Share

Terjebak Obsesi Sang CEO
Terjebak Obsesi Sang CEO
Penulis: feynaa

1. Stalker

Penulis: feynaa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-01 14:28:54

Basseterre, St. Kitts and Nevis

“Kupastikan kau tidak akan mengabaikan hadiahku lagi kali ini, Gabriella Jovianne.”

Pesan itu lagi.

Tangan kanan Ella mencengkram kuat ponselnya ketika ia membaca sebuah pesan masuk dari nomor tidak dikenal. Sedangkan tangan kirinya mencengkram buket bunga di pangkuannya. Rahangnya mengetat, dengan jengkel ia menghapus pesan itu.

Daren—tunangannya—yang sedang mengemudi menoleh heran padanya yang tiba-tiba menjadi pendiam. “Ada apa?” tanyanya lembut.

Ella menarik napas sembari memasukkan ponsel ke dalam tas bahunya, kemudian kepalanya menggeleng pelan.

“Aku dapat pesan dari nomor tidak dikenal.”

Pria itu mengernyit heran, fokusnya dalam mengemudi menjadi terbagi. “Lagi? Kau yakin itu dari orang tidak kau kenal?”

Ella terdiam, ada satu nama yang terbesit di otaknya. Seorang pria yang pernah hadir di masa lalunya. Namun, ia terlalu membencinya hingga mengucapkan namanya saja pun ia enggan.

“Entahlah, aku malas menebak-nebak,” balasnya lesu sembari bersandar pada jendela.

Jujur saja, gadis itu memikirkan hadiah apa yang dimaksud oleh pengirim pesan itu. Tiba-tiba ia merasakan tangan Daren bertumpu di punggung tangannya. Ibu jarinya mengusap lembut, sedikit memberikan ketenangan.

Suasana di dalam mobil pun hening hingga mobil hitam itu tiba di depan pelataran luas dari villa mewah lantai dua. Daren turun dari mobil kemudian membukakan pintu untuknya, lalu mengantarkannya sampai ke depan pintu villa.

“Terima kasih untuk hari ini. Kau sudah melakukan banyak hal untuk membuatku senang. Aku tidak tahu harus bagaimana dengan semua kebaikanmu,” kata Ella sembari memberikan pelukan singkat.

“Tidak perlu berterima kasih, Ella, bahagiamu juga bahagiaku.” Daren mendekatkan diri pada Ella dan memberikan ciuman lembut di dahinya.

Ella mengangguk lalu perlahan melepaskan genggamannya dengan Daren. “Baiklah, sampai jumpa besok.”

“Ella, tunggu, aku punya sesuatu untukmu,” kata pria itu, membuat satu alis Ella terangkat. “Bisakah kau pejamkan matamu sebentar?”

Ella meragu sesaat, tapi matanya terpejam perlahan. Ia merasakan sesuatu yang bergerak di lehernya. Tanpa diperintah, matanya terbuka. Ia menunduk melihat kalung cantik yang melingkar di sana.

“Cantik sekali,” pujinya, sembari mengusap liontin kalung itu dengan senyum haru.

Binar di matanya kembali lagi. Lupa dengan pesan misterius sebelumnya. “Terima kasih,” katanya penuh haru sembari mengusap pipi tunangannya itu.

“Aku senang kau suka. Sekarang, masuklah, aku akan pergi setelah kau masuk,” balasnya sembari mengusap kepala gadis itu.

Ella melambaikan tangan dengan senyum manis. Setelah Daren membalas lambaian tangannya, ia menutup pintu.

Begitu tiba di dalam kamar, ia melempar tas dan bunga ke atas ranjang, lalu pergi ke meja rias dan menatap pantulan dirinya pada cermin. Tangannya tergerak menyentuh liontin berbentuk bunga matahari, di tengahnya terdapat batu zamrud kecil berwarna hijau itu.

Ini adalah perhiasan pertama yang ia dapat dari Daren, teman masa kecilnya yang sekarang menjadi tunangannya. Kalung ini terasa begitu spesial. Mungkin, ini karena efek jatuh cinta.

Tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu kamarnya yang mengaburkan lamunan Ella. Ia beranjak membuka pintu, tersenyum tipis kepada pelayan yang berada di hadapannya.

“Maaf mengganggu istirahat anda, Nona, barusan ada seorang kurir yang memberikan ini untuk, Nona,” ucap Mariah sembari menyodorkan sebuah kotak.

Kening Ella berkerut menatap kotak kecil berwarna hitam yang berbalut pita merah. “Kurir? Di jam segini?” tanyanya heran karena ini sudah cukup malam dan tidak ada kurir yang bekerja selarut ini.

Meskipun heran, ia mengambil barang itu. “Terima kasih,” katanya lalu menutup pintu dan duduk di sisi ranjang.

Mata cokelatnya mengamati kotak hadiah itu, tidak ada nama pengirimnya. Namun, terlintas Daren di otaknya, ia tersenyum senang karena percaya bahwa pria itu yang memberikannya hadiah, lagi.

