Michael sudah berganti pakaian dan berjalan menuju restaurant yang ada di tepi pantai untuk menikmati makan siang bersama Fendy. Pria itu berjalan dengan sangat elegan. Pakaian yang rapi serta bersih.
“Tuan, saya sudah menemukan pecahan guci,” ucap Fendy mengikuti langkah kaki Michael.
“Bagus. Cari tahu dimana mereka membuat guci itu.” Michael menghentikan langkah kakinya dan melihat Leo sedang bersama Fahima.
“Dia sudah menemukan gadis itu. Kenapa tidak membawanya menemuiku.” Michael melangkahkan kaki keluar dari bebatuan. Dia mau memanjat pembatas pantai agar bisa menemui Leo dan Fahima.
“Tuan itu berbahaya. Kita harus mengitari pagar.” Fendy kebingungan.
“Itu terlalu lama.” Michael masih kesal dengan kejadian di villa tengah laut. Dia sudah tidak sabar ingin memarahi Leo dan Fahima.
“Tuan, kita lewat sana saja. Tuan….” Kalimat Fendy terhenti karena Michael sudah jatuh di atas rumput dengan pakaian kotor. Pria itu meremas rerumputan dengan emosi.
“Apa pantai ini banyak hantu? Aku terus sial!” teriak Michael marah.
“Tuan.” Fendy memanjat dinding pembatas untuk membantu tuannya.
“Itu, Tuan di Bangka ada namanya kepunan,” ucap Fendy.
“Apa kepunan?” Michael menatap Fendy.
“Jika kita mau makan sesuatu, tetapi tidak jadi. Pokoknya kita harus makan dulu,” jelas Fendy yang ikut bingung.
“Terserah.” Michael beranjak dari rumput dan berjalan dengan sangat hati-hati melewati taman dengan rerumputan dan bebatuan.
“Apa kalian pacaran?” Michael berdiri di depan Leo dan Fahima.
“Tuan Michael.” Leo segera berdiri. Fahima segera membuang wajah. Dia tidak mau melihat pria yang sudah membuatnya sial karena melihat tubuh terlanjang.
“Bukankah ini adalah gadis yang telah membuat guci pernikahan keluarga kami pecah?” Michael menatap Fahima yang menunduk.
“Apa?” Leo terkejut. Pria itu sangat mengerti tentang mitos keluarga.
“Kamu membuat aku sial!” Michael mencengkram pergelangan tangan Fahima.
“Lepaskan!” Fahima berusaha melepaskan tangannya.
“Tuan Michael.” Leo menarik tangan Michael dari Fahima.
“Apa Anda mengalami kesialan?” Leo memperhatikan pakaian Michael yang kotor.
“Kamu sudah melihatnya. Wanita ini harus bertanggung jawab.” Michael terus menatap Fahima yang bersembunyi di belakang Leo.
“Apa yang harus Imah lakukan?” tanya Leo.
“Kenapa kamu bertanya seperti itu? Dia sendiri yang memecahkan guci itu. Aku tidak bersalah,” ucap Fahima.
“Tetapi kamu berada di sana.” Leo menatap sedih pada Fahimah.
“Apa hubungan dengan diriku?” Fahima bingung.
“Kamu harus melayaniku.” Michael berhasil menarik Fahima.
“Apa?” Fahima bingung.
“Fahima, kesialan itu akan hilang jika kamu berada di dekat Tuan Michael,” jelas Leo.
“Apa? Tidak ada hal semacam itu. Dia hanya ceroboh saja,” tegas Fahima.
“Maaf, Nona. Tuan Michael adalah pria yang paling sempurna dan teliti dalam melakukan segala hal,” jelas Fendy yang memang mengakui kemampuan Michael.
“Pria yang telanjang memang akan mendapatkan kesialan dan itu bukan karena guci pecah,” ucap Fahima berusaha membuka pegangan tangan Michael.
“Dari lahir aku sudah telanjang dan tidak pernah merasakan kesialan.” Michael menatap tajam pada Fahima dengan mata merah menyala.
“Aku adalah pembawa keberuntungan keluarga Hardianto,” tegas Michael.
“Lepaskan!” bentak Fahima.
“Temani aku makan siang.” Michael menarik tangan Fahima berjalan menuju restaurant.
“Fahima.” Leo kebingungan.
“Aku sudah selesai makan.” Fahima memukul tangan kekar Michael yang terus memegang pergelangan kecilnya.
