Home / Romansa / Terjebak Obsesi Sang CEO / 31. Penawaran Licik Jessica

Share

31. Penawaran Licik Jessica

Author: feynaa
last update Last Updated: 2025-05-19 22:29:10
Ella berdiri di depan cermin panjang, sedang mengikat rambutnya dengan gaya half ponytail. Beberapa helai rambut dibiarkan jatuh membingkai wajahnya yang bulat.

Ia mengenakan mini dress berwarna biru pastel yang membungkus lekuk tubuh mungilnya dengan sempurna. Ella melirik Lorenzo dari cermin, menangkapnya yang terdiam kaku dengan tatapan yang terlalu intens.

“Kenapa?” tanyanya pelan.

Lorenzo mengedip sekali, tersadar dari lamunannya. Ia tersentum tipis, lalu melangkah masuk mendekati gadis itu, matanya tidak pernah lepas dari tubuh Ella.

Ketika sampai di belakangnya, ia melingkarkan lengannya di pinggang gadis itu dengan lembut, tapi tegas, memeluknya dari belakang.

Dada bidang Lorenzo yang hangat terasa menekan punggung Ella, menciptakan sensasi yang anehnya menenangkan sehingga Ella bahkan tidak bergerak menghindar.

Lorenzo memberikan ciuman singkat di leher Ella, tepat di titik sensitif, di bawah telinganya. Tubuh Ella menegang seketika, sentuhan di sana selalu membua
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   34. Reuni Keluaga

    Norman, OklahomaDi balik sikap Lorenzo yang seperti iblis, dengan segala tindakannya ang melebihi batas moral, perkataan pria itu selalu bisa dipegang. Setiap kata yang terucap dari bibirnya adalah kenyataan. Pria itu membuktikannya denganmengantar Ella menemui orang tuanya di Oklahoma, tanah kelahiran Ella. Langit Oklahoma biru cerah, secerah wajah Ella yang antusias menemui orang tuanya. Gadis itu buru-buru keluar dari mobil ketika mereka sudah sampai di pekaranagn rumah dua lantai bercat putih gading. Ia berlari kecil menuju pintu rumah. Wajahnya berseri-seri, matanya berbinar, senyum tak pernah pudar sejak ia meninggalkan penthouse bebera jam yang lalu. “Ibu! Ayah!” Ella berseru dengan suaranya manja, hampir jarang Lorenzo dengar karena Ella selalu bicara dengan nada sinis dengannya. Ia menghambur kepelukan pasangan baya yang berada di ruang tamu. Lengannya yang kecil mendekap dua tubuh sekaligus. Suasana menadi penuh haru, tapi hangat. Mata ibunya berkaca-kaca, penuh kerindua

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   33. Wishlist Ella

    "Aku sudah memperingatkanmu, Jessica,” kata Lorenzo, suaranya lebih tenang kali ini. Walau amarah masih terlihat dalam tatapan tajamnya. Kini hanya ada mereka berdua di ruangan tamu. Lorenzo menatap Jessica yang terduduk lemas di lantai sambil menunduk. “Jangan. Macam-macam. Dengannya.” Suaranya penuh penekanan. Ia melangkah ke sofa melepaskan jasnya dengan gerakan cepat dan melemparkannya asal ke sofa kulit. Tatapannya tidak pernah lepas pada Jessica. Gadis itu terpojok, terintimidasi, membuatnya menciut. “Apa pun yang kau lakukan dengan Ella harus atas izinku,” lanjutnya sembari melepas dasinya kemudian menggulung lengannya sampai ke siku memperlihatkan tato rantai yang melilit lengannya. “Sekarang jelaskan padaku, apa maksudmu melakukan ini?” Ia duduk di sofa, menyisir rambutnya yang berantakan ke belakang. Kemudian menyandarkan punggung tegangnya sembari mengeluarkan sebatang rokoknya. Tangan Jessica mengepal di sisi tubuhnya. Napasnya sudah stabil sekarang. Perla

