Share

Bab 6 : Berubah Pikiran?

Penulis: NACL
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-03 09:07:07

“Te--ntu saja aku tahu,” gugup Bima, tetapi pria itu masih berani menantang. Dia mengangkat dagu dan bertolak pinggang di depan Denver.

Sebelah sudut bibir Denver berkedut dan mata cokelat karamelnya mengintimidasi pria itu. Dia melepaskan Dewi dari pelukan, lalu melindungi gadis bertubuh mungil itu di balik punggung lebarnya.

“Pergilah!” usir Denver.

Sedangkan Dewi menegang di balik punggung Denver. Gadis itu menggigit bibir bawahnya dan gemetaran. Bukan karena dia takut bertemu dengan Bima, melainkan mendengar jawaban sang suami.

Batin gadis itu bertanya, ‘Jadi … Mas Bima sudah tahu kalau Dokter Denver adalah ….’

Ya, cepat atau lambat Bima pasti mengetahuinya, tetapi kenapa secepat ini?

“Perempuan kampung ini istriku, sebaiknya Dokter saja yang pergi bukan aku!” sentak Bima membuyarkan lamunan Dewi.

Sekarang tatapan Bima tertuju kepada Dewi yang berlindung di balik punggung lebar Dokter Denver. Melalui gerakan bola mata, pria itu memerintah Dewi memihak kepadanya.

“Jangan lupa statusmu Dewi!” desis Bima, “ingat perjanjian kita!”

“Apa ucapanku tidak jelas?” tegas Denver. Dokter tampan ini melangkah maju membuat Bima berjalan mundur.

Tanpa susah payah menjatuhkan Bima, pria itu telah jatuh dengan sendirinya karena menubruk ranjang pasien yang sedang didorong oleh dua orang perawat.

“Sialan!” umpat Bima.

Denver mengalihkan tatapan dari Bima kepada perawat, dia memberi perintah, “Panggil satpam. Bawa pria ini keluar dari area rumah sakit!”

Perawat pria itu mengangguk dan menyahut, “Baik Dokter.”

Bima terbelalak dibuatnya. Dia hendak bangkit, tetapi meringis di bawah tatapan tajam seorang Denver.

Melihat suaminya kesakitan membuat Dewi ingin menolong pria itu. Hanya saja, ketika ia bergerak maju, Denver menahan lengannya. Tidak lama kemudian, satpam datang langsung membawa pergi Bima dari area rumah sakit.

Meskipun sudah menjauh, lolongan Bima masih terdengar, “Lepaskan aku, sialan!”

Setelah Bima dan suaranya benar-benar menjauh, Denver memutar badan sambil memandangi Dewi. Detik berikutnya, fokus Dokter tampan itu tertuju pada pergelangan tangan sang gadis. Pria itu menyentuhnya dengan lembut.

Sontak Dewi menarik tangannya dan menyembunyikan di balik punggung.

Denver sedikit membungkuk dan mensejajarkan posisi kepalanya dengan Dewi. Perlahan dia meraih tangan gadis itu dan berujar lemah lembut, ”Tanganmu terluka.”

“Bukan apa-apa Dokter. Nanti aku obatin,” kata Dewi tersenyum tipis, “terima ka—”

Belum sempat Dewi menyelesaikan ucapannya, Denver sudah membawa gadis itu masuk ke IGD. Dengan cekatan pria itu mengambil cairan pembersih luka serta obat. Keduanya duduk di ruang informasi.

Tanpa banyak bicara, Denver membersihkan luka memar lantas mengoleskan salep pada pergelangan tangan Dewi.

“Apa dia sering melakukannya?” tanya Denver.

Bukannya menjawab, justru Dewi diam saja sambil memperhatikan paras rupawan Denver. Dia sungkan membongkar aib rumah tangganya. Selain itu dia merasa cangggung berada sedekat ini dengan Denver. Posisi duduk keduanya sangat dekat.

Bahkan indera penciuman gadis itu dipenuhi oleh aroma parfum maskulin yang belakang ini membuatnya … nyaman. Tubuh Dewi seolah-olah terpaku di tempat.

“Kenapa diam?” Denver mengangkat pandangan.

Sorot mata keduanya bertemu dan sialnya Dewi tidak dapat menghindar. Gadis itu makin gugup dibuatnya. Dia tidak tahu harus melakukan apa karena ruang geraknya terbatas. Entah sugesti atau bukan, dia merasa tubuh Denver tambah dekat dengannya. Embusan napas hangat dan harum pria itu menerpa pipi Dewi.