“Kamu sangat kurus harus makan lebih banyak.” Michael tersenyum sinis.
“Apa?” Fahima melotot.
“Duduk!” Michael mendorong tubuh Fahima di kursi.
“Fendy mana makananku?” tanya Michael yang terus memegang pergelangan tangan Fahima.
“Mereka akan segera menyajikannya,” jawab Fendy melihat pada Fahima. Dia mengagumi kecantikan wanita itu. Hidung mancung dengan bibir kecil yang penuh. Bola mata cokelat dan bening dihiasi bulu tebal dan hitam serta alis yang tersusun rapi secara alami.
“Bisakah kamu melepaskan tanganku?” Fahima melihat ke arah Mchael dan mata mereka bertemu. Pria Tionghoa itu dapat melihat jelas kecantikan sempurna yang dimiliki wanita itu. Terlihat sederhana, tetapi sangat mempesona. Ada aura tidak bisa menjadi daya tarik untuk seorang lelaki.
“Hey.” Fahima melambaikan tangan di depan mata Michael.
“Apa kamu akan lari?” tanya Michael.
“Tidak. Aku akan makan,” jawab Fahima memalingkan wajahnya. Dia tidak mau melihat wajah pria yang telah memberikan bayangan mengerikan pada pertemuan pertama mereka.
“Baiklah.” Michael melepaskan tangannya dan melihat Fendy yang terus memandangi Fahima.
“Fendy apa kamu tidak lapar?” Michael menatap Fendy yang masih berdiri.
“Saya lapar.” Fendy segera duduk.
“Fahima, aku sudah merapikan tas bekal kamu.” Leo memberikan tas pada Fahima.
“Terima kasih.” Fahima tersenyum dan menerima tas punggungnya dari Leo.
“Apa aku boleh gabung?” tanya Leo.
“Kenapa kamu tidak membawa wanita ini menemuiku?” Michael menatap tajam pada Leo.
“Aku sendiri yang tidak mau bertemu dengan kamu,” ucap Fahima.
“Kenapa?” Michael memindahkan mata tajamnya pada Fahima.“Karena bayangan di kamar hotel saja tidak hilang,” tegas Fahima.
“Apa bayangan tubuh seksi dan telanjangku.” Michael menaikkan alisnya.
“Ya Allah.” Fahima memijit kepalanya.
“Pria yang tidak tahu malu.” Fahima berdiri.
“Kamu mau kemana?” tanya Michael.
“Jam istirahat sudah habis begitu juga dengan waktu bekerjaku,” jawab Fahima.
“Leo, apa aku bisa membeli jam kerjanya?” tanya Michael tanpa melihat Leo. Mata tajam pria itu terus mengawasi Fahima yang mulai gelihah oleh tatapan mematikan.
“Fahima hanya bekerja paruh waktu selama seminggu,” jawab Leo.
“Berapa gaji yang dia dapat untuk satu minggu itu?” tanya Michael lagi.
“Lima ratus ribu rupiah,” jawab Leo.
“Apa?” Michael tertawa terbahak-bahak. Bagi pria itu uang lima ratus ribu tidak artinya untuk makan sehari saja tidak cukup.
“Kenapa kamu tertawa?” Fahima melotot pada Michael.
“Lima ratus ribu. Itu tidak pantas untuk kamu,” ucap Michael.
“Apa maksud kamu?” Fahima bingung. Baginya lima ratus ribu itu sudah cukup besar dan sangat berguna untuk memenuhi keperluan sehari-hari. Gaji sebagai ASN saja dia hanya dapat tiga juta dalam sebulan.
“Pembantu di rumahku di bayar delapan juta dalam sebulan.” Michael tertawa. Pria itu benar-benar menghina uang lima ratus ribu yang tidak ada artinya.
“Aku akan membayar kamu dua juta untuk satu minggu melayaniku,” ucap Michael.
Apa?” Fahima terkejut. Dua juta dalam satu minggu dan hanya sisa empat hari saja sudah sangat luar biasa. Itu bisa menutupi kebutuhan untuk satu bulan kedepan.
“Fahima,” sapa Leo yang memperhatikan wanita itu terlihat melamun. Dia tahu Fahima memang membutuhkan uang untuk pergi ke Serang.
“Apa yang harus aku lakukan?” tanya Fahima mendongak melihat wajah tampan Michael.
