“Safa, apa yang terjadi denganmu?” tanya Nia ketika tiba-tiba Safa terbangun dari tidurnya, dengan wajah kaget dan penuh dengan ketakutan.
Safa menjawab, “Tidak, aku tidak apa-apa. Hanya saja tadi ketika tidur bermimpi aneh.” Katanya.
Nia diam sejenak, seperti memikirkan sebuah hal. Beberapa saat kemudian ia berusaha mengumpulkan kata-kata terbaik untuk memberikan pemahaman kepada Safa. “Safa, kamu harus tahu bahwa setiap mimpi adalah sebuah isyarat. Semua mimpi mempunyai arti. Mungkin di bumi dan di kulstar arti sebuah mimpi bisa jadi berbeda, namun sekarang kamu tengah berada di dalam planet kulstar, sebuah planet yang telah memblokir mimpi-mimpi yang tidak mempunyai arti. Jadi, siapa pun ketika berada di kulstar dan mengalami sebuah mimpi, berarti mimpi itu pasti mempunyai sebuah arti dan sebagai isyarat kepada manusia agar melakukan sesuatu.” Keterangan panjang dari Nia. Nai terbangun mendengar mereka berdua yang tengah berbincan
Safa menanti-nanti waktu yang dijanjikan penjaga itu dengan penuh kekhawatiran. Ada sebuah rasa bahagia, tapi selebihnya adalah rasa takut apakah misi ini akan benar-benar berhasil atau malah membuat Paja marah, sehingga perbuatannya tersebut secara tidak langsung menghantarkan nyawanya pada ujung kehidupan, kematian.Ruangan itu tampak lengang, seperti biasanya, tidak banyak suara-suara yang terdengar di dalamnya, kecuali beberapa kali terdengar suara garis-garis digital berjalan.Tit... tit... tit..Beberapa detik sekali, beberapa menit sekali, kemudian berulanglah siklus suara itu.Nai dan Nia tengah membantu Safa membebaskan tiga rekan mereka. Safa telah menjelaskan semua apa yang terjadi kepada mereka berdua, sehingga mereka yang awalnya tidak percaya kini menjadi sangat menaruh harapan kepada penjaga itu. “Semoga saja ini adalah arti dari isyarat yang datang pada mimpimu itu, Safa.” Ujar Nai beberapa saat lalu.Mereka saat ini ten
Bom...Ledakan dahsyat terjadi. Moter Kanisan yang sekarang tengah dikemudikan penjaga memuntahkan peluru yang membuat kepulan asap hitam tebal terjadi. Namun hal itu sia-sia saja, sebab pintu yang menghubungkan ruang bawah tanah dengan permukaan itu tetap gagah pada tempatnya. Tembakan pertama sia-sia, lalu penjaga mengeluarkan tembakan selanjutnya, sia-sia juga. Hal tersebut membuat Nai bertanya, “Kenapa kamu tidak menggunakan remot rahasia atau mungkin kode rahasia untuk membukanya?”“Sia-sia, sebab pastilah Paja bangsat itu telah mematikan seluruh akses yang aku miliki. Pastilah Paja telah mengejar kita, maka jalan terbaik adalah menghancurkan pintu itu dengan tembakan-tembakan. Meskipun aku tidak begitu yakin bahwa pintu itu akan hancur dengan tembakan, tapi setidaknya kita telah mengerahkan kemampuan yang kita miliki.” Kata penjaga itu menjawab, sekaligus menerangkan hal-hal yang Nai membingungkannya.Nia dan Safa tidak tidak tahu h
Dua moter itu masih dengan sigap mengejar moter Kanisan yang dikemudikan oleh penjaga tua dan banyak bicara itu. Sekarang keadaan benar-benar sangat menantang, Nia begitu tertarik untuk menghadapi perjalanan pada hari ini. Matanya jelalatan, memandang belakang, memandang samping, memandang pada segala arah untuk memberikan arahan-arahan kepada pengemudi tua, yang sebenarnya tidak perlah dilakukannya.“Tembakan ke belakang! Mereka berada satu garis lurus dengan kita.” Teriak Nia semangat.Apa yang terjadi? Pengemudi tua itu tetap kokoh dengan pendiriannya sendiri, tidak menghiraukan apa yang diinstruksikan Nia, malahan dia melakukan yang sebaliknya. Dia diam saja, tetap berada dalam kursi kemudi dan menginjak gas dengan kuatnya. Samar-samar pengemudi tua itu mengaktifkan layar monitor transparan untuk mengetahui keberadaan lawan di belakang. Dengan ini aku tidak perlu mendengarkan kata anak kecil cerewet itu, batin dia dalam hati.Blar.. boom...
