Home / Fantasi / Terjebak Mantra! / Kuil Damsaqie

Share

Kuil Damsaqie

Author: Azka Taslimi
last update Last Updated: 2021-12-20 13:06:05

Malam harinya, lebih baik aku menginap di sini dulu. Lagi pula, aku juga tidak tahu kemana harus pergi. Untunglah ada mereka berdua, yang bisa aku jadikan teman perjalanan mungkin.

Aku mendapatkan kamar yang lumayan nyaman. Rasanya, kamarku di Indonesia tidak senyaman ini. Ruangan kamar sangat sederhana. Tadi, sebelum masuk, aku membayangkan jika aku akan mendapatkan kamar super mewah. Pasalnya, kuil ini bangunannya sangat megah, apalagi kamarnya? Dan ternyata tidak.

Akhirnya hari ini bisa istirahat juga. Sebenarnya, kenapa aku bisa menjadi sebodoh ini? Menjadi permainan sebuah mantra. Atau, Tuhan sengaja mengirimkan buku mantra itu padaku karena sebuah alasan? Mungkin, iya.

Aku pelan-pelan mengeluarkan buku ajaib dari balik bajuku. Akhirnya setelah beberapa kali mencoba, aku berhasil menemukan mantra untuk menyimpan buku ajaib tanpa terlihat, dan tanpa membawa beban pula rasanya.

Dan aku tertidur dalam kuil indah ini.

***

Pagi hari telah datang. Seperti matahari-matahari biasa di bumi Indonesia. Matahari disini juga sama hangatnya. Jadi, aku menyempatkan diri berjemur sejenak di bawah sinarnya, sebelum aku mengetahui bahwa Hanai dan Hinia mempersiapkan makanan. Setelah mengetahui, akhirnya aku menyusul mereka berdua.

Kok, masak? Apakah tidak bisa dimantra saja?” tanyaku setelah sampai.

“Eh, kamu sudah bangun?” tanya Hinia.

“Rasanya akan berbeda. Mantra, hanya kami gunakan pada saat darurat.” Hanai ikut bicara.

“Lho? Tadi malam memangnya darurat, kok, bisa membuat minuman dengan mantra?”

“Tidak, aku hanya ingin membuat kejutan untukmu.” Jelas Hanai.

“Jadi, itu hanya pembatasan diri kami saja. Bukan aturan dari sebuah mantra bahwa hanya digunakan ketika darurat.” Hinia menjelaskan dengan sangat-sangat gamblang.

Bau bumbu masakan mengudara, menuju hidung-hidung tanpa ampun. Dan, seperti biasa yang kalian alami ketika memasak, akan bersin-bersin tidak karuan.

Ini aneh, kok, hanya aku yang bersin-bersin, mereka berdua tidak? Ah, mungkin mereka curang, sudah menggunakan mantra sedangkan aku tidak diberi tahu.

“Kalian pakai mantra, ya, kok tidak bersin-bersin?” tanyaku sebal.

Mereka berdua tertawa. Adakah yang salah dengan pertanyaanku. Atau, mereka baru sadar tentang ini, dan menertawakan diriku.

“Sebegitukah kita harus pakai mantra?” Hanai tertawa lagi.

“Kami bukannya menggunakan mantra. Tapi, lebih karena kami sudah terbiasa dengan bumbu masakan ini.” Hinia ikut tertawa.

“Begitu maksudnya. Nanti, kalau kamu lama di sini, akan terbiasa juga.” Kata Hanai sambil melanjutkan masaknya.

Keanehan yang aku alami sebenarnya bukan tentang masakan ini. Tapi, lebih mengarah kepada manusianya. Kenapa yang aku jumpai baru mereka berdua? Apakah tidak ada manusia lain? Jika menurut kata-kata yang dituturkan Hinia, atau bahkan Hanai, di sini masih ada manusia lain seharusnya.

“Kapan kita akan mencari mantra untuk kamu pulang?” Hinia tiba-tiba bertanya ketika kami mulai sarapan pagi.

Makanan yang mereka masak ternyata tidak berbeda jauh dengan makananku sehari-hari. Hanya saja, aku belum mengenal jenis sayuran dan daging yang dimasak. Dagingnya berbentuk seperti daging sapi, tapi rasanya lumayan berbeda. Sedangkan sayurnya, semacam sayuran sawi, tapi berwarna merah muda.