Dengan antusias ia membuka kotak hadiah tersebut. Namun, begitu melihat isinya, senyumnya hilang. Wajahnya berubah pucat dan pupil matanya membesar.

Isi di dalam kotak itu bukan sebuah hadiah yang ia bayangkan. Tangannya gemetar hebat hingga kotak itu terjatuh dengan bunyi gemeretak yang keras.

Isi di dalam kotak itu tercecer di lantai. Sebuah cincin perak menggelinding ke arahnya. Cincin perak yang menjadi bukti ikatan pertunangannya dengan Daren itu kini basah oleh noda berwarna merah darah.

Gadis itu jatuh tersungkur, ia mundur menjauhi cincin itu hingga punggungnya membentur tembok. Tubuhnya bergetar, air matanya mengalir deras.

Ingatannya langsung melompat pada pesan dari nomor tidak dikenal itu. Inikah hadiah yang dimaksud?

Mendadak, ia merasa terlempar ke dalam sebuah ingatan masa lalu yang telah ia kubur rapat-rapat. Bayangan wajah seorang pria muncul dalam ingatannya. Wajah tegas, tatapan mata tajam, menyeringai padanya, menyeramkan.

Ella ingin berteriak, tetapi suaranya teredam. Perasaan takut membuat tubuhnya tidak berdaya.

Suara dering ponsel menyelamatkan jiwanya yang hampir tenggelam dalam bayangan masa lalu itu.

Gadis itu merangkak mengambil ponsel di dalam tasnya dengan tangan gemetar. Sebuah telepon masuk dari nomor itu lagi. Dengan terburu dan panik ia menekan ikon berwarna merah berkali-kali hingga sambungan telepon terputus.

Tangannya bergulir di atas layar ponsel, berhenti pada nomor kontak Daren. Ia mendial nomor tersebut sambil terduduk di lantai, bersandar di dinding. Air mata masih sesekali menetes di pipinya.

“Kumohon angkat teleponmu,” gumamnya harap-harap cemas.

Ia menggeram ketika tidak ada jawaban dari seberang telepon. Lalu kembali mendial nomor telepon Daren lagi. Nihil, ia masih tidak mendapat jawaban.

Sebuah pesan masuk dari nomor tidak dikenal lagi. Tangannya menekan notifikasi pesan itu.

Masuk ke room chat, sebuah video terkirim padanya. Dengan gemetar ia melihat video tersebut. Jantungnya hampir berhenti berdetak.

Video tersebut menunjukkan sebuah mobil dalam keadaan terbalik, dengan plat nomor yang sangat ia hafal. Bagian depan mobil itu hancur parah karena menabrak pembatas jalan.

Lalu ada satu pesan baru yang masuk ke dalam room chat.

“Suka hadiahku, Sayang?”

Bunyi pesan itu membuat Ella menjatuhkan ponselnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Mirielle
Bikin penasaran ih ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   135. Kesalahan Manis

    Pagi itu suasana di ruang makan terasa lebih dingin dari biasanya. Cahaya hangar matahari yang menembus jendela tidak mampu menghangatkan suasana di antara Ella dan Daren yang duduk berhadapan di meja makan. Ella duduk dengan gusar, tangannya mengaduk-aduk sereal dalam mangkuk keramik dengan gerakan berputar. Mata cokelatnya yang peka menangkap setiap detail perubahan pada pria yang telah berbagi hidup bersamanya selama bertahun-tahun. Daren duduk dengan punggung tegak, rahangnya mengetat. Mata birunya yang biasanya hangat kini kosong. Pria yang biasanya selalu mengisi keheningan pagi dengan percakapan ringan yang selalu berhasil membuatnya tersenyum kini terlihat sedang dalam suasana hatinya yang buruk.Sejak semalam setelah ia selesai berbincang dengan Lorenzo di teras, pria itu terlihat murung.Lorenzo bukan hanya telah berhasil merusak momen kencan romantisnya dengan kedatangannya yang tidak diundang, tapi juga berhasil mengganggu ketenangan Daren karena ancaman kematian itu.

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   134. Dia Memilihku

    Tetesan hujan pertama jatuh tepat ketika mereka turun dari wahana roller coaster. Langit yang tadi biru cerah kini berubah menjadi kelabu. Daren tanpa berpikir panjang menarik Ella merapat pada tubuhnya, membentangkan jaket kulitnya di atas kepala gadis itu sebagai pengganti payung. Ella tersenyum tipis merasakan kehangatan tubuh Daren yang melindunginya dari dinginnya hujan. Hujan semakin deras, memaksa mereka berlari lebih cepat mencari tempat berteduh. Daren menarik Ella menuju deretan toko dan restoran yang berjejer tidak jauh dari wahana permainan. Namun, senyuman Ella langsung pudar ketika ia menyadari Lorenzo juga ikut menyusul mereka, ekspresi wajahnya gelapnya tajam, penuh dengan emosi yang menunjukan kejengkelan. Ia lengah sehingga membuat Daren punya kesempatan menyentuh Ella. Mereka memasuki sebuah restoran kecil yang hangat. Bau masakan yang lezat langsung menyambut mereka, memberikan kontras suasana yang nyaman dari dinginnya hujan di luar. Daren, dengan penuh per

