Sanjaya menarik sudut bibirnya, "Ya, tentu saja kita akan makan siang, ya kan, Davinka?"
Pertanyaan Sanjaya membuat Davinka gelagapan. Kenapa pria ini menyeretnya?
"Te-tentu, saya akan atur jadwal makan siang untuk besok di restoran terbaik," jawabnya berusaha seacauh mungkin. Pandangannya sesekali melirik Sanjaya seolah meminta persetujuan bosnya. "Anda suka makanan India dan timur tengah, bukan, Nona Manopo?" tanya Davinka memastikan.
Davinka ingin memeras Sanjaya dan membuat calon nasabah mereka senang. Siapa tahu mereka jodoh dan Sanjaya melepaskannya.
Wajah Davinka bersemu merah membayangkan saat itu tiba.
"Iya, saya suka maksa apapun, tapi yang paling saya suka adalah masakan India. Bagaimana dengan Anda, Pak Sanjaya?" Teresa Manopo ingin tahu, apa pemimpin bank BRC ini memiliki kesamaan dengannya.
"Oke, saya setuju. Kita akan makan dimanapun asal nona Manopo senang," ujar Sanjaya yang semakin membuat Nona Manopo terpukau,
Semoga suka 😘😘
"Sebenarnya apa, sih ... masalah dia! Aduhh … pantat gue," keluhnya di tengah rintihhan. Davinka kembali mengelus bokongnya.Membicarakan ikan, Davinka langsung teringat akan hewan peliharaan di rumah yang sudah beberapa hari tidak diberi makan.Davinka menyambar tas, menyusul Sanjaya keluar. Tapi, mobil pria itu sudah tidak ada."Ehh, gue ditinggal?" Ada rasa kecewa dalam nada suaranya. "Sial, tuh bos nyebelin banget, sih … awas aja kalo nanti malem butuh badan gue! Jangan ngarep pokoknya!" Davinka terus mengucapkan ancamannya. Padahal, dia sendiri tidak tahu bisa melakukan hal itu atau tidak.Davinka melirik jam tangannya, "ini masih jam kantor, gue udah banyak cuti. Ahh … gak mungkin, kan, gue pulang kerumah sekarang. Tapi, males baget ketemu dia!"Dengan enggan, Davinka memesan ojol.Setibanya di bank BRC, banking hill masih sangat ramai oleh nasabah. Maria bahkan masih sibuk di belakang teller."Vie! Davinka!
"Masuk! Saya panggil kamu bukan untuk jadi penjaga pintu, jadi cepet masuk!" Keengganan Davinka membuatnya kesal. Wanita ini memang sama persis dengan Diandra jika merasa terancam. Jika bukan wajahnya yang berbeda, sudah bisa dipastikan Davinka adalah kloning dari Diandra. Davinka menggeleng, dia takut masuk kedalam neraka ini. "Kamu mau masuk, atau saya kesana dan bopong kamu kemari?!" tegas Sanjaya lagi. 'Dasar Bos aneh!' "Berhenti memaki saya, Davinka! Jangan pikir saya tidak tahu pikiran kamu yang terus memaki dan mengutuk saya sepanjang jalan sampai dengan di depan pintu ini!" Bagi Sanjaya, Davinka adalah buku harian terbuka yang bisa dibaca tanpa harus membuka halaman perhalaman. Bibir Davinka mengerucut, dia mulai maju seperti siput. 'Jangan bilang Dia cenayang yang agung!' Davinka masih tidak terima, Sanjaya dengan mudah mengancam dirinya. Pintu dibelakang langsung tertutup begi
Sanjaya sangat marah saat mengingat niat Davinka yang hendak membebaskan diri dengan cara menukarnya dengan tubuh wanita lain.Jelas Sanjaya tidak akan melakukan hal itu, tidak ada satu tubuh pun yang dia inginkan selain tubuh yang sedang dia jamah saat ini.Davinka harus menerima hukumannya agar tidak melakukan kesalahan ini di lain waktu."Sakit, Tuan, lepas." Tubuh Davinka menggeliat, berusaha membebaskan diri.Sanjaya sudah banyak membuat gigitan di dadanya yang sangat dalam. Tubuh Davinka terkurung dalam pangkuan Sanjaya layaknya seorang anak kecil yang berada dalam dekapan ibunya.Tapi, bukan kasih sayang diberikan. Ini jelas siksaan. Gigitnya hampir memenuhi bagian atas tubuh wanita itu. Bukan hanya merah, tapi hampir membiru dan mengeluarkan darah."Ahh! A-ampun—tolong, lepaskan saya Tuan, lepas!" Davinka terus meraung. Meminta pengampunan pria itu.Sanjaya tidak bergeming, dia terus melakukan hal mengerikan itu. M
Ruangan itu tidak begitu luas, tapi cukup nyaman untuk ditiduri oleh seorang wanita yang lelah setelah puas bercinta selama kurang lebih 2 jam. Davinka Rusnadi membuka matanya dengan sangat perlahan. Ada rasa perih dan sakit yang luar biasa ketika kelopak matanya berusaha dia buka dengan paksa. Mata Davinka sangat bengkak setelah banyak mengeluarkan cairan bening yang mengutarakan kehancuran dan rasa sakit di hatinya. Devinka menggerakan kepala dengan sangat perlahan, mengamati sekitarnya dengan sangat hati-hati, ruangan itu begitu temaram dengan gorden tertutup rapat. "Dimana dia?" gumamnya lirih. Davinka mengingat kejadian beberapa saat yang lalu, hatinya terasa tercabik cabik ketika sekilas percintaannya dengan Sanjaya tergambar nyata. "Kenapa gue gak mati aja, sih? Buat apa coba gue hidup hanya untuk direndahkan seperti ini!" Tubuh Davinka gemetar, isakan kecil kembali lolos dari bibir tebalnya. "Bodoh, buat apa coba gue bertahan? lebih baik gue pergi dari sini!" Dengan ka
