tak kunjung memberi respon.Pria itu hanya mengerang dengan mata yang masih tertutup.Ck! Bagaimana jika pria itu adalah penjahat? Apakah Starla harus membiarkan pria asing itu menginap di apartemen yang bahkan bukan miliknya sendiri? Starla menggeleng. Dari penampilannya saja walaupun sudah terlihat berantakkan, sepertinya pria itu terlihat seperti pekerja kantoran. Dan tampan sekali.Sudah berbagai cara Starla lakukan untuk mengusir pria itu. Namun, tak membuahkan hasil. Akhirnya Starla menyerah, ia membiarkan pria itu untuk tidur di kamarnya dan ia sendiri akan tidur di kamar Vania. Tapi sebelum itu, Starla mengunci pintu kamarnya dari luar untuk mencegah hal yang tidak di inginkan terjadi.Bisa saja kan ketika ia sudah tertidur pria itu bangun dan melancarkan aksinya.Jaman sekarang kan modus penjahat semakin berkembang.***Pagi harinya, Starla mendengar suara gedoran yang lagi-lagi sangat mengganggu. Ia melirik jam yang masih menunjuk pukul delapan pagi. Dan orang gila mana yang membuat rusuh di jam sepagi ini? Sudah dua hari Starla tidur di sini dan baru kali ini ada orang gila yang terasa sangat mengganggunya.Starla keluar kamar dan mencari sumber suara yang ternyata berasal dari kamarnya, kamar tamu. Astaga! Starla menepuk jidat, semalam kan ada pria asing berwajah tampan yang ia kunci di sana.“Woy! Buka pintunya! Atau kamu mau aku pecat!” Teriak pria itu dari dalam kamar.Starla tertawa, memangnya pria itu siapa? Apa dia masih mabuk? Sembarangan saja mau memecat orang yang bahkan tidak bekerja untuknya. Ah, ini sungguh lucu.Starla masih diam sembari mendengarkan omelan yang di lontarkan pria asing tersebut dari balik pintu.Sementara dari dalam kamar, pria itu menjadi semakin kesal. Ia semakin menggedor pintu dan berteriak mengancam karena ia pikir, ia sedang berada di kamar anak buahnya. Saat ia melihat pintunya terbuka, ia langsung memasang wajah yang paling mematikan. Dan bersumpah akan memaki orang yang sudah berani menguncinya tanpa ampun.Namun, ia langsung terkejut ketika yang ia lihat bukanlah wajah anak buahnya. Ia ingat betul bahwa wanita yang ada di hadapannya ini adalah wanita yang ada di klub malam itu.‘Cantik,' ujarnya dalam hati.Walau hanya mengenakan piyama tidur dan rambut yang di cepol secara asal. Bahkan ia sempat di buat terpana oleh wajah cantik itu. Tapi, ia harus tetap memasang ekspresi mematikan pastinya. Untuk menjaga harga dirinya. Munafik sekali memang.“Siapa kamu?! Berani-beraninya mengunciku di sini?” Tanya pria itu dingin.Starla melongo. Apa dia bilang? Angkuh sekali manusia ini. Dia yang salah dan kenapa juga dia yang marah?! Sialan!“Kamu pikir, kamu siapa? Mengganggu orang tengah malam, mabuk lagi. Jangan-jangan kamu penjahat ya?” Tuduh Starla tidak terima.“Harusnya aku yang tanya, bagaimana bisa ada wanita di sini? Atau … jangan bilang kalau kamu wanita bayaran yang di sewa anak buahku?” Pria itu tersenyum miring.Apa?! Starla tidak terima dengan tuduhan tersebut. Wanita bayaran dari Hongkong! Ia saja menumpang di sini. Boro-boro di bayar.“Excusme! Ini apartemen saya,” ujar Starla sinis.Pria yang masih berdiri di depan Starla itu langsung mengedarkan pandangannya. Menatap seisi ruangan apartemen dan menggaruk tengkuk.“Kenapa aku bisa ada di sini?” Tanya pria itu datar.Starla memutar mata jengah, ia segera menarik dan mendorong pria itu keluar dari apartemen sebelum sang pemilik kembali. Bisa kena marah kalau sampai Vania menganggap Starla memasukkan pria dan bermain di dalam apartemennya. Ya, walaupun Starla yakin kalau Vania pasti juga sering membawa prianya masuk ke apartemennya.