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   133. Kencan Bertiga

    Sore itu, langit Chicago menampilkan gradasi jingga yang memukau. Taman hiburan dipenuhi tawa anak-anak dan aroma manis permen kapas yang menguar di udara. Ella berjalan di samping Daren, tangan mereka saling bertaut. Senyum hangat menghiasi wajah mereka kontras dengan angin dingin yang beriup menerbangkan helai-helai rambut cokelat dan dress putih berbunga-bunga kecil yang dikenakannya. Mata Ella berbinar-binar penuh perhatian. Di sebelahnya, pria berambut pirang itu selalu berusaha membuat Ella nyaman, selalu sabar menghadapi segala tingkah lakunya yang terkadang sulit ditebak. "Daren, aku mau ice cream," pinta Ella dengan suara sedikit manja. Daren tertawa kecil mendengar jawaban itu. "Baiklah, tunggu di sini, Tuan Putri, aku akan membelikannya untukmu." Ella mengangguk dengan senyum geli. Ia duduk di kursi besi yang berada di bawah pohon maple. Mata memperhatikan sekitarnya, lalu tatapannya terhenti pada sosok pria betubuh tegak dan besar yang menghampirinya dengan tatapan in

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   132. Pria yang Tepat

    Cahaya pagi yang lembut menerobos melalui tirai jendela rumah dua lantai klasik di pinggiran danau. Ella berdiri di dapur, mengenakan kemeja tidur sutra berwarna krem yang jatuh anggun hingga pertengahan pahanya. Tangannya bergerak menyeduh sereal, makanan instan untuk sarapan. Suasana hangat pagi hari kontras dengan suasana hatinya yang dingin akibat pertengkarannya dengan Daren semalam dan sampai hari ini mereka belum berdamai. Suara langkah kaki terdengar mendekat. Ella tidak perlu menoleh untuk mengetahui siapa yang datang karena di rumah ini hanya ada ia dan Daren. Ella mencoba acuh tak acuh, dengan kehadiran Daren. Tanpa suara, sepasang lengan kekar melingkari pinggangnya, pria itu memeluknya dari belakang. Tubuh hangat Daren menempel di punggungnya, dan Ella merasakan napas pria itu menggelitik tengkuknya. Gerakan tangan Ella di atas mangkuk serealnya terhenti. "Ella," panggilnya dengan suara serak, khas orang bangun tidur. "Aku minta maaf. Aku tahu semalam aku keter

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   131. Jangan Menolakku

    "Kau bicara seolah ini salahku. Seolah aku yang menginginkan keadaanku jadi seperti ini, seolah aku yang ingin melupakanmu. Aku tidak meminta ini semua. Aku juga mau mengingat semua itu." Suara Ella bergetar lirih, dipenuhi frustrasi yang mendalam. Matanya yang berlinang tangisan memandang pria di sampingnya dengan tatapan yang campur aduk antara marah, sedih, dan putus asa. Tangannya bergetar, mengepal di pangkuan, mencoba menahan gelombang emosi yang menyesakkan dadanya. Lorenzo memejam matanya sejenak, ia tidak pernah seemosional ini sebelumnya. Bahkan di pertengkaran-pertengkaran mereka sebelumnya, Lorenzo masih bisa mengendalikan dirinya dan tetap tenang. Namun, sekarang rasanya jauh berbeda, Ella sudah terlalu terikat kuat padanya baik fisik maupun hatinya. Wajah pria itu melunak. Ia menatap Ella dan perlahan menangkup wajah Ella dengan lembut, mereka saling menatap dalam, menyalurkan segala badai emosi yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. "Aku tidak menyalahkanm

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   130. Kerinduan yang Pedih

    "Cukup. Diamlah!" sergah Ella dengan suara bergetar, tangannya mengepal erat di sisi tubuh. Wajah Ella merah padam bagaikan kepiting rebus. Rasa malu yang mendalam mencengkram dadanya membuatnya sulit bernapas. Mata cokelatnya memandang Lorenzo dengan tatapan penuh tanda tanya dan terkejut. Bagaimana mungkin pria yang ia anggap asing ini ternyata mengetahui setiap detail paling rahasia tentang tubuhnya? Ini membuatnya berpikir bahwa meraka memang pernah menjalin hubungan yang intim di masa lalu yang kini hilang dalam ingatannya. Namun, semakin keras dia berusaha mengingat, semakin sakit kepalanya. Mata cokelatnya berkilat dengan kebingungan, tapi ada kilatan kemarahan juga di sana yang membuat rahangnya mengeras. Ia terdiam sejenak, banyak sekali pertanyaan yang muncul di benaknya hingga ia tidak tahu pertanyaan mana yang akan ia lontarkan terlebih dahulu. "Jika memang kau tunanganku, kenapa orang tuaku merencanakan pertunanganku dengan Daren seolah kau tidak pernah ada di

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status