Home / Romansa / Terjebak Perangkap Sang CEO / 5. Perubahan Tiba-tiba

Share

5. Perubahan Tiba-tiba

Author: nesitara
last update Last Updated: 2025-02-18 15:22:40

Aruna duduk diam di dalam mobil, menatap kosong ke luar jendela. Ia dan Baskara baru saja selesai mengurus pernikahan mereka di kantor catatan sipil.

Pikiran Aruna masih belum bisa menerima kenyataan ini—dia kini adalah istri Baskara Adiwireja. Seharusnya, ia merasa lega karena ibunya bisa mendapatkan perawatan terbaik. Tapi tetap saja, ada perasaan lain yang mengganjal di hatinya.

Baskara yang duduk di sebelahnya melirik sekilas.

“Aku tahu semuanya di luar akal sehatmu,” katanya santai, seolah pernikahannya dengan Aruna hanya permainan atau bisnis. “Tapi cepat atau lambat, kamu harus beradaptasi. Sekarang kamu adalah istriku.”

Aruna mendengus pelan, masih enggan berbicara. Tidak lama kemudian, mobil mereka berhenti di depan rumah utama keluarga Adiwireja. 

Rumah keluarga Adiwireja berdiri megah di atas lahan luas, mencerminkan status mereka sebagai salah satu keluarga konglomerat terkemuka di negeri ini. Bangunan bergaya klasik modern itu menjulang anggun dengan pilar-pilar tinggi yang putih berkilauan di bawah sinar matahari. Gerbang besi berukir dengan lambang keluarga mereka berdiri kokoh, dijaga oleh beberapa satpam berseragam rapi.

Begitu melewati gerbang, jalan masuk berlapis batu alam mengarah ke halaman depan yang dipenuhi pepohonan rindang dan taman-taman tertata sempurna. Air mancur besar berdiri di tengahnya, airnya berkilauan dan menciptakan suara gemericik lembut.

Pemandangan yang sangat memukau kalau saja tidak dalam situasi seperti ini. Jantung Aruna berdegup dua kali lebih cepat. Di sampingnya, Baskara berjalan dengan santai. Tubuh pria itu menjulang di samping Aruna, terlihat gagah dan mendominasi.

Aruna mengikuti langkah Baskara ke dalam rumah. Aruna melewati pintu kayu mahoni berukiran tangan yang menyambut siapa pun yang datang, membuka jalan ke dalam ruangan luas dengan langit-langit tinggi berhias lampu kristal berkilauan. Di bawah kaki Aruna, lantai marmer dingin memantulkan cahaya dari chandelier, menambah nuansa kemewahan di dalamnya. Belum lagi dinding-dindingnya dihiasi lukisan klasik dan koleksi seni bernilai tinggi, membuat Aruna merasa ia tidak seharusnya berada di sana. Tempat ini terlalu mewah dan megah, berbeda jauh dengan keadaan rumahnya.

Kuatkan dirimu, Aruna! Batinnya menyeruak untuk menyemangati.

Begitu masuk lebih jauh ke dalam rumah, mereka langsung disambut dengan tatapan tajam Riadi dan Kumala. Baskara langsung menyerahkan akta pernikahannya dengan Aruna kepada ayahnya.

“Apa maksud semua ini?” suara Riadi menggelegar saat melihat akta pernikahan itu. Seketika suasana ruangan terasa semakin menegangkan.

Kumala menatap Aruna dari ujung kepala sampai kaki dengan tatapan mencemooh. “Kamu benar-benar menikahinya? Seorang pegawai biasa yang tiba-tiba muncul dengan berita mengejutkan?”

Aruna menelan ludah, merasa tidak nyaman. Namun, sebelum ia sempat membela diri, Baskara sudah lebih dulu berbicara.

“Ya, aku sudah menikah dengannya,” kata Baskara tegas.

“Karena kamu menghamilinya?” Kumala menyipitkan mata penuh kecurigaan.

Riadi menghela napas panjang, berusaha menahan amarah. “Astaga, Baskara! Kamu sudah membuat keputusan paling bodoh dalam hidupmu. Kenapa tidak kamu hilangkan saja bayi itu?”

Aruna mengepalkan tangannya di atas paha. Ingin rasanya ia membantah dan mengatakan bahwa kehamilan itu bohong. Tapi melihat tatapan tajam Baskara, ia tahu pria itu tidak akan membiarkannya.