“Pergi sana!” Usir Starla.“Kamu mengusirku?” Tanya pria tersebut.“Lalu Anda maunya bagaimana? Saya harus bersikap baik kepada Anda, dan menerima Anda di apartemen saya, begitu?” Starla melotot. “Cukup semalam saja kamu menggangguku, dan sekarang kamu pergi sana!” Ketusnya kemudian.“Tunggu dulu, ini kamar nomor enam puluh sembilan kan?” Tanya pria itu memastikan sebelum Starla menutup pintu.“Sem-bi-lan-pu-luh-e-nam,” jawab Starla dengan nada mengeja. Setelah itu, ia membanting pintunya begitu saja di hadapan pria tersebut.Starla menarik napas sesaat sebelum akhirnya membereskan tempat tidurnya yang semalaman di tiduri oleh pria gila tersebut.Sementara di luar apartemen, pria itu tersenyum sambil menggaruk-garuk kepalanya. Kenapa dirinya bodoh sekali? Jelas-jelas kamar ini memang tertulis sembilan puluh enam. Bisa-bisanya ia keliru. Tapi ia tidak menyesali kejadian ini sama sekali. Toh, gara-gara ia mabuk dan salah masuk kamar. Ia justru bisa bertemu lagi dengan wanita yang ia cumbu di Klub malam itu.Ia kembali membayangkan wajah cantik Starla, ketika wanita itu marah-marah tadi. Entah kenapa ia begitu menyukai ketika bibir itu berteriak marah padanya. Ia jadi ingin kembali mencicipi bibir seksi sekaligus pedas itu, sekali lagi. Ia tertawa ketika otak mesumnya kembali beraksi.Revanno Immanuel, seringkali di nilai player oleh setiap wanita yang beruntung bisa tidur dengannya. Seorang CEO muda yang di segani di Ibukota ini. Tentu saja di segani, selain kaya dia juga tampan dan pintar, walau otaknya cenderung mesum. Membuat wanita manapun akan meleleh ketika mendapat tatapan darinya. Ralat, kecuali wanita bermulut pedas yang baru saja memarahinya tadi. Bagi Revanno wanita itu sangat cantik. Tapi apakah wanita itu normal? Bagaimana bisa wanita tersebut marah dan malah mengusirnya begitu saja?Wanita lain mungkin akan mengambil kesempatan dalam situasi seperti tadi. Entah dengan menggoda, merayu agar bisa tidur bersama Revanno hingga membuat Revanno merasa muak. Revanno akan diam ketika para wanita tersebut bermain dan menikmati bibirnya. Namun, ia akan bertindak ketika para wanita tersebut mulai berbuat lancang.Bagaimanapun brengseknya Revanno, ia tetap merasa jijik dengan wanita penggoda yang hanya bisa menjual tubuh. Tapi Revanno juga tidak munafik jika nafsunya sudah mendesak ia juga akan langsung lari ke Klub untuk mencari wanita di sana. Tapi wanita yang ia cari adalah wanita yang sama-sama pengunjung Klub, bukan wanita penghibur. Entah kenapa ia suka yang seperti itu.Contohnya ketika ia bertemu dengan Starla malam itu, dan menganggap Starla wanita yang bisa ia ajak bersenang-senang malam itu.Pergi ke Klub adalah hal biasa yang sering Revanno lalukan. Tapi ia tidak akan bermalam di sana, ia akan memilih langsung pergi ketika miliknya sudah berhasil terpuaskan. Katakanlah ia memang berengsek! Tapi itulah kenyataanya. Karena Revanno memang belum bisa serius dengan wanita.Revanno tidak percaya cinta. Baginya cinta itu hanya kesenangan sesaat yang biasa ia dapatkan di atas ranjang dengan seorang wanita, dan berakhir begitu saja ketika ia sudah mendapatkan apa yang ia butuhkan.