“Entah, aku ikut saja sama kalian.” Jawabku setelah menelan satu sendok nasi.

Oh iya, di sini juga menggunakan nasi. Rasanya juga sama dengan nasi Indonesia. Tidak ada yang berbeda. Mungkin, nasi adalah makanan internasional alam semesta.

“Baiklah, kalau begitu nanti siang kita mulai perjalanan.” Hanai memutuskan.

“Memangnya kalian tidak ada kesibukan?” tanyaku.

“Sekarang tidak. Sekarang, kesibukanku adalah mencarikan mantra pulang untukmu.” Kata dia lagi.

Aku terdiam. Rasanya tidak enak dengan mereka. Aku yang baru datang, bahkan baru kenal satu hari lalu, sudah membuat mereka berdua ikut sibuknya. Andai aku bisa mencarinya sendiri,  tidak akan begini jadinya.

“Kita mulai dari mana?” tanya Hinia pada kakaknya.

“Pertama, mungkin kita bisa menuju Kuil Damsaqie.”

“Tapi, kan, itu jauh sekali.”

“Lalu kemana kalau tidak ke sana?”

Semua melanjutkan sarapan pagi. Aku sangat bahagia mendapatkan teman perjalanan sebaik mereka. Semoga, aku segera bisa pulang, agar tidak merepotkan lebih besar dan lebih banyak lagi.

“Bagaimana, Safa, kamu suka dengan masakan kami pagi ini?” Hinia meminta penilaian.

“Aku suka, rasanya tidak jauh berbeda dengan masakan kami.” jawabku datar.

“Ha? Apakah benar? Apakah di bumi masakannya seperti ini?” Hanai terkejut sepertinya.

Aku kaget juga. Apakah tempat ini bukan bumi? Apakah aku berada di planet lain?

“Iya, Safa, saat ini kamu sedang berada di planet Kulstar. Gugusan planet dari galaksi Valmoursi.” Hanai menjelaskan.

Saat inilah aku baru mengerti, bahwa aku tidak di bumi lagi. Dan, nama planetnya aneh sekali, belum pernah aku mendengarnya. Galaksi Valmoursi? Galaksi apa itu? Apakah jauh dengan Bima Sakti?

Hem... ini benar-benar kisah yang sangat mendebarkan. Bagaimana mungkin hanya dengan membaca mantra beberapa baris aku sudah berada di planet lain? Hemm... sungguh pengalaman yang sangat menantang dan juga sangat mengesankan. Perjalanan ini sangat mengesankan. Mungkin, jika dijadikan sebuah novel maka akan menjadi novel paling best seller. Sebab, pertama, ditulis oleh orang yang mengalaminya sendiri. Dua, memang ini adalah sebuah kisah yang nyata.

Ah, tapi aku tidak bisa terlalu bahagia. Bukankah dengan berada di planet lain aku harus mencari jalan keluar? Bukankan demikian seharusnya? Iya, aku harus segera mencari jalan untuk kembali pulang, entah itu dengan apa, atau dengan cara yang sudah disebutkan oleh mereka berdua, mencari mantra kepulangan.

Ini adalah awal sebuah kisah, permulaan sebuah kisah. Bisa jadi kisahku di planet ini sangat panjang, sebab tidak ada manusia yang bisa menentukan masa depan. Pun dengan masa depanku di planet aneh ini. Kulstar.

Baiklah, aku sekarang akan menikmati makanan ini. Mungkin, aku adalah orang pertama kali yang makan di plane lain, kalau tidak salah. Wkwkwk. Entahlah, rasanya aku masih berada di bumi saja. Tidak banyak yang berbeda kecuali nanti, aku mengetahui bahwa ada sebuah teknologi yang lebih tinggi daripada teknologi bumi.

Omong-omong, bagaimana keadaan orang tuaku di rumah? Apakah baik-baik saja? Bagaimana jika aku tidak bisa kembali pulang secepat mungkin? Pastilah mereka akan sangat kebingungan mencariku. Pertama, karena aku tidak pernah pergi lama, kecuali dengan ijin yang jelas. Kedua, aku jarang sekali keluar jauh dari rumah. Wkwkwk. Biasa, aku adalah anak mama.