Lagipula ini konsekuensi yang harus Aruna terima demi menyelamatkan nyawa ibunya.

“Karena itu anakku,” ucap Baskara serius. “Keturunan kalian juga.”

Riadi tentu saja tidak bisa mengelak.

Pada akhirnya, meski dengan keterpaksaan, Riadi dan Kumala menerima pernikahan mereka. Namun dari sikap mereka, jelas bahwa mereka belum benar-benar mengakui Aruna sebagai bagian dari keluarga.

Setelah pertemuan penuh ketegangan itu, Baskara membawa Aruna kembali ke apartemennya.

Aruna masuk ke penthouse milik Baskara yang berdiri di puncak salah satu gedung pencakar langit paling eksklusif di ibu kota, menawarkan pemandangan kota yang spektakuler dari setiap sudutnya. Ruang tamu terbuka lebar, dipenuhi dengan sofa kulit Italia dan perabot mahal lainnya.

Aruna masih berdiri di pintu sementara Baskara melepas jasnya dan duduk di sofa dengan santai. “Sekarang kita telah menikah. Tapi sesuai perjanjian, ada aturan-aturan yang harus dipatuhi.”

“Maaf, Pak Baskara, saya harus bertanya,” ucap Aruna menghela napas berat. “Kenapa Pak Baskara mengatakan kalau saya hamil?”

“Karena itu akan membuat orangtuaku mau tidak mau menerima pernikahan kita.”

“T-tapi bagaimana kelanjutannya nanti? Dalam sembilan bulan, jika tidak ada bayi–”

“Bilang saja kamu keguguran,” ucap Baskara santai. “Kecuali kamu ingin benar-benar hamil, aku bisa membuatnya jadi kenyataan,” sambungnya dengan seringai yang membuat Aruna menatap miring.

Aruna ingin memprotes, memaki, dan berteriak pada bos angkuh yang kini menjadi suaminya itu. Namun ia tahu diri di mana posisinya kini. Ia tidak berkata apa pun kecuali ekspresi wajahnya yang jelas menunjukkan ketidaksukaan.

“Duduk. masih banyak yang harus kita bicarakan,” ucap Baskara lagi, terdapat nada memerintah dalam suaranya.

Aruna melangkah ragu-ragu menuju sofa tempat Baskara duduk.

“Kita berdua akan tidur di ruangan berbeda. Pernikahan kita hanya sebatas sandiwara, jadi jangan berharap aku akan memperlakukanmu sebagai istri,” ujar Baskara menusuk langsung ke jantung Aruna.

Aruna menatap Baskara sejenak. Sebelumnya, pria itu selalu berusaha mendapatkannya, dan sekarang sikapnya berubah. Jadi, apakah ini sifat seorang Baskara yang sebenarnya?

Jika bukan karena biaya pengobatan ibunya, Aruna juga tidak menginginkan pernikahan ini. Namun sebagai wanita, ia juga berandai-andai, jika ia menikah nanti, suaminya akan memperhatikan dan memperlakukannya bagai putri, bukan seperti perjanjian bisnis yang bisa diatur seenaknya.

“Ada yang ingin kamu katakan?” tanya Baskara melihat Aruna hanya diam, sibuk dengan pikirannya.

“Tidak ada.”

“Oh, satu lagi. Meski pernikahan kita hanya di atas kontrak, setidaknya, kita harus terlihat seperti pasangan suami-istri di depan orang lain. Maka dari itu kamu harus berhenti memanggilku bapak dan berhenti bicara formal denganku.”

“Lalu saya harus memanggil Pak Baskara apa?”

Baskara angkat bahu. “Terserahmu. Kamu boleh memanggilku dengan nama, Mas, Sayang…”

“M-mas?” lidah Aruna terasa kelu menyebut kata itu. Rasanya ia tidak lagi mengenali suaranya sendiri. Tapi, ia harus tetap mengikuti keinginan Baskara.

Baskara tersenyum tipis mendengar panggilan Aruna. “Bukan masalah besar, ‘kan? Kamu sudah cukup pintar berbohong tentang kehamilanmu, aku yakin kamu bisa terus melakukan sandiwara ini.”

Aruna mengangguk kikuk, hanya ingin cepat beristirahat dan memejamkan mata, melupakan sejenak apa pun yang terjadi di hidupnya.

Sepertinya apa yang ingin dikatakan Baskara sudah selesai karena pria itu bangkit dari duduknya. Aruna menghembuskan napas lega.

