Home / Romansa / Terjebak Obsesi Sang CEO / 2. Masa Lalu yang Kembali

Share

2. Masa Lalu yang Kembali

Author: feynaa
last update Last Updated: 2025-02-02 23:29:14

Dengan wajah basah penuh air mata, ia berlari keluar rumah menuju mobilnya yang sudah terparkir di pelataran. Ia dengan terburu-buru masuk dan meminta supir melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Tangannya meremas ujung dress. Dadanya naik turun dengan cepat. Amarah dan perasaan takut menjadi satu, membludak di dadanya membuat merasa sesak.

Tidak lama kemudian mobil memasuki parkiran rumah sakit terbesar di ibu kota. Ia buru-buru turun dari mobil, berlari ke dalam rumah sakit dan bertanya pada resepsionis tentang keberadaan Daren.

Gadis itu kembali berlari ke ruang operasi sesuai arahan resepsionis. Ia melihat lampu di atas pintu operasi yang berwarna merah menunjukkan bahwa operasi masih berlangsung.

Ia menyugar rambutnya sambil bersandar di dinding. Hatinya merapalkan segala doa keselamatan untuk Daren. Air matanya turun tiada henti.

"Daren, tolong bertahan. Tuhan, tolong selamatkan dia," gumamnya harap-harap cemas.

“Sekarang aku mengerti mengapa kau selalu membuang hadiah yang kuberikan bahkan tanpa repot-repot melihatnya. Ternyata ini hadiah yang kau suka.”

Suara bariton tiba-tiba mengalun di telinganya. Tubuhnya membeku untuk sesaat, mendengar aksen Italia yang sangat familier di telinganya itu.

Ia membalikkan tubuhnya dengan kaku. Matanya langsung bertemu dengan mata hitam seorang pria berbadan besar dengan pakaian semi formal—jaket kulit dengan lengan yang ditarik sampai sikut, menampakkan urat-urat tangannya, dan tato rantai melilit lengannya.

Pria itu adalah seorang pria yang ada dalam ingatan masa lalunya.

Pria yang ia tinggalkan dua bulan lalu tanpa sepatah kata pun. Pria yang pernah membuat jantungnya berdegup kencang karena cinta, tapi kini membuat jantungnya berdegup kencang karena amarah dan kenbencian.

Dialah dalang dibalik bebasnya seorang narapidana yang sekaligus ayah kandungnya dari jeruji besi, sebelum waktunya.

James—ayah kandungnya yang seharusnya mendekam 20 tahun atas kekerasan terhadap ibunya, membuat masa kecilnya menderita, dan membunuh neneknya tepat di depannya, kini berjalan bebas di luaran sana.

Sedangkan Ella membawa trauma itu hingga dewasa.

Keberadaan Lorenzo membuka luka lama Ella, sebuah ingatan traumatis—bagaimana tangan monster itu memukuli ibunya, ancaman yang menghantui setiap tidurnya, kematian orang terkasih yang mengenaskan.

Pria itu telah merenggut keadilan dalam hidupnya.

Dia mendekati Ella perlahan. Langkahnya tenang, tidak terburu-buru, suara sepatunya menguasai lorong.

Ella merasakan darahnya mendidih. Emosinya langsung meledak. Dengan langkah besar ia menghampiri pria itu. Ia mencengkram kuat kerah kemejanya, dengan tatapan tajam yang seolah mampu menikam.

“Lorenzo De Luca, brengsek kau! Apa yang kau lakukan pada Daren?!” maki Ella dengan rahang yang mengetat.

Mata gelap pria itu terkunci dengan mata Ella yang basah karena air mata. Namun, pria itu tidak mengubah posisinya, tetap berdiri tegak dengan mata yang turun ke bawah, menatap Ella yang lebih pendek darinya.

Ia menyeringai, wajahnya sangat tenang, kontras dengan ekspresi Ella yang penuh ledakan emosi saat ini. Namun, ketenangan di wajah Lorenzo malah semakin membuat amarah Ella tidak terkendali.

“Mau apa kau di sini? Belum puas kau membuatnya celaka?” Suara Ella serak, hampir tidak bisa keluar karena amarah membuat tenggorokannya tercekat.