Teman, semoga saja aku lekas menemukan cara untuk segera kembali ke bumi, dan berkumpul seperti biasanya dengan keluargaku. Amin.

Eh, teman-teman, apakah kalian sudah tahu kisah pertama kali aku menemukan buku ajaib ini? Aku lupa. Wkkwkw. Apakah aku sudah mencaritakannya kepada kalian atau belum. Aku tidak akan menceritakannya lagi sekarang. Semoga saja aku sudah pernah menceritakannya kepada kalian, jadi aku tidak perlu repot-repot lagi menceritakan kepada kalian. Hahaha. Ikuti terus kisahku sampai selesai.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjebak Mantra!   Kilas Balik

    Kisah perjalanan Safa akan berlanjut pada novel kedua yang akan hadir. Buku itu akan segera hadir. ***Ah, aku menyesal telah membaca mantra itu. Bagaimana tidak, setelah aku membaca mantra ‘Alih Nggon’ tadi, aku langsung menghilang entah kemana saat ini. Tempatnya gelap, kekurangan sinar, penuh dengan semak-semak sepanjang perjalanan. Aku terpaksa berjalan dengan menyibak-nyibak semak, jika ingin sampai tujuan. Sampai tujuan? Kemanakah aku harus menuju? Rupanya, saat ini tujuanku adalah menemukan tempat tertulisnya mantra untuk kembali pulang. Sebelumnya, aku akan menceritakan tentang diriku pada kalian. Perlu kalian ketahui bahwa sebenarnya dunia ini penuh dengan misteri. Dan, bahkan, dari sekian misteri itu, kebanyakan dari kita belum mengetahui bahwa itu adalah misteri. Misalnya adalah kisah hidupku ini. Lima tahun yang lalu, aku menemukan sebuah buku yang berasal dari jaman manusia silam. Atau, mudahnya kita namakan berasal dari orang-orang terdahulu. Nah, dalam buku itu te

  • Terjebak Mantra!   Visi Kemanusiaan

    Alhamdulillah. Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Wasshalatu ‘ala rasulillahi ajma’in.Berlaksa unggun puji syukur senantiasa tak putusnya kami langitkan kehadirat Allah swt. Juga shalawat serta salam semoga terus tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad rasulillah ajma’in. Juga saya haturkan beribu curahan rasa terima-kasih kepada Yayasan Bentala, terutama mas Alam beserta jajaran pengurus yayasan, yang telah memberi tempat dan kesempatan yang sungguh berharga ini kepada kami untuk menyampaikan semacam “Pidato Kebudayaan” dalam rangka tasyakuran milad Yayasan Bentala Tamaddun Nusantara ke-2 tahunnya.Saya sendiri sebenarnya, untuk yang pertama, tak benar-benar yakin, apakah apa yang saya sampaikan ini bisa memenuhi defenisi, tujuan, dan maksud yang diharapakan panitia. Kedua, saya juga merasa tak terlalu pantas berdiri di hadapan hadirin sekalian, yakni dalam posisi menyampaikan serangkaian refleksi situasi kebudayaan mutakhir, apalagi terkait relasinya dengan Islam, yang sebanarnya s

  • Terjebak Mantra!   Islam Nusantara

    READ NEXTSaya & Buku: Sebuah Orasi Untuk Kampung Buku Jogja #4Tulisan ini berangkat dan dipantik dari pertanyaan-pertanyaan Ulil Abshar Abdalla pada status facebooknya terkait masalah ini, yakni Kenapa gagasan Islam Nusantara tidak terlalu diterima di kawasan Melayu? Saya akan berangkat dari analisis-analisis yang sebenarnya sudah saya sampaikan baik secara implisit maupun eksplisit di dalam karya-karya saya yang telah beredar maupun materi ceramah-ceramah diskusi saya di berbagai tempat, untuk tak lagi terlalu hanya berfokus pada jawaban pertanyaan ini semata, melainkan meluas ke problem terkait Islam Nusantara itu sendiri sebagai sebuah diskursus.Pertama, kenapa diskursus Islam Nusantara tak terlalu bergayung sambut di wilayah kawasan Melayu, mungkin dipantik dari hal sederhana tapi sekaligus sebenarnya merepresentasikan bangunan dan dasar teoritik awal bagaimana “Islam Nusantara”–yang senyatanya memang disorongkan oleh sebuah organisasi Islam tertentu itu–dintrodusir, maupun lat