Terdengar banyak benda jatuh di dalam ruangan yang belum pernah dimasuki oleh Rani. Rani sangat ketakutan mendengar teriakan kemarahan Sanjaya saat memanggil nama Davinka yang seperti guntur di tengah hari bolong. "Dimana Davinka?!" Suara Sanjaya terdengar sangat marah. Rani, "...." 'Kenapa Pak Sanjaya marah benget sama Davinka? Dia buat ulah apa sih?' Sandy, "...." 'Kemana perginya Nona Davinka? Bahaya kalau sampai nona Davinka menghilang!' Kedua orang itu saling pandang dengan pikiran masing-masing. Pintu terbuka, memperlihatkan tumbuh menjulang tinggi Sanjaya dengan bayang-bayang gelap di belakang. Tangan pria itu terkepal dengan sorot mata yang sangat tajam, napasnya memburu kasar layaknya banteng yang hendak menghancurkan apapun. Rani melihat cairan merah menetes dari kepalan tangan kanan Sanjaya. Tapi, sepertinya Sanjaya tidak merasakan sakit sama sekali. Kemarahan sudah sepenuhnya menguasai pria itu. "Apa yang dilakuin Davinka sampe bikin Pak Sanjaya marah?" gumam Rani
Ponsel Sondy berbunyi saat ia baru saja meninggalkan rumah sakit. "Apa kalian sudah menemukannya?" tanya Sandy pada seseorang di seberang sana. "Kirimkan alamat lengkapnya," ucapnya lagi. Saat notifikasi pesan masuk Sandy langsung membaca dan mengirim kembali alamat itu pada Sanjaya. Sanjaya yang tengah menyetir dengan gila, merasakan ponselnya bergetar disusul dengan dering ponsel yang memekakan telinga. Pria itu sengaja mengencangkan volume ponselnya, dia tidak ingin melewatkan sedikitpun informasi yang mungkin saja kan dia dapatkan mengenai Davinka. "Kamu menemukannya?" tanya Sanjaya saat sambungan telepon terhubung. Tangannya tidak lepas dari kemudi dengan tatapannya yang liar. Pria itu terlihat waspada. "Dia ada di perumahan grand city, tidak jauh dari kantor," jelas Sandy dengan sangat hati-hati, "alamat lengkapnya sudah saya kirimkan. Saya akan segera kesana," ujarnya lagi. Sanjaya menancapkan gas lebih tinggi, mencari pintu tol dan berputar arah. Dalam hatinya dia membua
Pria itu membalik tubuh, "Pindahkan akuarium ini ke rumah, bawa semua barang yang ada disini dan sembunyikan dalam gudang, kecuali akuarium itu." Sanjaya tidak harus memusuhi ikan-ikan lucu ini, kan? Dulu Diandra juga ingin memelihara ikan, tapi dengan tegas Sanjaya menolaknya. Dia cemburu pada ikan-ikan itu yang selalu mendapat perhatian Diandra lebih dulu saat mereka bangun pagi. Kali ini entah mengapa terasa berbeda , suara Davinka yang mengatakan alasan dirinya tidak suka makan ikan kembali terngiang. 'Saya tidak suka ikan, apa lagi ikan mentah?' jawabnya putus asa. 'Kenapa?' tanya Sanjaya. 'Mereka terlalu manis, Pak … kasihan,' jawabnya cepat. "Apa kamu Diandraku, Davinka?" gumam Sanjaya. Sandy dapat mendengar dengan jelas. Mendengar itu, hatinya merasa iba. Dalam waktu tiga hari, Sandy sudah berulang kali mendengar Tuannya bertanya dengan pertanyaan yang sama. "Apa kamu sudah mencari tahu Davinka sampai ke akarnya, Sandy?" tanya Sanjaya tanpa ekspresi. Nada suaranya t
Sanjaya berbalik, menatap monitor tanpa melangkah sedikitpun dari tempat ia berhenti. Melihat keengganan Sanjaya untuk mendekat, Dokter Nabila mulai menggerakkan transducer, memperlihatkan sesuatu di dalam lapisan perut. "Nona Davinka tidak bisa melakukan hubungan badan selama 3 Minggu. Rahimnya bermasalah, hubungan intim dengan gerakan ekstrim setelah masa haid sangat berbahaya. Jika dipaksakan kemungkinan besar Nona Davinka tidak bisa mengandung. Apa lagi sebelumnya nona Davinka melahirkan bayi dengan paksa dan tidak di rumah sakit besar. Ada beberapa luka diatas luka. Di sini—" dokter Nabila mengarahkan transducer pada bagian sayatan diperut. Terlihat jelas bekas jahitan sesar terlihat Sudah berapa kali diperbaiki jika melihat dari bekas luka. Bekas jahitan itu terlihat pernah mengalami infeksi sehingga harus melakukan tindakan berulang kali. Pandangan Sanjaya tidak pernah berkedip sedikitpun dari layar monitor. Setiap ucapan yang diutarakan oleh dokter Nabila begitu mengerikan