Dada bidang yang tertutupi jas dokter sekarang menempel dengan bahu Dewi. Tentu saja gadis itu gelagapan, dia takut Denver menyentuhnya di sini—tempat umum. Bagaimana kalau tertangkap basah? Namun, itu hanyalah pikiran Dewi. Ternyata Denver menaruh salep dan cairan pembersih luka ke atas meja di belakang kursi gadis itu.

Denver mengulum senyum merasakan Dewi salah tingkah. Pria itu berbisik, “Menurut perhitungan, kamu ovulasi hari ini.”

Seketika Dewi mereguk saliva dan pipi putihnya menjadi merona. Ucapan Denver barusan berhasil memacu jantung gadis itu berdetak lebih kencang. Sekujur tubuhnya menegang dan takut. Namun, gadis itu tidak bisa menolak atau berbohong untuk mengulur waktu, sebab membutuhkan uang dengan segera. Dia pun mengangguk pelan sebagai jawaban.

“Sekarang kita pulang,” bisik Denver.

“Iya Dokter,” jawab Dewi.

Denver berdiri dan berjalan lebih dulu. Sedangkan Dewi mengekor di belakang pria itu. Hanya saja langkah Dokter tampan mendadak terhenti, membuat gadis itu menabrak punggung dengan keras. Gadis itu mengernyitkan alis, dia penasaran mengapa pria itu berhenti berjalan?

Dewi berasumsi dalam hati, ‘Apa Dokter Denver berubah pikiran? Tidak boleh! Aku harus hamil secepatnya,’

Dokter?” panggil Dewi dengan suara setengah berbisik.

Alih-alih mendapat sahutan dari Denver, justru Dewi mendengar Dokter tampan itu bertanya kepada seseorang.

“Ada perlu apa, Carissa?” tanya pria itu dengan suara datar.

Dewi tercengang sekaligus penasaran. Dia menggeser tubuhnya dan mengintip sekilas. Ternyata … seorang wanita berambut merah kepirangan menggunakan masker sebagai penutup wajah. Seketika dia mereguk ludah karena ciri fisik sosok di depan sangat mirip dengan wanita yang tempo hari dilihat.

Gadis itu bertanya dalam hati, ' Apa ... dia istri Dokter Denver?'

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
NACL
terima kasih Kak
goodnovel comment avatar
Sri Umayah
sanget menarik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   SPECIAL CHAPTER : BIDADARI CANTIK DI ATAS CATWALK

    Siang itu, butik kecil bernuansa pastel milik Diana tampak tenang. Tirai tipis bergoyang lembut tertiup angin dari jendela yang terbuka. Di sudut ruangan, Diana sedang memeriksa detail bordiran pada salah satu gaun yang akan digunakan untuk pemotretan pernikahan besok. Jemarinya bergerak perlahan, matanya fokus, dengan senyum yang tetap lembut. “Cantik banget, Diana .…” Suara wanita dari pintu membuat Diana menoleh. “Tante Rani!” seru Diana pelan, senyumnya makin mengembang. Dia segera bangkit dan memeluk teman mamanya itu. Maharani tertawa kecil, lalu menunjuk gaun di tangan Diana. “Kalau kamu yang pakai, pasti tambah sempurna. Sumpah, waktu lihat kamu di catwalk bulan lalu … Tante sampai mikir, ini manusia apa bidadari, sih?” Diana mengerucutkan bibirnya merahnya, lalu menepuk lengan Maharani dengan. “Berlebihan banget, Tante. Tapi makasih, ya. Aduh, jadi malu.” Mereka duduk di sofa mungil dekat jendela. Maharani membuka kotak kecil berisi bros handmade yang ingin dia titipkan

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   SPECIAL CHAPTER : DOKTER BEDAHKU TAMPAN

    “Dokter, bolehkah kami berfoto bersama sebelum operasi?” Dashel menoleh dengan senyum khasnya. Wajahnya yang sebagian tertutup masker dan sorot mata yang tajam membuat beberapa perawat tak kuasa menyembunyikan rona merah di pipi mereka. “Boleh saja,” jawab pria itu santai sambil mengangkat dua jari ke arah kamera. “Asalkan jangan sampai pasiennya menunggu terlalu lama. Bisa-bisa dia memutuskan kabur.” Si paling usil dari keluarga Denver, kini telah menjelma menjadi salah satu dokter bedah muda yang paling diidolakan di rumah sakit. Setelah menyelesaikan pendidikan spesialis di Johns Hopkins University, sebuah institusi kedokteran bergengsi, Dashel—yang akrab disapa Dash—kembali ke Indonesia membawa pulang segudang prestasi serta rasa percaya diri yang tak terbendung. Akan tetapi, sesungguhnya transformasi Dash bukan hanya terlihat dari gelar dan jas putih yang kini melekat di tubuh atletisnya. Di ruang operasi, dia menjadi sosok yang sangat berbeda dari kesehariannya. Dash sela