Namun baru saja Aruna melihat Baskara melangkah, pria itu berhenti dan kembali berbalik ke arahnya. “Sekarang segera siap-siap. Kamu akan menemaniku menghadiri jamuan makan malam rekan bisnis malam ini.”

“A-apa?” Aruna terbelalak. “Maksudnya aku akan datang bersamamu…sebagai istrimu?”

Baskara mengangguk tanpa menyadari kepanikan dalam wajah Aruna. “Kenapa? Bukankah kamu memang istriku?”

“Aku sudah memanggil perias dan penata busana. Segera siapkan dirimu dan jangan banyak memprotes,” ucap Baskara lagi, kali ini memberi peringatan.  “Selain itu, kamu juga harus bersikap layaknya istri seorang konglomerat. Akan ada banyak pejabat dan petinggi perusahaan di sana, jangan buat aku malu,” pungkasnya.

Pria itu kemudian kembali melangkah ke ruangan lain, meninggalkan Aruna dengan pikiran yang semakin kusut.

Aruna menghela napas panjang, merasa frustrasi namun tidak bisa melampiaskannya. Rasanya bagai hidup dalam sangkar emas. Ia tahu hidupnya tidak akan pernah sama lagi setelah ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjebak Perangkap Sang CEO   83. Spekulasi Yang Beredar

    Sehari setelah acara tabur bunga di laut, halaman depan media nasional dipenuhi foto keluarga Adiwireja. Ada gambar Oma dengan wajah tua yang sembab, Kumala yang menggenggam foto Baskara erat-erat, dan tentu saja yang paling banyak tersebar dan menarik perhatian, foto Aruna yang menunduk dengan wajah pucat ditemani Arga di sampingnya.Judul-judul besar mengiringi: “Air Mata Aruna di Laut: Perpisahan Terakhir untuk Baskara Adiwireja.” “Arga Adiwireja, Setia Mendampingi Ipar.” “Siapa Aruna? Perempuan di Balik Kisah Cinta Terakhir Baskara.”Aruna membaca sekilas dari layar ponselnya, lalu buru-buru menutup. Dadanya berdenyut sakit. Seolah semua orang kini ikut masuk ke dalam luka yang seharusnya hanya miliknya.Di ruang makan vila, ia duduk sambil memegang gelas teh hangat yang tidak disentuh. Anindya memperhatikannya khawatir. “Kak, jangan buka berita dulu. Itu cuma bikin Kakak makin sakit.”Aruna mengangguk, tapi tatapannya tetap kosong. “Kenapa semua orang tidak punya empati? Merek

  • Terjebak Perangkap Sang CEO   82. Bunga Terakhir

    Hari itu, langit Lombok diselimuti awan tipis. Laut yang biasanya biru cerah kini terlihat muram, seolah ikut berduka. Di dermaga yang disterilkan untuk acara tabur bunga, keluarga besar Adiwireja berdiri dalam diam. Mereka baru saja kembali dari Jakarta untuk satu tujuan sama yaitu menggelar peringatan terakhir bagi Baskara Adiwireja, putra sulung, penerus keluarga, yang kini secara resmi dinyatakan hilang di laut.Di antara kerumunan, Aruna berdiri dengan wajah pucat. Pakaiannya serba hitam, selaras dengan warna perasaannya. Rambutnya digerai, matanya sembab karena tangis yang tidak kunjung reda. Sejak kabar pencarian dihentikan, ia belum pernah benar-benar pulih. Tubuhnya masih ada di sini, tapi hatinya seakan terkubur bersama lautan.Arga berdiri di sisi kanannya, selalu siaga menjaga. Di sisi kiri, Anindya menggenggam tangannya erat. Seolah-olah keduanya sepakat untuk tidak membiarkan Aruna jatuh, meski diri masing-masing tampak hanya bertahan dengan sisa tenaga.Wartawan sudah m