***Hari ini Revanno kembali ke rutinitas paginya yang mungkin akan cukup melelahkan. Semenjak ia kehilangan sekretaris andalannya. Ia jadi harus mengurus semua tugasnya seorang diri. Ia benar-benar butuh sekretaris baru, benar-benar butuh.Sebenarnya ia bisa-bisa saja mengatasi pekerjaannya seorang diri. Karena kalau di nilai dari segi apapun Revanno memanglah sangat cerdas dan kompeten dalam hal pekerjaan. Tapi, ia merasa harus tetap membutuhkan seorang sekretaris. Apalagi mengingat kalau Revanno juga hanyalah manusia biasa.Coba katakan manusia mana yang bisa tahan kerja bagai kuda?Tentu Revanno tidak mau mati muda karena terlalu banyak bekerja. Mengingat kalau ia masih merupakan makhluk sosial yang membutuhkan bantuan dari orang lain. Selain itu, alasan lain Revanno membutuhkan sekretaris adalah ada yang bisa ia gunakan sebagai cuci mata sekaligus pelampiasan hasratnya yang terkadang datang secara tiba-tiba.Ia berharap segera mendapat sekretaris yang sesuai dengan kriterianya.Kalau bisa yang masih muda dan cantik, seksi apalagi mau sekali. Tidak seperti sekretaris lamanya.Semoga Revanno bisa segera mendapatkannya.“Revanno.”“Ya?”Starla membelai wajah pucat Revanno. “Kamu baik-baik saja?”Revanno mengangguk seraya menelan ludah susah payah. Membuat Starla tertawa pelan.“Kenapa tertawa?” Revanno menatap istrinya dengan kening bertaut.“Yang ingin melahirkan itu aku, kenapa kamu yang panik dan pucat seperti ini?”“Yang ingin kamu lahirkan itu anakku, kenapa aku nggak boleh panik seperti ini?”Starla tersenyum simpul, membawa kepala Revanno ke dadanya. Membelainya lembut. “Jangan panik seperti itu. Aku baik-baik saja. Wajah kamu pucat sekali.”Revanno mengangkat kepala, sejajar dengan kepala Starla. Mata kelamnya menatap Starla lekat. “Berjanjilah padaku, kamu akan baik-baik saja.”Starla mengangguk. “Aku pasti baik-baik saja. Ini bukan pertama kali aku melahirkan, Revanno. Apa kamu lupa?” Tanyanya menatap Revanno. “Dan ini juga bukan pertama kalinya kamu menemaniku saat ingin melahirkan.”Revanno meringis. “Tapi tetap saja, Starla. Rasanya tetap sama tegangnya. Dan khawatir juga. Aku sangat kha
“Starla dimana?” Joshep yang tengah menyiapkan bekal untuk piknik bersama cucunya menatap Revanno yang memasuki dapur, dengan rambut basah.“Tidur,” jawab Revanno singkat. Revanno mulai mengambil beberapa telur untuk membuat omelet.“Tidur?” Tanya Joshep dengan satu alis terangkat, kemudian pria itu mengulum senyum. “Kelelahan?” Godanya.Revanno hanya tertawa pelan seraya mengangguk. Mulai memecahkan beberapa telur ke dalam mangkuk. “Apa perlu Ayah membawa Sera untuk menginap di hotel?”Revanno menoleh, ide itu terdengar sangatmenggoda. Namun, apa Starla akan mengizinkannya?“Ayah ajak ke hotel saja, ya. Hotel yang ada di Ubud. Ayah ingin mengajak Sera untuk melihat pemandangan yang ada di sana. Dia pasti suka.” Kata Joshep.Revanno mendekati Ayahnya, lalu memeluk Ayahnya singkat. “Terima kasih, Ayah.”Joshep mengangguk, menepuk- nepuk pelan bahu Revanno. “Dalam rangka mendapatkan cucu kedua, Ayah rela menjaga Sera selama yang kamu inginkan,” ujar Joshep sambil mengedipkan sebelah
“Sera ingat apa pesan Papa?” Revanno berjongkok di depan putrinya. Menatap gadis kecil itu sambil tersenyum.“Nggak boleh nakal dan menyusahkan Kakek sampai Papa dan Mama kembali ke Jakarta.”Revanno tersenyum, menepuk puncakkepala putrinya. “Pintar.”Revanno lalu merentangkan kedua tangannya dan memeluk Sera dengan begitu eratnya.“Hanya beberapa hari, Papa dan Mama akan pulang,” ujar Revanno pelan seraya mengecup kepala anaknya. Sementara Sera hanya mengangguk saja.Revanno dan Starla akan pergi berlibur ke Bali, hanya berdua. Setelah beberapa tahun tidak menghabiskan waktu hanya berduaan, Starla merasa sangat membutuhkan waktu untuk quality time berdua dengan suaminya. Dan Revanno menyetujui hal itu.“Ya sudah. Kalian cepat berangkat sana.” Joshep mengenggam tangan cucunya.Revanno sengaja menitipkan Sera kepada Ayahnya karena memang sejak awal Joshep-lah yang menawarkan diri untuk menjaga Sera selama Revanno dan Starla pergi berlibur. Lagipula sekarang Joshep juga sedang menikm