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   32. Murkanya Lorenzo

    Lorenzo berdecak jengkel sembari meremas ponselnya yang nyari meremukkan ponsel tersebut saat lagi-lagi teleponnya tidak dapat tersambung pada Ella. Ia duduk dengan tidak tenang di depan laptopnya yang dibiarkan menyala tanpa disentuh. Urat di lehernya mulai mencuat, bukti kesabarannya yang sudah habis. Rahangnya mengetat, kerutan dalam terbentuk di antara alisnya yang tebal. Jemarinya bermain dia atas layar, beralih menghubungi Alfonso. Tidak seperti Ella, Alfonso menjawab pada deringan pertama. “Bagaimana kemoterapinya?” tanya Lorenzo langsung, suaranya rendah. “Semuanya berjalan baik. Tidak ada masalah. Ada apa?” Alfonso menjawab dengan nada yang lebih santai. “Sudah selesai? Ella sudah pulang?” desak Lorenzo. “Ya, kemoterapinya sudah selesai beberapa menit yang lalu. Ella sudah pulang sejak lama,” jawab Alfonso tenang. Tangan Lorenzo mengepal. “Kau yakin?” Lorenzo menekan setiap suku katanya. “Tentu saja karena sekarang ruang kemoterapinya digunakan untuk pasien lain

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   31. Penawaran Licik Jessica

    Ella berdiri di depan cermin panjang, sedang mengikat rambutnya dengan gaya half ponytail. Beberapa helai rambut dibiarkan jatuh membingkai wajahnya yang bulat. Ia mengenakan mini dress berwarna biru pastel yang membungkus lekuk tubuh mungilnya dengan sempurna. Ella melirik Lorenzo dari cermin, menangkapnya yang terdiam kaku dengan tatapan yang terlalu intens. “Kenapa?” tanyanya pelan. Lorenzo mengedip sekali, tersadar dari lamunannya. Ia tersentum tipis, lalu melangkah masuk mendekati gadis itu, matanya tidak pernah lepas dari tubuh Ella. Ketika sampai di belakangnya, ia melingkarkan lengannya di pinggang gadis itu dengan lembut, tapi tegas, memeluknya dari belakang. Dada bidang Lorenzo yang hangat terasa menekan punggung Ella, menciptakan sensasi yang anehnya menenangkan sehingga Ella bahkan tidak bergerak menghindar. Lorenzo memberikan ciuman singkat di leher Ella, tepat di titik sensitif, di bawah telinganya. Tubuh Ella menegang seketika, sentuhan di sana selalu membua

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   30. Perasaan Terpendam

    Lorenzo menyeringai, tapi sebelum ia sempat bekasi lebih jauh, Jessica dengan gerakan yang tampak disengaja menumpahkan jus jeruknya di atas meja. Cairan oranye pekat itu membasahi kaus Ella dan sebagian celana Lorenzo. Ella menjerit kecil, tubuhnya tersentak. Ia refleks bangkit dari pangkuan Lorenzo, wajahnya meringis jengkel melihat noda yang kini menghiasi sebagian pakaiannya. Menempel lembab di kulitnya. Sedangkan Lorenzo, menatap tajam Jessica. “Ups, maaf, aku tidak sengaja!” seru Jessica dengan ekspresi panik yang dibuat-buat. Matanya mengerling pada Lorenzo. “Kau tidak apa-apa?” Jessica menatap Lorenzo panik, seolah pertanyaan itu hanya ditujukan pada Lorenzo, sengaja mengabaikan Ella. Nada kekhawatiran dalam suaranya Jessica membuat Ella mual karena suaranya terlalu lembut, terlalu dibuat manis. Tanpa menunggu jawaban, Jessica langsung bergegas mengambil tisu dan mulai mengusap noda di celana pria itu. Tangannya berlama-lama di paha Lorenzo lebih dari yang seharusnya. El

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   29. Sentuhan Nakal

    Ella terbangun karena alarmnya, matanya masih terasa berat untuk terbuka. Tidurnya cukup larut semalam. Setelah mematikan alarm, ia mengusap wajahnya pelan. Sejenak terdiam sambil memandangi langit-langit kamar, membiarkan matanya beradaptasi dengan cahaya pagi yang menerobos dari tirai tipis. Dengan lesu ia mendudukan dirinya, mengikat asal rambut kemudian bangkit. Melangkah lunglai ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Suara perutnya memecah keheningnya, Ella mengusapnya. Perutnya menuntut asupan karena semalam ia tidak makan dengan baik. Ia pun bergegas turun ke ruang makan. Samar-samar mendengar suara bising dari ruang makan. Sesampainya di sana, ia melihat beberapa maid sedang menata sarapan di atas meja. Ia juga melihat Jessica di sana. Wajahnya tampak segar kontras dengan penampilan Ella yang berantakan. Wanita itu meliriknya, lalu menyunggingkan senyum ramahnya. “Hai, Ella, mau sarapan? Maid sudah buatkan sarapan untuk kita.” Ella mengernyit, keramahan Jessica te