Nai menggantikan Nia sebagai pengemudi. Sekarang moter menjadi lebih tenang, Nai adalah seorang pengemudi moter yang tenang. Dia mengendalikan moter dengan perlahan-lahan namun pasti, dia tidak banyak tingkah seperti dua pengemudi sebelumnya, Nia dan penjaga tua itu. Nai lebih tenang, santai, namun dengan sigap mampu menghindari tembakan-tembakan yang kini menyasar mereka tanpa mengenal ampun.“Sekarang!” teriak Nai memberikan instruksi kepada orang-orang yang berada di belakangnya.Tembakan demi tembakan saling bersahutan. Dari belakang terlihat beberapa peluru tengah melesat, dan dari depan membalas sebuah tembakan yang tidak kalah jumlahnya.“Penjaga tua! Apa yang kamu tahu tentang kelemahan moter yang tengah mengejar kita itu?” tanya Nai kepada penjaga tua.Dia, penjaga tua itu menjawab seperti teringat sebuah hal, “Ah, aku lupa memberi tahukan kepada kalian perihal kelemahan moter di belakang,” dia berhenti sejenak
Debum...Ledakan besar terjadi. Nai tidak main-main dengan tembakan yang ia keluarkan beberapa saat lalu. Dia benar-benar mengeluarkan tembakan super dari moter yang dia kemudikan, pas mengenai bagian bawah moter lawan. Moter itu meledak, hancur berkeping-keping. Puing-puingnya berjatuhan, bergelontang, bahkan ada yang menyangsang di atas pucuk-pucuk pohon. Tapi sepertinya satu moter lain masih bisa bertahan, dan saat itulah Nai tidak memberikan ampunan kepada mereka, tembakan selanjutnya ia lakukan dan mengenai bagian bawah moter. “Sekarang!” teriak Nai memberikan instruksi kepada teman-temannya.Moter itu hancur berantakan menyusul kehancuran moter yang telah mendahuluinya. Puing-puingnya berhamburan jatuh, menerobos pohon-pohon hijau, bahkan ada yang tersangkut di sana. Orang-orang yang berada di dalam moter itu tidak diketahui bagaimana nasibnya, bahkan mereka sama sekali tidak terlihat sisa-sisa tubuh yang hancur sebab terkena tembakan dahsyat moter Na
Hari hampir petang, dan sekarang yang memegang kendali moter adalah Nia. Sekarang sepertinya Nia lebih bijak dalam mengemudikan moter, tidak terlalu ugal-ugalan, tidak terlalu cepat pula. Standar.“Sebentar lagi sebaiknya kita istirahat dan mencari tempat untuk makan. Kita akan mencari tempat makan, sedang bekal makanan akan kita gunakan ketika melewati daerah yang tidak ada tempat yang menyediakan makanan, seperti hutan atau pegunungan, dan itu akan kita lewati beberapa hari lagi.” Ucap Nai kepada semua orang yang berada di dalam moter.“Baiklah, berarti sekarang kita akan mencari tempat makan terdekat.” Sahut Nia, ia segera mengaktifkan peta dan melacak tempat makan terdekat. “Nah, ini dia. Kita akan menuju rumah makan Kasiang.” Ujar Nia, ia senang sekali bisa menemukan tempat makan terdekat, perutnya telah berbunyi dan liurnya mengatakan bahwa ia tidak sabar lagi untuk segera makan.Sekitar lima menit terbang menggunakan mo
Kira-kira sekarang waktu menunjukkan pukul setengah dua malam. Nai mengemudikan moter dengan santainya, tidak ada halangan berarti sampai saat ini. Hanya saja yang membuat dia jengkel saat ini adalah tidak ada yang menggantikan dirinya mengemudi. Mulai dari pagi, sore, dan malam ini, dia yang mengemudikan moter, sekitar satu jam digantikan oleh Nia sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk mampir pada sebuah rumah makan yang cukup ramai. Malam ini benar-benar sangat membosankan. Seisi moter telah tertidur kecuali Nai, dan tidak ada tanda-tanda akan segera bangun.Mata Nai dini hari ini juga sudah cukup mengantuk, tapi dia lebih memilih bertahan untuk tetap mengemudikan moter sampai satu jam berikutnya, dan tepat pukul setengah tiga dia memilih untuk menghentikan moter dan beristirahat. Dia menurunkan moter, dan mengaktifkan mode transparan. Jadi, malam ini Nai dan seisi moter telah terlelap dalam bayangan masing-masing, menunggu pagi datang dan segera meneruskan perjalanan.
“Hati-hati kalian di sana, jaga manusia bumi itu sebaik mungkin!” Terdengar suara dari alat komunikasi depan moter. Nai mendengarkan dengan saksama, beritanya hanya sepotong sehingga sulit untuk dicerna. “Apa yang dia sampaikan, Nai?” tanya Nia. “Dia tidak menyampaikan apa-apa, kecuali bahwa kita harus menjaga Safa dengan sebaik mungkin!” jawab Nai. Semua terdiam, Safa pun belum mengerti sepenuhnya apa yang tengah terjadi. Memang, Safa adalah pendatang dan penggerak pasukan Dewan Kota untuk menangkapnya. Tapi, apakah sekarang yang membuat pasukan Kali Asin di seberang mengatakan demikian, bahwa mereka harus menjaga Safa lebih intensif? “Mungkin mereka sedang ada masalah,” ujar Kanisan. “Masalah apa?” tanya Nia tidak sabaran, seperti biasanya. “Aku juga tidak tahu, tolol!” sahut Kanisan sedikit geram. Sejenak kemudian suasana moter menjadi hening, tidak ada tanda-tanda bahwa alat komunikasi moter akan mengeluarkan suara lagi. Ta