“Seperti pelayan hotel pada umumnya,” jawab Michael.
“Baiklah,” ucap Fahima.
“Bagus. Kalian bisa makan siang sekarang.” Michael berdiri kembali yang sempat duduk.
“Apa kamu tidak makan?” tanya Fahima.
“Aku tidak bisa makan dengan pakaian kotor. Fendy minta pelayan mengatarkan makanan ke kamarku.” Michael melihat kea rah Fendy.
“Baik, Tuan.” Pria itu berdiri.
“Mulai besok kamu harus bekerja dari pada sampai malam. Aku akan membayar lebih,” tegas Michael.
“Apa kamu tega melihat seorang wanita mengendarai motor seorang diri di malam hari?” Leo menatap tajam pada Michael yang duduk di kursi dengan elegan.
“Sampai sore pukul lima,” ucap Michael.
“Itu lebih baik. Permisi.” Leo menarik tas punggung Fahima dan membawa wanita itu berjalan bersama menuju tempat parkir.
“Leo, apa aku akan baik-baik saja?” tanya Fahima.
“Tentu saja. Michael pria yang baik. Dia tidak pernah dekat-dekat dengan wanita. Kamu tidak usah khawatir. Lakukan saja pekerjaan seperti biasa. Sisa empat hari lagi.” Leo tersenyum.
“Benar, hanya empat hari.” Fahima ikut tersenyum. Dia membayangkan dua juta itu cukup untuk menambah biaya selama dia di Serang.
“Kamu sangat cantik.” Puju Leo di dalam hati.
“Pulanglah,” ucap Leo.
“Terima kasih.” Fahima mengenakan helm dan mengendarai motornya meninggalkan tempat parkir. Wanita cantik itu tidak luput dari pandangan Leo dan tatapan Michael yang berdiri di tangga.
“Sepertinya Leo menyukai wanita itu.” Michal berjalan menuju kamarnya. Dia harus membersihkan diri dan berganti pakaian serta makan siang di kamar.
Pesawat Sriwijaya Air telah mendarat di bandara Depati Amir Pangkal Pinang, Bangka Belitung. Senyuman manis terlihat jelas di bibir mungil seorang guru muda yang lebih terlihat seperti gadis remaja. Wajah yang imut membuatnya awet muda dan menggemaskan. Dia menunggu semua orang turun dengan sabar. Lima puluh menit berada di udara dan ia sangat bahagia memijakkan kaki di tanah kelahiran yang dicintainya.“Alhamdulilah ya Allah. Aku bisa sampai dengan selamat.” Gadis itu mengambil koper dan berjalan menuju pintu keluar.“Tidak ada bus ataupun angkot.” Fahima berdiri di pinggir jalan. Ada banyak kendaraan rental yang menunggu penumpang.“Aku tidak mau merepotkan Leo.” Fahima melihat layar ponselnya.“Mau kemana, Neng?” tanya seorang pria berdiri di samping Fahima.“Sungailiat,” jawab Fahima.“Dua ratus lima puluh ribu rupiah. Saya antar sampai depan rumah,” ucap pria paruh baya itu dengan ramah.“Apa?” Fahima berpikir. Hari itu tanggal satu dan gajinya belum masuk rekening. Uang di dompet
Michael membuka mata dari tidur lelapnya. Dia tidak akan pergi bekerja dan sudah memberikan semua tugasnya kepada Jordan. Pria yang terbiasa tidur telanjang itu tersenyum menatap langit kamar. Dia memiringkan tubuh di balik selimut dan melihat patung kayu yang terjaga di dalam kotak kaca yang terletak di atas meja samping tempat tidurnya.“Ah, aku sangat merindukannya. Hari ini kita akan bertemu.” Michael mengambil patung kayu seorang gadis dan mengeluarkan dari kotak kaca. Dia mencium wajah patung kayu dan tersenyum lebar.“El, apa kamu sudah bangun?” Mama mengetuk pintu kamar.“Ya,” jawab Michael.“Apa Mama boleh masuk?” tanya Nyonya Li.“Ya.” Michael masih membungkus diri di dalam selimut putih yang bersih.“Hey, kenapa belum mandi? Semua orang sudah menuggu di ruang makan untuk sarapan.” Nyonya Li tersenyum melihat Michael yang masih berbaring di atas kasur.“Aku akan bersiap. Mama kembalilah.” Michael kembali menyimpan patung ke dalam kotak kaca.“Baiklah.” Nyonya Li memperhatikan