“Aku sudah bilang padamu, Sayang. Setiap orang yang berani menyentuhmu tidak akan berakhir dengan baik, tapi kau tidak pernah mendengarkanku, kan?”

Lorenzo mencondongkan kepalanya ke telinga Ella.

“Kau terus-menerus menutup telinga pada peringatanku, menganggap ringan ancamanku. Jadi, aku harus membuatmu melihatnya sendiri bahwa aku tidak main-main,” lanjutnya.

Cengkraman Ella di kerah Lorenzo semakin kuat, membuat telapak tangannya memucat.

“Kau gila, Lorenzo! Urusanmu denganku, bukan dengan orang-orang di sekitarku. Pengecut kau memilih orang yang tidak tahu apa pun. Kau pikir dengan menyakiti Daren bisa membuat aku bertekuk lutut padamu? Kau pikir akan mendapatkanku dengan cara curang seperti itu?!”

Seringaian Lorenzo semakin lebar. “Oh, kau salah, aku melakukan ini bukan untuk mendapatkanmu karena sejak awal kau milikku, Sayang. Kau tahu bahwa aku tidak suka melihatmu disentuh pria lain, tapi kau terus menguji kesabaranku. Jika aku tidak bisa menyentuhmu, maka tidak ada satu pun yang boleh menyentuhmu.”

“Kita sudah selesai, Lorenzo! Aku bisa melakukan apa pun yang aku mau. Kau tidak berhak memutuskan apa pun dalam hidupku. Aku yang menentukan siapa yang boleh menyentuhku!” desis Ella.

Tangan kekar Lorenzo menangkup wajah Ella. “Siapa bilang? Kau milikku, dan akan selalu menjadi milikku. Kau harus mendengarku dan melihatku. Hanya aku.”

Ella melepaskan cengkramannya di kerah baju Lorenzo hanya untuk menepis tangan Lorenzo di wajahnya kemudian mundur selangkah. Menyugar rambutnya lagi hingga berantakan, air mata mulai mengalir lagi.

“Aku benar-benar menyesal telah bertemu denganmu. Seharusnya aku dengarkan orang tuaku untuk tidak berhubungan dengan orang sepertimu. Dengan begitu aku dan Daren bisa hidup bahagia.”

Ketika Ella terus bicara, ia tidak menyadari bahwa mata dingin Lorenzo berubah sengit saat menatapnya, urat lehernya nampak mencuat. Ada kilas kebencian di mata pria itu saat mendengar Ella menyebut nama Daren.

Tangan besar pria itu menarik siku Ella dengan hentakan kuat. Tangannya yang lain mencengkram dagu Ella dengan kekuatan yang menyakitkan, menarik wajah Ella mendekat ke wajahnya.

“Aah!” pekik Ella terkejut.

Dalam sepersekian detik, bibirnya menekan bibir Ella dalam ciuman kasar dan mendominasi, seperti sebuah hukuman dan peringatan.

Ella terkesiap, tubuhnya terasa kaku untuk sesaat. Bibirnya dibungkam sangat kuat oleh Lorenzo. Mata Ella terbuka lebar, jantungnya berdegup tidak keruan.

Ada kebingungan, rasa jijik, amarah, dan kebencian yang bercampur aduk dalam dirinya. Ella menarik kepalanya untuk menjauh. Namun, Lorenzo dengan kekuatan besarnya menahan kepalanya. Ia bahkan menarik rambut Ella agar kepalanya mendongak.

Lorenzo mendorongnya hingga punggung Ella menubruk tembok. Ella memberontak dengan memukul dada Lorenzo sekuat tenaga, tapi pria itu menangkap kedua tangannya kemudian mengunci tangan Ella di atas kepalanya

“Hmmph—” Tangan Ella mengepal dalam cengkraman Lorenzo. Pria itu membelenggu segala pergerakannya, memaksanya bertahan dalam ciuman yang penuh paksaan.

Napasnya tercekat, Lorenzo tidak memberikan ruang bagi Ella untuk bernapas. Ia terus menggigit bibir dan lidah Ella setiap kali gadis itu memberontak hingga membuatnya merintih.

