Share

02. Pertengkaran

Dengan langkah pasti, Chloe keluar dari ruangan itu. Dia tidak mau berbalik. Masa depannya bersama Albert ada di depan sana. Dia hanya perlu melangkah untuk menggapainya.

Namun, di dalam hatinya, Chloe tahu bahwa peristiwa semalam, akan meninggalkan bekas yang sulit dihapus.

Chloe berjalan menuju lift yang berada di ujung koridor. Sambil berjalan, dia memikirkan tentang apa yang akan dia katakan kepada Albert saat mereka bertemu nanti dan konsekuensi apa yang akan dia hadapi sebentar lagi.

Ting!

Pintu lift itu terbuka, dia tergesa-gesa memasuki lift tersebut. Dengan tangan yang gemetar Chloe menekan angka satu pada panel lift.

Netra Chloe menatap angka yang terus bergerak turun. Dia sudah tidak sabar lagi untuk segera keluar dari sana. Perasaannya sangat kacau. Ia tidak tahu harus memasang wajah seperti apa saat bertemu dengan Albert nanti.

Pria itu pasti akan marah besar kalau sampai tahu bahwa dia telah menghabiskan malamnya dengan seorang pria yang tidak dikenalnya sama sekali. 

Begitu lift itu tiba di lantai satu Chloe segera keluar dan menuju ke bagian resepsionis.

Dia meminjam telepon sebentar dan menelpon Albert.

Chloe memandang sekeliling dan mencari tempat untuk duduk dan menanti Albert di sana. Sambil duduk dia mulai memikirkan cara untuk mengatakan semua hal itu kepada Albert. Namun, dia memutuskan untuk memberitahu Albert nanti saja saat dia sudah siap.

Tiga puluh menit kemudian, Albert tiba di sana. Pria itu menghampiri Chloe dengan tergesa-gesa.

“Hi, darling,” sapa Chloe dengan suara yang dibuat seriang mungkin.

“Hi, my wife wanna be! Hmm, mana teman-temanmu yang lain?” tanya Albert memicingkan matanya.

“Mereka masih tidur. Ini kan masih pagi-pagi sekali," ucap Chloe seraya membuang tatapannya dari mata Albert.

Namun, saat melihat calon istrinya, wajahnya tiba-tiba berubah pucat. Matanya mengarah ke jaket yang dikenakan oleh Chloe.

Tatapan aneh Albert pada jaket itu membuat Chloe bingung. Ia seakan-akan begitu mengenali jaket yang ia kenakan.

Albert menarik Chloe lagi ke dalam pelukannya. Dia membenamkan wajahnya di antara cekungan leher Chloe. Dihirupnya aroma shampoo dari rambut Chloe.

Namun, ada satu aroma lain yang berasal dari dress, bukan, jaket yang dikenakan Chloe. Itu bukan aroma Chloe.

“Dengan siapa kamu tidur semalam?” tanya Albert tiba-tiba.

Deg! Chole seketika terdiam mendengar pertanyaan Albert.

“Chloe?” sentak Albert sambil menelisik wajah Chloe.

“B-bisakah kita membicarakan hal ini di mansion kamu?”

“Jawab saja pertanyaanku Chloe?!”

“Albert, aku janji akan menjawab semuanya nanti.”

Chloe berjalan di depan Albert dengan langkah gontai. 

“Kamu mau ke mana?” kejar Albert. Dia tidak suka ketika Chloe pergi begitu saja saat dia sedang menanti jawaban darinya.

“Aku hanya ingin berbicara denganmu, privat! Bukan di tempat umum.”

Albert menarik lengan Chloe. Dari tatapannya, terpampang ketakutan yang tak bisa Chloe deskripsikan.

“Tolong katakan yang sejujurnya, Chloe.”

“A-aku sudah bilang tadi, kalau aku akan membicarakan semua ini nanti, Albert Wesley. Kenapa kamu tidak memberiku waktu sedikitpun?” keluh Chloe dengan suara putus asa.

“Aku bukan tidak memberimu waktu atau tidak percaya padamu, tapi bukti aroma parfum woody, serta jaket laki-laki ini...”

Albert mendekati Chloe dan mengangkat wajah kekasihnya itu. Netranya menatap bola mata Chloe yang indah. 

Lalu, pandangannya turun ke leher wanita itu. Bukti bahwa calon istrinya sudah melakukan percintaan dengan pria lain terpampang nyata di hadapannya.

Wajah pucat serta marahnya semakin tak terkendali tatkala ia melihat kembali jaket yang Chloe kenakan.