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   SPECIAL CHAPTER : SI PRESIDIR YANG NYEBELIN

    Pukul tujuh pagi, lantai tertinggi gedung J&B Pharmacy sudah dipenuhi staf yang pucat pasi. Mereka berlarian, merapikan berkas, menyusun slide, mengecek statistik berkali-kali. Hal ini karena ada yang menakutkan, Akashan Draven Bradley mulai menjadi presdir. "Dia sudah di ruang rapat?" bisik salah satu staf. "Sudah. Dari jam enam empat puluh," jawab yang lain pelan, seakan menyebut nama Draven terlalu keras bisa bikin dicoret dari daftar gaji. Di ruang rapat, suasana membeku. Draven duduk di ujung meja panjang, mengenakan jas hitam pekat, dasinya lurus, rambutnya klimis tak bergerak. Tatapannya setajam pisau bedah. “Proyeksi penjualan kalian di kuartal ini ... menyedihkan,” kata Draven sambil menatap grafik. Salah satu kepala divisi mencoba menjelaskan, “Kami mengalami hambatan distribusi karena banjir—” “Jadi kamu biarkan masyarakat tidak dapat obat hanya karena hujan?” Suaranya datar dan dingin. “Kamu kerja untuk perusahaan farmasi. Kalau distribusimu kalah sama cuaca, se

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   SPECIAL CHAPTER : KALAU DIRGA JADI DOKTER

    "Jangan pernah bilang menjadi dokter itu mudah." Kalimat itu terngiang di kepala Dirga sejak pagi buta. Entah mengapa, hari ini dia mengenakan jas putih dan berdiri di depan rumah sakit milik ayahnya—bukan sebagai anak pemilik, melainkan sebagai dokter baru. Ya, entah mimpi apa yang menghampirinya semalam. Dirga, si paling anti bau rumah sakit, kini resmi bertugas sebagai residen di Poli Anak. “Dokter Dirga, pasien pertama sudah menunggu di dalam,” ujar seorang perawat sambil tersenyum manis. Dirga mengangguk, mencoba tampak tegar. Namun, tangannya gemetar saat membuka pintu ruang periksa. Di sanalah bencana pertama dimulai. “Aku tidak mau disuntik!!” jerit seorang bocah lima tahun sambil melempar botol minum ke arah wajah Dirga. “Tenang … Dokter tidak gigit, sungguh.” Seketika boneka putih mendarat keras tepat di antara alisnya. Hari pertama, tiga pasien anak menangis, satu muntah di pangkuannya, dan satu lagi kabur lewat jendela kecil. Sesampainya di rumah, Dirga duduk lema

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 338 : Kehidupan Bahagia 6 D

    12 Tahun Kemudian"Berisik banget sih! Bisa nggak sekali aja nggak nangis?" teriak Draven dari ambang pintu kamarnya.Anak laki-laki berusia 13 tahun itu mengacak-acak rambutnya sendiri, kesal. Dia mendelik ke arah Diana—adik perempuannya—yang lagi sesenggukan di tengah lorong lantai dua.Diana, dengan mata berkaca-kaca, mendongak marah. "Bukan bantu aku, malah ngomel! Huh!" serunya sambil mengusap kasar air mata."Bantu apa? Kamu tuh cengeng!" balas Draven sengit.“Dash ambil cokelatku lagi, padahal sisa sedikit tahu!” lontar Diana dengan bibir merah mudanya.Sebelum pertengkaran makin memanas, suara pintu kamar terbuka terdengar dari sisi lainnya. Seketika Diana berlari ke arah sumber suara, meninggalkan Draven yang masih berwajah masam.Diana berdiri tepat di depan seorang remaja laki-laki yang baru saja keluar dari kamar. Rapi dengan kemeja putih dan celana panjang hitam.“Kak Dirga,” rajuk Diana, sambil menerjang ke pelukan kakaknya.Dirga telah tumbuh menjadi pemuda tampan berus