“GABRIELLA!”

Teriakan nyaring seorang wanita mengintrupsi meteka membuat tubuh Ella berjengit. Bersamaan dengan itu Lorenzo memutus ciumannya.

Ella terengah-engah, wajahnya memerah, basah, bibirnya membengkak dan terasa perih.

Baik Ella maupun Lorenzo memusatkan pandangan ke arah yang sama. Kepada seorang wanita baya dengan dress biru sepanjang betis, menatap mereka dengan penuh keterkejutan yang bercampur amarah.

“Dasar wanita jalang! Daren sedang berada di ambang kematian, tapi kau beraninya bermesraan dengan pria lain di depan ruang operasi tunanganmu!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   154. Bersatu Kembali (Tamat)

    Lorenzo tertawa. Tawa yang lega, hangat, dan penuh haru, bergema di ruangan ini. Ia mengenali nada suara sarkastik dan ketus itu. Ia mengenali sikap sinis dan menantang itu, ciri khas Ella untuk menyembunyikan kerentanan dan perasaan sesungguhnya. Dan sialnya semua sikap itulah yang membuat Lorenzo jatuh cinta pada Ella sejak awal. Ellanya telah kembali utuh setelah kehancuran perasaannya setahun yang lalu. Ia telah kembali seperti saat pertama kali Lorenzo mengenalnya. Tanpa bisa menahan diri lagi, Lorenzo menerjang Ella dengan pelukan erat yang hampir mengangkat tubuh mungil gadis itu dari lantai. Lengan Lorenzo melingkar posesif di pinggang ramping Ella. Ia menenggelamkan wajahnya di lekuk leher Ella. Merasakan kulit lembut Ella yang membuatnya merasa seperti pulang ke rumah. "Ambil saja, Sayang," bisik Lorenzo. Suaranya serak, berat, penuh hasrat dan kerinduan yang telah dipendam selama setahun. Napasnya yang hangat membuat gadis itu bergidik geli. "Bawa apa pun yang

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   153. Cincin Berlian

    Satu tahun. Tepat satu tahun sudah berlalu sejak Lorenzo terakhir kali merasakan kehangatan tubuh Ella dalam pelukannya. Satu tahun berlalu sejak gadis itu memutuskan untuk pergi ke Oklahoma, menciptakan jarak ribuan kilometer di antara mereka. Namun, perpisahan itu bukan berarti ketiadaan kontak sama sekali. Sesekali, pesan singkat masih terkirim di antara mereka. Walau hanya kalimat-kalimat pendek yang terasa dingin, sekadar basa-basi. Sesekali telepon masih tersambung, walau hanya sepatah dua patah kata yang terlontar. Lorenzo telah berjanji untuk memberikan kebebasan kepada Ella, memberikan waktu dan ruang untuk menyembuhkan lukanya dan membangun kembali kepercayaannya pada cinta. Walau di sini Lorenzo yang menanggung sakit karena menahan rindu yang menggerogoti jiwanya. Janji itu adalah bentuk penebusan atas rencana liciknya yang menghancurkan perasaan Ella dan sampai sekarang masih menjadi rahasia antara dirinya dan Lessa. Namun, nyatanya, janji itu membuatnya g

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   152. Rumah

    Senja di Oklahoma menyambut kepulangan Ella. Gadis itu melangkah turun dari mobil dengan gerakan yang kaku, setiap sendi tubuhnya seolah menahan beban yang tak terlihat. Ia berjalan menuju pintu masuk dengan langkah gontai karena kelelahan emosional. Wajahnya pucat, matanya masih sembab. Lorenzo berdiri di sampingnya dengan postur tubuh yang tegap. Matanya yang gelap memindai setiap sudut rumah dengan kewaspadaan. Tangannya bertumpu lembut di punggung Ella, memberikan dukungan tanpa kata. Suara langkah kaki terdengar samar-samar. Thomas muncul menuruni tangga dengan langkah terburu-buru. Wajah pria baya itu langsung tegang ketika melihat Lorenzo. Dahinya berkerut, rahangnya mengetat, tatapannya dingin. Lorenzo tentu menyadari pandangan menusuk dari Thomas. Ia bisa merasakan bahwa pria itu sedang menimbang-nimbang apakah ia layak untuk berdiri di rumahnya. Di belakang Thomas, Karen muncul dengan wajah yang dipenuhi kekhawatiran dan kebingungan yang mendalam. "Ella?" Karen