Chloe hanya terdiam. Silence is golden, isn’t it? tapi benarkah dengan diamnya saat ini akan menyelesaikan masalahnya?

Tapi dari sikap Albert, Chloe merasa bukan hanya dirinya yang sekarang tengah menyimpan rahasia besar.

“Aku sudah melakukan kesalahan yang fatal semalam,” ucap Chloe pelan, nyaris berbisik.

Albert mengepalkan tangannya menahan emosi di dalam dada.

“Ikut aku sekarang,” bisik Albert dengan suara bergetar.

Hatinya mendidih karena pengakuan Chloe. Kekecewaan dan kebencian bercampur aduk di dalam kepalanya. Terlebih, Albert seakan seperti ketakutan dengan apa yang akan disampaikan oleh Chleo.

“Masuk!” perintah Albert sambil membukakan pintu mobilnya untuk Chloe.

Tanpa disuruh kedua kali, Chloe langsung melompat masuk ke dalam mobil.

Albert mulai mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

“Baiklah, aku akan memberitahu semuanya tentang kejadian semalam!” teriak Chloe kesal.

Albert hanya diam, menunggu Chloe membuka semuanya.

“Minumanku dicampur obat perangsang oleh seseorang dalam pesta lajang kemarin malam. Hal itu membuatku berakhir di atas ranjang dengan seorang pria yang sama sekali tidak aku kenal.”

Mendengar kata 'obat perangsang', wajah Albert kembali memerah menahan amarah. Ia mengepalkan tangannya dan memukul stir mobil dengan keras.

"Kamu bohong, Chloe! Siapa pria yang tidur denganmu itu!"

Tubuh Chloe gemetar. Dia hampir tidak bisa menahan rasa sakit yang ada dalam dadanya.

“Aku sedang menceritakan yang sebenarnya, Albert! Aku tidak tahu siapa pria itu!

“Listen! Kamu kira aku bakal percaya dengan cerita murahanmu itu?”

“Aku dijebak, Albert!”

Chloe mulai menangis terisak-isak.

“Lalu apa yang kamu lakukan dengan pria itu?” tanya Albert tanpa tanpa mempedulikan tangisan Chloe.

“Dia menciumku dan memaksaku untuk melakukan hal yang tidak ingin aku lakukan. Aku menolak dan mencoba melepaskan diri, tapi semua penolakan dan usahaku sia-sia.”

“Lalu? Apakah kamu…?”

“Albert, aku bersumpah, kalau itu aku lakukan karena pengaruh dari obat perangsang.”

“Kamu menjijikkan,” cetus Albert tanpa perasaan. Lalu dengan wajah sinis, dia berkata lagi dengan kejam.

“Keluar dari mobilku sekarang juga, aku tidak sudi melihatmu.”

***

Sementara itu, di sebuah kamar hotel, seorang laki-laki tampan tengah menyugar rambutnya dengan kasar.

“Arrgghh” dengusnya pelan sambil memijat pelipisnya.

Rasa pusing dan mual terasa semakin menjadi-jadi. Alkohol sialan itu telah membuatnya merasakan pusing yang luar biasa.

“Aku di mana?”

Namun, saat mengedarkan pandangannya, menatap bercak darah yang ada di kasurnya.

“Darah? Itu darah milik siapa?”

Matanya yang berwarna biru terbelalak melihat noda darah yang cukup lebar di atas bed cover putih.

“Astaga! Apa yang telah aku lakukan semalam?”

Tadi malam dia benar-benar mabuk dan bergairah. Kegembiraan yang dia rasakan karena kliennya telah menandatangani proyek besar yang akan mereka kerjakan tahun ini, membuatnya lupa diri dan menikmati alkohol diluar batas.

Dengan tergesa-gesa dia memungut pakaianya yang tergeletak di atas lantai dan mengenakannya.

“Brengsek! Siapa yang telah menjebakku hingga aku berakhir di kamar ini dan merenggut kegadisan seorang wanita?” makinya dengan penuh amarah.

"Jangan-jangan..."

Sebelumnya, saat merayakan proyek yang telah ia dapatkan, ia melihat sosok pria yang begitu ia benci tengah tersenyum padanya.

Ya, pria yang merupakan lawan bisnisnya itu. Namun, entah kenapa saat perayaan itu terjadi, ia justru ikut merayakan kemenangannya. Bagaimana bisa seseorang dengan bangga merayakan kemenangan musuhnya?