  • Terjebak Perangkap Sang CEO   81. Melewati Duka

    Hingga beberapa hari selanjutnya, kabar baik belum juga menghampiri.Langit pagi itu berwarna abu-abu pucat, seolah tahu bahwa hari ini akan menjadi penutup bagi semua harapan yang masih tersisa. Laut di hadapan Aruna bergelombang kecil, memantulkan cahaya mentari yang tertutup mendung tipis. Desir angin terasa dingin, menusuk ke dalam dada yang sudah penuh dengan luka.Aruna tanpa lelah tetap berdiri di tepi pantai setiap harinya. Kakinya nyaris tertanam dalam pasir yang lembap. Rambutnya yang panjang tertiup angin, menempel di wajah yang pucat dan letih. Di belakangnya, beberapa anggota Tim SAR bersiap dengan peralatan mereka. Hari itu, seperti hari-hari sebelumnya, mereka akan melanjutkan pencarian. Namun sejak pagi, Aruna bisa merasakan sesuatu yang berbeda. Ada nada keletihan dalam gerak mereka, ada kerutan berat di wajah para penyelamat yang selama ini tak pernah menyerah.“Bu Aruna, kami akan berangkat lagi,” ucap salah seorang anggota tim sambil menunduk hormat.Aruna hanya me

  • Terjebak Perangkap Sang CEO   80. Menenangkan Diri

    Arga menggenggam lengan Aruna dengan hati-hati, seolah takut ia akan hancur menjadi serpihan berantakan bila disentuh terlalu keras. Dari beranda penginapan, pria itu menuntunnya perlahan menuruni tangga kayu, membawa langkah-langkah kecil itu menuju jalan setapak berpasir yang mengarah ke pantai.Langit sudah mulai cerah. Sinar matahari menimpa permukaan laut, berkilau keperakan terlihat indah. Tapi bagi Aruna, indahnya pagi itu terasa menyakitkan. Bagaimana bisa dunia tetap bersinar, sementara hatinya tenggelam dalam kegelapan?Aruna membiarkan Arga menuntunnya tanpa perlawanan. Kepalanya menunduk dan matanya kosong. Hanya suara ombak yang semakin dekat mengisi telinganya, setiap debur mengingatkannya pada momen ketika Baskara hilang dari pandangan.Saat kaki mereka menyentuh pasir yang masih lembap, Arga melepaskan genggamannya. Ia berdiri di samping Aruna, memberi ruang. “Kamu mau duduk di sini?” tanyanya pelan.Aruna tidak menjawab. Ia melangkah sendiri, berjalan hingga batas pasi

  • Terjebak Perangkap Sang CEO   79. Yang Merasa Kehilangan

    Suasana ruang makan akhirnya kembali hening setelah isakan Aruna perlahan mereda. Teh manis di gelasnya sudah dingin, sarapan di piringnya tinggal separuh, tapi setidaknya ia berusaha menelan sesuatu demi menuruti Oma. Ruangan itu terasa pengap oleh perasaan duka yang tidak terucap. Namun paling tidak perasaan Aruna sedikit lebih hangat oleh upaya Oma dan Arga yang menemaninya.Aruna menyandarkan sendok, menarik napas panjang, lalu menatap Oma dengan mata sembab. “Terima kasih sudah memaksa aku keluar kamar, Oma. Terima kasih karena terus menyemangatiku. Arga juga.”Oma mengusap punggung tangan Aruna dengan lembut. “Kamu sudah berusaha. Itu yang penting. Jangan pikir kamu harus kuat setiap saat. Menangis pun tidak apa-apa.”Arga hanya mengangguk pelan, wajahnya menyiratkan kelelahan sekaligus keprihatinan. Ia tahu s

  • Terjebak Perangkap Sang CEO   78. Pagi Memilukan

    Pagi datang dengan enggan. Cahaya matahari menembus tirai tipis jendela kamar yang Aruna huni. Cahaya itu berwarna pucat, seakan segan menyentuh dunia yang sedang berduka. Aruna terbangun dengan kepala berat, mata sembab, dan tubuh lelah seolah semalaman ia berlari tanpa henti. Padahal kenyataannya ia hanya tenggelam dalam mimpi buruk tentang Baskara yang datang dan pergi dalam satu tarikan napas.Suara ombak dari kejauhan masih terdengar samar-samar berirama konstan. Namun bagi Aruna suara itu kini menyakitkan. Setiap debur ombak mengingatkannya pada air laut yang menelan Baskara. Ia menatap kosong ke langit-langit kamar, membiarkan air mata kembali mengalir tanpa bisa dicegah.Ponsel di meja samping ranjang bergetar. Awalnya ia tidak ingin peduli. Namun getaran itu terus berulang, membuat hatinya resah. Dengan tangan gemetar, ia meraihnya. Di layar tertera nama adiknya.Anindya.Aruna menahan napas. Bagaimana kabar ini sampai ke telinga Anindya? Ia bahkan belum sempat memberi tahu si

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status