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   151. Korban dan Pelaku

    Pertanyaan itu bagaikan belati tajam yang menusuk tepat ke jantung Lorenzo. Namun, Lorenzo tidak menunjukkan keputusasaan dan rasa sakitnya di depan Ella. Lorenzo mengangkat dagu Ella dengan lembut. Ia mengecup singkat kening Ella. Berusaha menyikapi pertanyaan Ella dengan tenang, meskipun ia sendiri juga takut hal itu akan terjadi. "Aku akan membuat kenangan baru bersamamu yang lebih indah. Aku akan membuatmu mencintaiku lagi dengan setiap detik kebersamaan yang kita ciptakan. Jika masa lalu tidak bisa kembali, kita akan menciptakan masa depan yang jauh lebih indah dan penuh warna.” Keteguhan dalam suara Lorenzo membuat hati Ella berdebar tidak stabil. Ada sesuatu dalam tatapan mata pria itu yang membuatnya merasa aman meskipun dunianya sedang hancur. Namun, ketukan keras di pintu memecahkan momen haru mereka. Sebelum Lorenzo sempat mengeluarkan sepatah kata, pintu sudah terbuka. Alessio menerobos masuk dengan wajah tegang. "Maaf mengganggu," kata Alessio tegas. "Daren me

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   150. Galeri Foto

    "Ella, aku paham kau mungkin telah kehilangan kepercayaan padaku. Apalagi di keadaanmu sekarang, di mana aku tidak ada di dalam ingatanmu," ucap Lorenzo, suaranya sedikit serak. "Aku tahu kau tidak akan percaya saat aku mengatakan bahwa aku tidak akan pernah melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Daren padamu, bahwa aku berbeda darinya." Lorenzo melanjutkan, sembari membelai rambut Ella. "Tapi izinkan aku membuktikan bahwa tidak semua pria seperti Daren. Izinkan aku menunjukkan padamu bagaimana seharusnya seorang wanita dicintai dan dihargai." Lorenzo perlahan melepaskan pelukan mereka, kemudia menangkup pipi Ella tang pucat agar menatapnya. Matanya yang kelam menatap lekat-lekat mata cokelat Ella yang masih bergelimang air mata. Ada sesuatu dalam tatapan Lorenzo yang membuat dada Ella terasa hangat. Tatapannya penuh cinta dan ketulusan yang tidak terhingga. "Berikan aku waktu. Biarkan aku membuktikan dengan tindakan, bukan hanya dengan kata-kata." Lorenzo menar

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   149. Melepaskan Luka

    "Aku tidak tahu bagaimana caranya mempercayai seseorang lagi, bagaimana caranya membuka hati?" Kata-kata itu keluar dengan susah payah, setiap hurufnya terasa seperti bongkahan batu di tenggorokannya. Luka yang mengoyak jiwanya telah menghancurnya kepercayaan gadis itu. Ella menatap wajah Lorenzo dengan pandangan yang lelah. Namun, terselip rasa takut yang mendalam di matanya. Takut untuk membuka hati lagi, takut untuk mempercayai lagi, takut untuk mencintai lagi. Mata cokelatnya yang sembab bertemu dengan mata Lorenzo yang penuh dengan kekhawatiran dan sedikit kepanikan karena baru menyadari bahwa akibat dari tindakannya lebih parah dari yang ia duga. Lorenzo merasa seperti sedang menggali kuburannya sendiri sekarang. Ia ingin berteriak pada Ella, mengatakan bahwa ia bukan Daren. Ia ingin mengatakan bahwa ia bisa menjadi tempat yang aman untuk Ella, bahwa pelukannya bisa menjadi rumah yang paling nyaman di dunia. Ia ingin berteriak mengatakan bahwa ia bisa menjadi obat un

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status