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 337 : Mimpi yang Terwujud

    Satu Tahun Kemudian--Birmingham, InggrisUdara musim semi yang sejuk menyapa kota Birmingham saat mobil yang dikemudikan Darius melaju pelan memasuki area Rumah Sakit JB. Di sebelahnya, Maharani menatap keluar jendela dengan kening berkerut."Kenapa ke rumah sakit?" tanyanya heran, sambil merapikan pakaiannya.Darius hanya tersenyum tipis, tidak menjawab.Maharani makin bingung. "Kita mau sakit? Atau mau jenguk seseorang?"Darius menggeleng pelan, tetap dengan ekspresi datarnya yang membuat Maharani makin penasaran."Darius ... ada apa sebenarnya?" tanya Maharani lagi, sedikit merajuk."Ikut saja dulu," sahut Darius tenang, sambil menggandeng tangan istrinya.Mereka berjalan melewati koridor rumah sakit yang bersih dan wangi. Sesekali Maharani melirik ke kanan dan kiri, mencoba mencari petunjuk apa yang sebenarnya terjadi. Akhirnya mereka tiba di sebuah poli, dan seorang dokter bule menyambut dengan ramah."Good afternoon, Mr. and Mrs. Darmawan," sapa dokter itu.Maharani yang masih t

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 336 : Aku Pusing, Ma, Pa

    "Waaa! Waaah!" Dirga panik bukan main saat mendengar tangisan nyaring menggema dari boks bayi di ruang keluarga. Dia buru-buru mengintip ke sumber suara yang mengganggu acara televisi kesukaannya. "Dash jangan nangis dong ... Kamu ‘kan udah minum susu tadi," bujuk Dirga sambil mengelus pipi sang adik dengan tangan kecilnya. Belum sempat Dashel tenang, tangisan lain menyusul. Dirga nyaris melompat kaget. "Aduh, Di ... jangan ikut-ikutan, ya," keluhnya. Sambil setengah berjongkok, Dirga mengambil botol susu yang tadi diletakkan pengasuh di meja dekat boks, mencoba menyerahkannya pada Diana. Dirga menoleh dengan wajah bingung, kedua tangannya sudah sibuk masing-masing memegang satu botol susu. Dia mencoba menyeimbangkan keduanya sambil terus berbicara setengah memohon, setengah bingung, "Diam, ya, ssst ... sebental lagi Mama pulang, kok ... Sabal." Dirga bagai seorang kapten kapal kecil mencoba menenangkan tiga anak buahnya yang memberontak bersamaan. Ya, memang Draven agak lebih t

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 335 : Kekompakan Papa Denver dan Dirga

    Dua bulan setelah kelahiran tiga malaikat kecil mereka, kediaman Denver dan Dewi berubah menjadi kehebohan yang tiada henti. Meskipun sudah ada empat pengasuh yang disiapkan, untuk Dirga, Draven, Dashel, dan Diana—tetap saja pagi ini kacau balau. Di sudut kamar, Dewi tengah sibuk memompa ASI sembari menyusui Diana. Tubuhnya agak membungkuk, dengan rambut disanggul seadanya, dan wajah cantik itu terlihat sedikit pucat. Sementara itu, Dirga mondar-mandir dari kamar ke kamar, keningnya berkerut karena kesal. "Aduh, di mana, ya, kaus kaki dino?" rengeknya, suara kecil itu sungguh nyaring memenuhi seluruh rumah. Pengasuh sudah menawarkan beberapa pasang kaus kaki yang lain, tetapi Dirga menggeleng keras. "Dirga, ini kaus kakinya sudah dicuci bersih. Pakai saja ini, ya?" bujuk pengasuhnya lembut. "Bukan itu!" Dirga berteriak kecil, lalu berlari ke kamar Dewi. Sayang, yang dicarinya tidak ada. Dengan langkah kecil yang mantap, dia menuju kamar bayi dan menemukan Dewi sedang menyusu

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 334 : Sibling Goals 2

    Pukul delapan pagi, suasana ruang presidential suite sudah jauh berbeda dari kemarin. Aroma antiseptik khas rumah sakit masih tercium, tetapi kini bercampur dengan tawa kecil dan desah lega yang menghangatkan udara di sekitar.Di ranjang besar berseprei putih bersih itu, Dewi duduk sembari bersandar lemah. Ya, tubuhnya masih tampak pucat, tetapi mata sipit itu berbinar lembut. Di pelukannya, Dirga sedang berbaring, melepas rindu katanya. Satu tangan mungil itu menggenggam erat piyama rumah sakit Dewi, tidak mau terpisah lagi.“Aku sayang Mama,” bisik anak itu.Dengan jemarinya, Dewi membelai rambut putra pertamanya. Dia menunduk dan mencium kening mungil itu beberapa kali, tentu penuh rasa rindu yang menyesak dada.“Mama juga sayang banget sama Kakak Dirga,” balas Dewi, diikuti senyum merekah.Sedangkan Denver berdiri di sis ranjang. Dia memeriksa kondisi Dewi. Tangan pria itu sesekali menyentuh pergelangan tangan istrinya, mengecek denyut nadi yang masih terasa lemah, tetapi stabil.

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status