Share

3. Panic Attack

Author: feynaa
last update Last Updated: 2025-02-03 16:09:46

Tubuh Ella langsung berkeringat dingin. Amarahnya terganti dengan rasa bersalah. Membayangkan bahwa wanita baya itu pasti telah melihat kejadian tidak etis yang baru saja terjadi.

Ella tidak tahu seberantakan apa penampilannya saat ini, tapi itu pasti memalukan.

Dengan langkah cepat, wanita itu baya mendekati Ella dan menariknya menjauh dari Lorenzo, hingga membuat tubuh Ella terhuyung.

“Apa yang kau lakukan? Kau gila, hah?” maki Pamela, Ibu Daren dengan suara keras yang memekakkan telinga.

“Kau selingkuh? Beraninya kau menyelingkuhi putraku di depan wajahku? Beraninya kau melakukan ini pada putraku?!” teriaknya lagi tepat di depan wajah Ella sembari mendorong kasar bahu gadis itu hingga ia mundur selangkah. Suaranya menggelegar bagai petir di siang bolong.

Gadis itu pucat pasi dan tubuhnya gemetar. "Ini salah paham, ini tidak seperti yang Ibu lihat. Aku tidak berselingkuh, tolong dengarkan aku.”

Pamela berkacak pinggang, kepalanya menggeleng. “Masih berani kau mengelak setelah apa yang aku lihat dengan mata kepalaku sendiri?!”

“Tidak, kumohon dengarkan—”

Plak!

Pamela membungkam Ella dengan sebuah tamparan keras, hingga suaranya menggema di lorong.

Mata Lorenzo membola dalam sepersekian detik. Sebelum akhirnya kembali dengan tatapan tajamnya.

Tubuh Ella terhuyung, jatuh terjerembab ke lantai. Gadis itu menunduk, terkulai lemah dalam duduknya. Rambutnya jatuh menutupi wajahnya. Air mata kembali membanjiri pipinya.

Tubuhnya bergetar. Suara keras dan bentakan Pamela telah memicu kecemasan berlebihan yang sedari tadi ia tahan. Ella merasa sangat sesak, pipinya berdenyut nyeri.

Lorenzo melangkah, berdiri di tengah-tengah antara Ella dan Pamela. Wanita baya itu terdiam sejenak, menatap Lorenzo yang menjulang di depannya.

“Apa? Kau mau apa? Membela wanita jalangmu ini, hah?!” teriak Pamela, matanya masih menyala-nyala dengan kobaran emosi.

Lorenzo menggeram. “Jaga mulutmu itu! Sekali lagi kau berani bicara seperti itu dan melukai Ella, kupastikan kau akan bernasib sama dengan putramu.”

Tangan Pamela terkepal, ia berdecih. “Kalian berdua benar-benar sudah kehilangan akal, hah?! Dasar menjijikan! Pergi dari hadapanku sekarang. Ini rumah sakit, bukan hotel. Dan kau, Ella, jangan temui anakku lagi!”

Ella mendongak terperangah, bibirnya bergerak-gerak ingin bicara. Sekuat tenaga mencoba mengendalkan diri.

“Maaf…,” ucapnya, hanya itu yang bisa keluar dari mulutnya.

“Tidak, pergilah kalian! Aku tidak mau mendengarmu dan melihatmu lagi!” bentak Pamela tidak ingin dibantah.

Lorenzo berlutut di samping Ella. Mengangkat tubuh gadis itu tanpa mengeluarkan usaha seolah Ella hanya sehelai bulu.

Ella menggeleng menolak, tapi ia tidak punya tenaga untuk memberontak. Merasa sangat lemas bahkan untuk mengeluarkan suara penolakkan.

***

Suara di dalam mobil hanya diisi oleh isakan Ella.

Lorenzo membawa gadis itu ke dalam mobilnya yang kini telah melaju jauh meninggalkan rumah sakit.

Pria itu melingkarkan lengannya ke tubuh Ella yang kini berada di pangkuannya, merengkuh pinggang Ella dengan erat.

Napas gadis itu masih terputus-putus dan sesenggukan. Lorenzo menarik dagunya agar bisa menatapnya, ia ingin melihat keadaan gadis itu. Pria itu mengehela napas pelan yang terasa panas di wajah Ella.

“Kau aman di sini, Ella. Cobalah mengatur napasmu,” katanya. “Tarik napas dalam-dalam, lalu embuskan perlahan.”

Mata Ella fokus pada mata Lorenzo, perlahan mengikuti perintah Lorenzo pelan-pelan membuat pria itu tersenyum tipis.

Isakan gadis itu perlahan memudar, napasnya mulai kembali tenang. Lorenzo Lalu mengambil sebotol air mineral dari pocket door.

“Minumlah,” katanya sembari menyodorkan kepada Ella botol yang tutupnya sudah dibuka.

Ella menegakkan tubuhnya, meneguk air minum itu. Tangannya masih sedikit gemetar hingga tidak bisa memegang botol dengan stabil.