Malam datang dengan cepat. Mahasiswa penghuni kos Emapang telah berkumpul di depan kamar mereka. Sebuah bangunan yang ada di atas air sungai. Mereka masak bersama untuk makan malam terakhir karena besok Fahima akan terbang ke Bangka karena pendidikan dan pelatihan mereka di kampus UNTIRTA Serang, Banten sudah selesai.“Ah, aku tidak bisa menahan air mata,” ucap Bu Sri memeluk Fahima.“Ayolah, Bu Rt. Aku menunggu makan malam dengan sambal terasi yang enak.” Fahima tersenyum. Gadis itu sangat cantik dan manis. Dia berusaha menahan air mata karena kebersamaan mereka akan selesai di kosan dan kampus.“Gadis ini. Kamu membuat aku semakin kesulitan memasak.” Bu Sri yang biasa disapa bu Rt kembali bergerak untuk membuat makan malam sederhana mereka. Semua saling membantu mempersiapkan bahan makanan dan menyajikan di atas karpet dengan piring, cangkir dan sedong seadanya.“Aku harap suatu saat nanti kita semua bisa berkumpul lagi,” ucap Bu Sri menghapus air matanya.“Ya.” Semua mengangguk.“Im
Michael melepaskan semua pakaian yang melekat pada tubuhnya dan membuang ke dalam tempat pakaian kotor. Pria itu masuk ke kamar mandi dan membersihkan diri. Dia menikmati waktu yang cukup lama bersama air dan perlengkapan merawat diri dengan sempurna. Lelaki itu keluar dengan tubuh yang masih basah. Handuk putih melingkar di pinggang sebatas paha. Perut rata dengan otot-otot indah dan dada bidang serta pundak lebar. Ciptaan Tuhan yang paling mempesona di mata kaum hawa dan adam.“Ah.” Michael mengambil handuk lain dan mengeringkan rambutnya. Air yang mengalir pada tubuh membuatnya semakin tampak seksi dan menggoda.“Fahima, aku benar-benar merindukan wajah marah dan senyumannya.” Michael tersenyum. Dia mengambil ponsel di atas meja dan duduk di sofa berwarna putih. Pria itu benar-benar bersih dan harum. Aroma maskulin menyegarkan penciuman telah memenuhi ruangan pribadinya.“Aku harus menunggu hingga besok. Dia benar-benar mampu mengubah diriku yang tidak pernah menunggu siapa pun. Tid
Hari ujian pengetahuan telah tiba. Fahima mendapatkan season pertama di pagi hari pukul sembilan. Dia berangkat dengan kendaraan milik teman satu kelasnya. Mereka pergi bersama-sama menuju kampus Untirta yang lain. Gadis itu terlihat semangat dan tersenyum lebar. Di dalam hati terus memanjatkan doa untuk dimudahkan menjawab soal ujian dan lulus.“Imah, apa kamu deg degan?” tanya Vina.“Bismilah aja. Kita harus tenang.” Fahima tersenyum.“Kamu belajar dengan sangat giat dan juga pintar. Pasti lulus,” ucap Vina.“Aamin ya rabbal alamin. Semoga kita semua lulus karena belajar bersama-sama.” Fahima tersenyum.“Kita sarapan dulu yuk,” ajak Dhetia.“Ayok.” Fahima dan Vina beranjak dari kursi mereka.“Imah, aku ada hadiah buat kamu.” Dhetia.“Apa ini?” Fahima menerima hadiah dari Dhetia.“Semoga kamu suka dan jangan lupa dipakai ya,” ucap Dhetia.“Terima kasih.” Fahima tersenyum.“ Hari ini hanya kita berempat yang ujian di season yang sama,” ucap Vina.“Ya. Besok aku langsung pulang ke Bangk