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   28. Kelebihan Ella

    Kecupan singkat mendarat di kening Ella. “Berhenti overthinking, Ella, berhenti menyakiti kepalamu,” ucap Lorenzo lembut seolah menenangkan isi kepala Ella yang semrawut. “Istirahatlah,” lanjutnya kemudian mundur, menatap wajah Ella yang masih memerah. Setelah mengatakan itu Lorenzo keluar dari kamar Ella. Ia menuruni tangga dengan langkah yang berat seolah obrolan mereka masih membebaninya. Ia berjalan menuju pantry. Menuangkan wine ke gelas kristal. Duduk dengan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Telinganya samar-samar mendengar suara langkah kaki mendekat. Jessica muncul dengan gaun tidurnya yang sangat terbuka, sengaja memamerkan lekuk tubuhnya. Senyum menggoda terukir di wajahnya yang cantik. “Kau belum tidur?” tanya Lorenzo datar, meliriknya sekilas kemudian kembali meneguk minumannya. Gadis itu duduk di sebelah Lorenzo, tangannya mengusap lembut otot-otot lengan Lorenzo. Sentuhannya sangat menggoda. Pria itu tidak menepis, tapi terlihat acuh tak acuh. “B

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   27. Deep Talk

    Malam telah menyelimuti kota ketika Ella kembali ke penthouse. Jessica menemaninya makan malam. Beruntung kali ini Jessica tidak banyak bicara. Meskipun begitu, ia tetap tidak bisa menikmati makan malamnya, ia tidak nafsu makan. Jessica beberapa kali meliriknya heran karena Ella hanya mengaduk-aduk makanannya dan wajahnya terlihat melamun. “Kau tidak suka makanannya?” tanya Jessica membuat Ella mengalihkan pandangannya. Gadis itu menghela napas. Makananannya terasa hambar. Di saat seperti ini, Ella merindukan masakan Karen. Ia merindukan orang tuanya. “Aku sudah kenyang, aku ingin istirahat,” katanya kemudian beranjak ke kamarnya. Ia duduk termenung di tepi ranjang. Masih memikirkan dengan kata-kata Alfonso untuk menikmati hidupnya yang tidak bertahan lama. Ia harus memikirkan dirinya sendiri. Itu artinya ia tidak seharusnya memikirkan kesembuhan Daren atau cara kabur dari Lorenzo. Alfonso benar, ia berhak bahagia dengan atau tanpa penyakitnya. Ia tidak boleh hidup pasr

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   26. Kepedulian Alfonso

    Mata Ella berkedip, secercah cahaya putih terasa menyilaukan membuatnya kesulitan membuka mata. Bunyi elektrokardigraf mengalun lembut di telinganya diikuti oleh aroma antiseptik yang menyengat hidungnya. Kepalanya terasa berat. Ia memperhatikan sektitarnya, menyadari bahwa dirinya tidak berada di penthouse, tapi di ranjang rumah sakit. Selang infus menusuk di lengannya yang pucat. “Bagaimana keadaanmu?” Suara bariton Lorenzo membuatnya menoleh dengan lemah. Pria itu duduk di kursi samping ranjangnya, tangannya menggengam erat tangan gadis itu. Matanya yang tajam itu sekilas terlihat melembut saat melihat kerentanan Ella. “Kau benar-benar membuatku ketakutan,” bisiknya dengan suara parau. Suaranya sedikit bergetar. Nada yang hampir tidak pernah Ella dengar dari pria yang tegas sepertinya. “Tidak sadarkan diri berjam-jam, kau membuatku tidak bisa bernapas dengan baik, Ella.” “Ocehamu tidak akan membuat keadaanku lebih baik, Lorenzo,” balas Ella dengan suara serak, nyar

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status