  • Terjebak Mantra!   Usman bin Affan

    Utsman bin Affan adalah Khulafaur Rasyidin yang berkuasa paling lama, yaitu selama 12 tahun (644-656). Ia merupakan salah satu sahabat Nabi Muhammad yang menjadi Khulafaur Rasyidin ketiga, setelah Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Di masa kekuasaannya, pemerintahan Islam memperluas wilayahnya ke Fars (sekarang Iran) pada 650, dan beberapa wilayah Khorasan (sekarang Afghanistan) pada 651. Pernikahannya berturut-turut dengan dua putri Nabi Muhammad dan Khadijah membuatnya mendapat julukan Dzunnurrain atau Pemilik Dua Cahaya. Baca juga: Biografi Abu Bakar, Sahabat Rasulullah yang Paling Utama Kehidupan awal Utsman bin Affan lahir di Thaif, Jazirah Arab, pada 579 Masehi atau 42 tahun sebelum hijrahnya Nabi Muhammad SAW. Nama lengkap Utsman bin Affan adalah Utsman bin Affan bin Abi Al-Ash bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab. Ia berasal dari Bani Umayyah, ayahnya bernama Affan bin Abi al-As dan ibu Khalifah Utsman bin Affan bernama Arwa binti Kuraiz. Utsman bin Affa

  • Terjebak Mantra!   Ali bin Abi Tolib

    Sejak kecil, Ali bin Abi Thalib tinggal bersama Nabi Muhammad SAW. Ia dititipkan oleh ayahnya, Abu Thalib ketika masa paceklik menyerang Makkah. Saat itu, Abu Thalib sedang mengalami krisis ekonomi. Anak-anaknya ia titipkan kepada anggota keluarga besarnya yang lain. Anak bungsunya, Ali, jatuh ke tangan Nabi Muhammad SAW. Sebenarnya, panggilan "Ali" ini diberikan oleh Nabi Muhammad SAW. Nama kecilnya adalah Haydar bin Abu Thalib. Kendati demikian, julukan Ali lebih populer daripada nama aslinya. Bahkan, banyak orang mengenal Ali bin Abi Thalib daripada Haydar bin Abu Thalib. Ali bin Abi Thalib lahir di daerah Hijaz, Jazirah Arab, 21 tahun sebelum hijrah atau 601 M. Dalam buku Muhammad Sang Nabi: Sebuah Biografi Kritis (2011), Karen Amstrong menuliskan bahwa Ali mulai tinggal bersama Nabi Muhammad SAW di usia lima tahun. Karena Ali adalah anak asuh Nabi Muhammad SAW, ia begitu menghormati Rasulullah. Ali banyak belajar karakter mulia melalui teladan Rasulullah SAW. Kira-kira, di antara

  • Terjebak Mantra!   Mak Lampir

    Nama Mak Lampir tentu tak ada yang tak mengenalnya di Indonesia. Tawanya yang terkekeh mengandung aura mistis akrab di telinga sejak era 80-an melalui sandiwara radio ''Misteri Gunung Merapi''.Cerita radio itu kemudian diadaptasi ke layar lebar di era 90-an dengan judul ''Perempuan Berambut Api'' dan ''Cambuk Api''.Kepopulerannya di layar lebar pun kemudian diteruskan melalui sinetron di era 2000-an dengan judul serupa, namun dalam latar era yang lebih modern.Lantas, siapa sebenarnya Mak Lampir? Mengapa ia begitu terkutuk di mata pemirsa atau pendengar radio? Berikut kisahnya yang kami sarikan dari berbagai sumber.Mak Lampir sang putri rajaKonon ceritanya, Mak Lampir merupakan seorang putri dari kerajaan kuno, yakni Champa (Chiem Thanh). Sebuah kerajaan yang pernah menguasai daerah yang sekarang termasuk Vietnam Tengah dan Selatan dan diperkirakan ada pada abad ke-7 hingga tahun 1832.Menurut beberapa cerita, nama Mak Lampir sebenarnya adalah Siti Lampir Maimunah. Legenda Mak Lam

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status