Ketika azan asar berkumandang Jordan mengantarkan Fahima kembali ke kosan dan pria itu pergi ke hotel untuk beristirahat dan makan malam. Dia harus kembali ke rumah karena ada banyak pekerjaan yang harus diselesaikan di perusahaan. Di tolak oleh Fahima yang tidak memiliki kekasih tidak mmebuat Jordan sakit hati. Itu membuatnya ingin lebih kuat lagi untuk mendapatkan cinta wanita muda itu.Pagi hari Jordan kembali ke Jakarta karena Fahima akan menyelesaikan masa kuliahnya di kampus UNTIRTA. Wanita muda itu akan pulang ke Bangka setelah selesai Ujian Pengetahuan dan dia tidak akan mengabari siapa pun termasuk Michael. Itu adalah caranya lari dari lelaki yang mulai posesif padanya.Hari-hari Fahima dan rekan-rekannya dilewati dengan menyelesaikan semua tugas kampus. Membuat laporan akhir hingga mendapatkan nilai dan bisa mengikuti Ujian Pengetahuan yang menjadi akhir dari perjuangan selama delapan bulan itu. Mereka benar-benar fokus agar tidak gagal dan harus mengulang. Itu akan membuat b
Jordan mendapatkan libur dari Michael dan pria itu langsung mengendarai mobilnya menuju Serang. Dia ingin bertanya pada Fahima alasan wanita itu memblokir nomor ponselnya. Mobil putih tinggi dengan ban besar telah berhenti di depan masjid kosan. “Di mana dia? Apa di kampus?” Jordan turun dari mobil dan berjalan menuju pintu pagar.“Permisi,” sapa Jordan.“Ada apa, Pak?” tanya petugas keamanan.“Maaf, Pak. Apa Fahima ada di dalam?” tanya Jordan.“Oh, mereka semua pergi ke kampus,” jawab petugas keamanan.“Kapan dia kembali?” tanya Jordan.“Siang nanti setelah salat zuhur,” jawab pria itu.“Tidak lama lagi.” Jordan tersenyum melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.“Terima kasih, Pak. Saya pamit dulu,” ucap Jorda.“Iya, sama-sama,” balas petugas keamanan.Jordan kembali ke mobil dan mengendarinya menuju ke kampus UNTIRTA. Pria itu menunggu di depan pintu gerbang kampus dengan tetap duduk di dalam mobil. Tidak butuh waktu lama, wanita yang ditunggu berjalan santai bersama den
Malam hari mereka tiba di depan musalah yang berhadapan dengan kosan Fahima. Wanita cantik dan masih sangat muda itu masih duduk diam di kursi. Michael membuka sabuk pangaman dan menoleh pada Fahima.“Apa aku harus membukakan sabuk pengaman untukmu?” tanya Michael tersenyum.“Tidak.” Fahima segera melepaskan sabuk pengaman.“Kita tidak akan bertemu lagi setelah ini.” Fahima menoleh pada Michael.“Hanya dalam satu minggu,” tegas Michael.“Tidak ada pesan dan panggilan,” ucap Fahima meyakinkan.“Aku janji.” Michael menatap Fahima dan wanita itu segera memalingkan wajahnya.“Aku sangat ingin memeluk dan menciumnya.” Michael memperhatikan lekukan wajah Fahima dari samping.“Terima kasih untuk hari ini dan hadiahnya,” ucap Fahima tanpa menoleh lagi. Dia sadar pria di sampingnya memang sangat tampan, tetapi keturunan dan asal Michael membuatnya tidak tertarik sama sekali pada lelaki itu. Masa lalu memang menjadi bayangan yang selalu mengikutinya karena tidak mampu untuk melupakan walaupun te
Mobil Michael berhenti di tempat parkir sebuah restaurant yang ada di Banten. Fahima menurut saja, karena dia kasihan pada orang kaya yang sudah terlambat makan siang karena buru-buru datang ke Serang.“Aku salat dulu,” ucap Fahima melihat musalah yang ada di samping restaurant.“Salat apa?” tanya Michael.“Asar,” jawab Fahima.“Aku akan menemani kamu.” Michael menatap Fahima.“Kamu masuk dan pesan makanan. Aku akan menyusul,” ucap Fahima.“Tidak,” tegas Michael memegang tas Fahima.“Kenapa?” Fahima menaikkan alisnya heran.“Kamu akan lari dariku,” jawab Michael menatap tajam pada Fahima yang tersenyum lucu melihat ketakutan pria di depannya. “Kenapa kamu tersenyum?” tanya Michael.“Bawa tas aku bersama kamu.” Fahima melepaskan tali tas dan memberikan pada Michael.“Pergi dan makanlah!” Fahima berjalan menuju musalah.“Hm, aku tidak bisa memesan makanan,” ucap Michael menghentikan langkah kaki Fahima.“Apa?” Fahima menoleh.“Ya. Aku tidak pernah memesan makanan sendiri,” ucap Michael