Starla terengah dengan Revanno yang terus menghunjam ke dalam tubuhnya dari belakang. Wanita itu memejamkan mata, mencengkeram kain yang mengikat kedua tangannya.“Revanno …” Starla mendesah. Ia mendapatkan kenikmatan yang selalu mampu membuatnya tergulung ombak yang begitu dalam.Revanno mencengkeram dada Starla dan menarik istrinya agar menempel ke dadanya. Starla berpegangan pada paha Revanno. Pria itu mendorong kuat-kuat dan menenggelamkan dirinya di sana. Terengah dengan bibir di leher istrinya. Bernapas terputus-putus.Ketika napas mereka tidak lagi memburu seperti tadi, Revanno mengecup leher Starla. Tubuh mereka masih menyatu lekat. Revanno memeluk perut untuk istrinya posesif, enggan melepaskannya. Bibir Revanno mengecupi bahu Starla. Sementara istrinya itu bersandar lemah di dada bidangnya.“Mama!” Teriakan nyaring membuat mata Starla yang semula terpejam, kini terbuka lebar. “Mama!”“Revanno, Sera,” ujar Starla pelan, tubuhnya lelah, Revanno tidak penah hanya cukup satu kal
Lima tahun kemudian.Mobil itu sudah terparkir dengan sempurna di depan rumahnya. Yang paling kecil turu dengan cepat, berlari masuk ke dalam rumah dengan wajah cemberut. Sementara, pria yang menyerupai gadis kecil itu mengikutinya dari belakang dengan senyum tipis dan gelengan kepala pelan.“Mama ... Mama ...” teriak gadis kecil itu hampir memenuhi setiap sudut ruangan. la membuka pintu rumah, mendorong dengan kasar, lalu masuk ke dalamnya disusul dengan sang Ayah yang membawakan tas sekolahnya.“Mama!” Teriaknya lagi, kali ini dengan air wajah yang memerah.Datanglah sang Ibu dari balik pintu dapur, menyambut anaknya yang baru pulang sekolah seperti biasanya. “Loh, anak Mama pulang sekolah kenapa wajahnya di tekuk seperti itu? Ada apa? Siapa yang berani membuat donat gula Mama marah?”Masih memasang wajah cemberut dengan bibir yang maju tak mundur sama sekali, gadis kecil itu bersidekap. “Sera nggak mau di jemput Papa lagi,” ujarnya nyaring.Mendengar hal itu, Starla lantas beralih
Kencan yang Revanno bayangkan adalah jalan-jalan menaiki mobil, berhenti di taman yang sepi dan menikmati jajanan yang ada di sana. Seharusnya. Ya seharusnya memang seperti itu. Namun, hal itu tidak mungkin karena ini adalah malam Minggu. Ia sudah merangkai semua rencana itu di dalam kepalanya, tetapi realita memang tidak seindah ekspetasi. Pasalnya, baru saja mobilnya keluar dari pelataran rumah sakit, kemacetan sudah menunggu mereka.Revanno menghela napas, wajahnya tertekuk masam, sedikit kesal lebih banyak mengumpat. Starla yang duduk di sampingnya bersama dengan Sera di dalam gendongan wanita itu sudah beberapa kali mengomeli Revanno. Meski Sera belum mengerti, atau memahami apa yang sang Ayah ucapkan, tapi tetap saja rasanya tidak tenang sekali mendengar Revanno mengumpat kasar di depan Sera.“Sabar, Revanno …” Sudah beberapa kali Starla berujar seperti itu. Kali ini ia menambahkan dengan usapan lembut di lengan suaminya. “Nggak apa-apa kok agak malam, Sera juga sudah memakai ba