Gadis itu hanya meminum sedikit, lalu mengembalikan botolnya pada Lorenzo.

Pandangan Lorenzo kembali turun ke wajah Ella. Perlahan ibu jarinya mengusap bibir bawah Ella yang masih bengkak dan merah.

Gadis itu meringis, refleks menepis kasar tangan besar Lorenzo. “Sakit, Lorenzo,” rintihnya.

Namun, Lorenzo malah menyeringai puas. Ella yang mulai tenang perlahan mampu menguasai dirinya. Kepalanya perlahan mulai bisa berpikir kembali dengan jernih.

Ia memperlihatikan sekelilingnya, lalu bergerak pindah ke kursi sebelah. Namun, Lorenzo menarik pinggang Ella agar kembali pada posisi semula. Ella menegakkan tubuhnya, otomatis menatap tajam Lorenzo. Urung pindah karena tahu Lorenzo tidak melepaskannya.

“Aku mau pulang, Lorenzo,” kata Ella dengan suaranya yang serak.

“Aku akan mengantarmu pulang,” balas Lorenzo tenang.

Ella tidak menjawab, ia menarik napas dalam sembari memejamkan matanya. Lega dengan jawaban Lorenzo.

Selama di perjalanan, ia mencoba mencerna semua yang terjadi padanya. Tatapannya kosong, ia belum bisa menerima kenyataan yang baru saja terjadi.

Lorenzo mengacaukan segalanya. Daren terluka, Ibu Daren salah paham.

Ia tidak tahu lagi harus bagaimana menghadapi Lorenzo ke depannya. Susah payah gadis itu kabur sampai bersembunyi di negara kecil ini. Namun, pada akhirnya ia kembali dipertemukan dengan Lorenzo.

Hujan rintik-rintik membuat Ella mengalihkan pandangan ke jendela. Tatapannya terpaku pada bintik-bintik hujan di kaca jendela hingga ia menyadari ada sesuatu yang aneh.

Jalan yang mereka tempuh bukanlah jalan menuju tempat tinggalnya. Ella menyipit menatap Lorenzo yang sedang menatapnya santai, seolah sudah membaca isi pikiran Ella.

“Kau mau membawaku ke mana?” desaknya curiga, mulai merasa gelisah.

Lorenzo menyeringai, tangannya bergerak lambat, menyingkirkan sehelai rambut yang menempel di dahi Ella yang berkeringat.

"Ke tempat di mana tidak ada satu pun orang yang mengetahui keberadaanmu.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   134. Dia Memilihku

    Tetesan hujan pertama jatuh tepat ketika mereka turun dari wahana roller coaster. Langit yang tadi biru cerah kini berubah menjadi kelabu. Daren tanpa berpikir panjang menarik Ella merapat pada tubuhnya, membentangkan jaket kulitnya di atas kepala gadis itu sebagai pengganti payung. Ella tersenyum tipis merasakan kehangatan tubuh Daren yang melindunginya dari dinginnya hujan. Hujan semakin deras, memaksa mereka berlari lebih cepat mencari tempat berteduh. Daren menarik Ella menuju deretan toko dan restoran yang berjejer tidak jauh dari wahana permainan. Namun, senyuman Ella langsung pudar ketika ia menyadari Lorenzo juga ikut menyusul mereka, ekspresi wajahnya gelapnya tajam, penuh dengan emosi yang menunjukan kejengkelan. Ia lengah sehingga membuat Daren punya kesempatan menyentuh Ella. Mereka memasuki sebuah restoran kecil yang hangat. Bau masakan yang lezat langsung menyambut mereka, memberikan kontras suasana yang nyaman dari dinginnya hujan di luar. Daren, dengan penuh per

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   133. Kencan Bertiga

    Sore itu, langit Chicago menampilkan gradasi jingga yang memukau. Taman hiburan dipenuhi tawa anak-anak dan aroma manis permen kapas yang menguar di udara. Ella berjalan di samping Daren, tangan mereka saling bertaut. Senyum hangat menghiasi wajah mereka kontras dengan angin dingin yang beriup menerbangkan helai-helai rambut cokelat dan dress putih berbunga-bunga kecil yang dikenakannya. Mata Ella berbinar-binar penuh perhatian. Di sebelahnya, pria berambut pirang itu selalu berusaha membuat Ella nyaman, selalu sabar menghadapi segala tingkah lakunya yang terkadang sulit ditebak. "Daren, aku mau ice cream," pinta Ella dengan suara sedikit manja. Daren tertawa kecil mendengar jawaban itu. "Baiklah, tunggu di sini, Tuan Putri, aku akan membelikannya untukmu." Ella mengangguk dengan senyum geli. Ia duduk di kursi besi yang berada di bawah pohon maple. Mata memperhatikan sekitarnya, lalu tatapannya terhenti pada sosok pria betubuh tegak dan besar yang menghampirinya dengan tatapan in