Pria itu mencari-cari gawainya, tapi benda itu seakan raib entah ke mana.

“Ke mana ponselku? Bukankah semalam aku masih menggunakannya untuk menelpon Isac?”

Dia tiba-tiba teringat; Isac, bawahannya, seharusnya malam itu membawakannya seorang wanita penghibur!

“Pasti ponselku di jaket, ya! Jaketku mana?” serunya tanda sadar. 

Matanya menyapu semua sudut kamar dan berusaha mencari keberadaan jaket berwarna biru tua itu. 

“Sialan, masa jaketku tiba-tiba seperti punya sayap sendiri?”

Karena kesal tidak menemukan jaket itu, dia berjalan ke arah meja kecil di samping ranjang dan meraih telepon hotel.

Ditekannya nomor ponselnya sendiri dan menunggu dengan tidak sabar. Namun, dia langsung terhubung dengan operator.

“Pasti batre ponselku habis.”

Dengan hati gusar, dia berjalan mondar-mandir sambil berpikir dan mencari jalan keluar.

Tanpa menunggu lama, dia segera menelpon Isac. Anak buah sekaligus tangan kanannya yang sangat ia percayai.

“Hello,” sapa Isac dengan suara kesal. Rupanya karena unknown number membuat pria itu sedikit terganggu.

“Isac, ini aku Mateo.”

“Hah? T-Tuan Mateo? Tuan ada di mana sekarang? Saya sudah mencari Tuan sepanjang malam."

“Siapa wanita yang telah kamu sewa semalam?” tanya Mateo yang menghiraukan pertanyaan Isac begitu saja.

“M-maksud, Tuan? Aku tidak memesan wanita mana pun untuk Tuan semalam.”

“Are you kidding me?” 

“Saya serius, Tuan. Semalam saya mencari Tuan di tempat Tuan mengadakan transaksi bisnis."

"Lalu?"

"Saya mencari-cari Tuan, tapi Tuan tidak ada di sana. Saya pikir Tuan pulang begitu saja karena tidak sabar menunggu saya.”

“Damn it!”

Ternyata dugaannya tepat. Dia telah salah sangka. Wanita semalam yang ditidurinya, bukanlah wanita panggilan yang telah disediakan oleh anak buahnya. Dia bahkan sudah mengambil kegadisan seseorang tanpa perasaan. 

“Jemput aku sekarang juga!”

“Di mana, Tuan?”

"Di Sky pub and hotel. Aku tunggu!” 

Klik. 

Sambungan telepon terputus sebelum Isac sempat berkata apa-apa lagi. 

Setelah merapikan penampilannya, Mateo segera turun ke lobby. Pikirannya kalut dan rasa bersalah menyerang hati nuraninya.

Kalau benar dia sudah merenggut kegadisan seorang wanita tadi malam, maka sebagai seorang pria sejati, dia harus mempertanggung perbuatannya.

Namun, memikirkan hal itu saja langsung membuatnya mual dan pusing.

Di tengah kemelut pikiran yang menderanya, sebuah nama tiba-tiba muncul di kepalanya. Pria itu yang berpotensi menjebaknya dengan wanita itu.

"Albert..." geramnya seraya mengepalkan tangan.

Dari kejauhan dia melihat Isac berlari-lari kecil ke arahnya.

"Tuan Mateo, sa...."

"Segera minta pihak hotel untuk menyediakan rekaman CCTV semalam," potong Mateo dengan suara tegas dan berwibawa.

"Baik, Tuan. Akan segera saya laksanakan."

"Mana kunci mobilnya?"

Dengan cepat Isac menyerahkan kunci mobil sport milik Tuannya.

Rupanya Meteo telah berpesan kepada Isac tadi untuk membawa mobil sport saja karena dia ingin mengemudi sendiri.

"Kerjakan tugas kamu sekarang, dan kirim rekaman CCTVnya kepadaku secepat mungkin."

"Baik!" jawab Isac sambil mengangguk patuh.

Bersambung

MyMelody

"Marah adalah reaksi alami terhadap pengkhianatan, tetapi kuasailah dirimu saat kebenaran mengungkapkan segalanya." - Albert Wesley -

| 71
Komen (89)
goodnovel comment avatar
Rostini 216319
tega yah albert kalau bener dia yang ngejabak chloe dan mateo..
goodnovel comment avatar
Dessy Chandra
semoga mateo bertanggung jawab
goodnovel comment avatar
Riema Wati
sosok Mateo sepertinya pria sejati ... kayanya ini jebakan tunangan nya c chloe ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status