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   132. Pria yang Tepat

    Cahaya pagi yang lembut menerobos melalui tirai jendela rumah dua lantai klasik di pinggiran danau. Ella berdiri di dapur, mengenakan kemeja tidur sutra berwarna krem yang jatuh anggun hingga pertengahan pahanya. Tangannya bergerak menyeduh sereal, makanan instan untuk sarapan. Suasana hangat pagi hari kontras dengan suasana hatinya yang dingin akibat pertengkarannya dengan Daren semalam dan sampai hari ini mereka belum berdamai. Suara langkah kaki terdengar mendekat. Ella tidak perlu menoleh untuk mengetahui siapa yang datang karena di rumah ini hanya ada ia dan Daren. Ella mencoba acuh tak acuh, dengan kehadiran Daren. Tanpa suara, sepasang lengan kekar melingkari pinggangnya, pria itu memeluknya dari belakang. Tubuh hangat Daren menempel di punggungnya, dan Ella merasakan napas pria itu menggelitik tengkuknya. Gerakan tangan Ella di atas mangkuk serealnya terhenti. "Ella," panggilnya dengan suara serak, khas orang bangun tidur. "Aku minta maaf. Aku tahu semalam aku keter

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   131. Jangan Menolakku

    "Kau bicara seolah ini salahku. Seolah aku yang menginginkan keadaanku jadi seperti ini, seolah aku yang ingin melupakanmu. Aku tidak meminta ini semua. Aku juga mau mengingat semua itu." Suara Ella bergetar lirih, dipenuhi frustrasi yang mendalam. Matanya yang berlinang tangisan memandang pria di sampingnya dengan tatapan yang campur aduk antara marah, sedih, dan putus asa. Tangannya bergetar, mengepal di pangkuan, mencoba menahan gelombang emosi yang menyesakkan dadanya. Lorenzo memejam matanya sejenak, ia tidak pernah seemosional ini sebelumnya. Bahkan di pertengkaran-pertengkaran mereka sebelumnya, Lorenzo masih bisa mengendalikan dirinya dan tetap tenang. Namun, sekarang rasanya jauh berbeda, Ella sudah terlalu terikat kuat padanya baik fisik maupun hatinya. Wajah pria itu melunak. Ia menatap Ella dan perlahan menangkup wajah Ella dengan lembut, mereka saling menatap dalam, menyalurkan segala badai emosi yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. "Aku tidak menyalahkanm

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   130. Kerinduan yang Pedih

    "Cukup. Diamlah!" sergah Ella dengan suara bergetar, tangannya mengepal erat di sisi tubuh. Wajah Ella merah padam bagaikan kepiting rebus. Rasa malu yang mendalam mencengkram dadanya membuatnya sulit bernapas. Mata cokelatnya memandang Lorenzo dengan tatapan penuh tanda tanya dan terkejut. Bagaimana mungkin pria yang ia anggap asing ini ternyata mengetahui setiap detail paling rahasia tentang tubuhnya? Ini membuatnya berpikir bahwa meraka memang pernah menjalin hubungan yang intim di masa lalu yang kini hilang dalam ingatannya. Namun, semakin keras dia berusaha mengingat, semakin sakit kepalanya. Mata cokelatnya berkilat dengan kebingungan, tapi ada kilatan kemarahan juga di sana yang membuat rahangnya mengeras. Ia terdiam sejenak, banyak sekali pertanyaan yang muncul di benaknya hingga ia tidak tahu pertanyaan mana yang akan ia lontarkan terlebih dahulu. "Jika memang kau tunanganku, kenapa orang tuaku merencanakan pertunanganku dengan Daren seolah kau tidak pernah ada di

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   129. Panggilan Kesayangan

    Ella segera berdiri dengan terburu-buru sambil menutupi bibirnya. Wajahnya merah padam seperti tomat matang, rona merah menjalar dari pipi hingga ke ujung telinga. Dan jantungnya, sudah seperti akan melompat keluar dari dadanya. Ia malu pada kejadian tidak pantas yang tidak sengaja itu. Pria itu pun ikut berdiri kemudian merapikan pakaiannya dengan gerakan yang tenang dan terkontrol, kontras dengan kegugupan yang ditunjukkan Ella. Matanya tidak pernah lepas dari wajah Ella, senyum tipis terbit di wajah tegas pria itu. Ada gairah yang terpendam, ada kerinduan yang sudah lama ia simpan, dan ada kepuasan aneh karena akhirnya bisa merasakan sentuhan yang telah lama ia dambakan. "Maaf, aku minta maaf, itu tidak sengaja," kata Ella dengan sangat cepat, suaranya bergetar malu. "Bahkan jika itu sengaja aku tidak keberatan," balas Lorenzo sembari mengusap bibirnya dengan gerasakan sesual yang sempat ditangka mata Ella. Lorenzo masih merasakan kehangatan bibir Ella di bibirnya, bahk

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status