Share

2. Retak (2)

Author: pramudining
last update Last Updated: 2025-08-12 09:58:05

Happy Reading

*****

Wanita itu terdiam. Sepertinya, dia sedang menimbang-nimbang perkataan sang suami.

"Tenang dulu, Pak. Kita tunggu beberapa menit, jika Ais belum sadar juga, baru kita bawa ke klinik."

Lelaki paruh baya itu menoleh pada istrinya. "Ibu, temani Ais. Bapak bereskan HP-nya yang jatuh itu."

Perempuan pemilik nama Endang itu mengangguk. Mendekat pada putrinya dan mengoleskan sedikit minyak kayu putih di sekitar hidung Aisyah. Botol minyak tersebut juga dia dekatkan di sekitar hidung Aisyah. Sebelah tangannya yang bebas digunakan untuk memijit lengan.

"Pak, sudah selesai belum? Tolong pijit bagian kakinya. Siapa tahu dia bisa segera sadar," pinta Endang yang melihat sang suami sudah membereskan kekacauan di kamar tersebut.

"Sebentar, Bu,"sahut lelaki paruh baya.

Burhan meletakkan ponsel Aisyah yang sudah tak berbentuk ke atas meja rias. Dia melangkah, mendekati sang putri yang belum sadar dan mulai memijit kakinya sesuai perintah. Sepuluh menit telah berlalu, Aisyah belum sadar juga. Lelaki itupun kembali panik.

"Bu, tolong telpon dokter lagi. Siapa tahu dia mau mengangkat. Bapak khawatir dengan keadaan anak kita. Kenapa sampai sekarang belum sadar juga?"

"Iya, Pak. Ini, minyak kayu putihnya. Gantian, Bapak yang di sini," tunjuk Endang pada posisinya yang berada di samping kepala Aisyah.

Sebelum Endang menggeser posisinya untuk turun, dia merasakan ada pergerakan halus dari tangan putrinya. Diurungkan sebentar niatnya, perempuan itu berusaha memastikan keadaan Aisyah. Kedua kelopak mata si gadis mulai bergerak, meskipun masih terpejam.

"Bu, cepet sana telepon dokter. Jangan diam saja," kata si bapak khawatir.

"Pak, tunggu sebentar. Aisyah sudah mulai bereaksi. Lihat tangan dan matanya ini," tunjuk Endang.

Burhan menatap tubuh putrinya sesuai petunjuk sang istri. "Alhamdulillah. Bener, Bu. Matanya mulai bergerak."

Burhan berpindah posisi kebagian atas, sejajar dengan istrinya. Dia memanggil-manggil nama Aisyah disertai usapan lembut pada lengan. Perlahan, Aisyah membuka mata. Pandangannya kosong menatap langit-langit kamar, kaca-kaca di matanya mulai memenuhi kornea.

"Katakan pada Ibu, Nak. Kamu kenapa?" tanya perempuan yang sudah melahirkaan Aisyah. Namun, bukan jawaban yang Endang dapatkan, tetapi isak tangis Aisyah mulai terdengar.

"Ais, kamu kenapa?" tanya Burhan kembali panik mendapati putrinya yang tiba-tiba menangis kencang.

"Ais, dengarkan Ibumu. Ceritakan! Apa yang sedang terjadi? Masalah apa yang sedang kamu hadapi sampai kamu menjadi seperti ini?" tanya Endang, "Kami sebagai orang tua akan selalu mendukungmu. Jadi, ceritakan ada apa?"

Aisyah memandang sedih kepada kedua orang tuanya. Bagaimana dia akan menceritakan apa yang dialaminya saat ini. Gadis itu menatap kedua orang tuanya bergantian. Rasanya, dia tak akan sanggup mengecewakan harapan mereka. 

"Ais, ceritakan," desak Burhan. Suara lelaki paruh baya itu jelas menunjukkan kekhawatiran yang sangat besar.

Melihat kekhawatiran kedua orang tuanya semakin membuat Aisyah bingung, darimana dia akan memulai ceritanya. Tangis pun pecah kembali.

"Menangislah! Setelah itu, ceritakan pada kami. Apa yang membuatmu seperti ini?" Endang merengkuh tubuh putrinya yang masih berbaring.

Burhan menghela napas panjang. Mungkin, lebih baik jika dia membiarkan Aisyah mencurahkan semua keluhannya pada sang istri. "Bapak, ke bawah sebentar, Bu," ucapnya memberi kesempatan istri dan anaknya berduaan.

Burhan berjalan ke arah telepon di rumahnya. Dia mulai menekan nomor yang sudah dihapal di luar kepala. Orang itu, mungkin bisa menjelaskan tentang keadaan Aisyah saat ini. Keyakinan itu muncul karena kedekatan Aisyah dengan orang tersebut.

"Asalamualaikum," salam seseorang yang ditelepon Burhan dari seberang sana.

"Waalaikumsalam," jawab Burhan.

"Ada apa, Pak?"

"Bisa kamu datang ke rumah, Mas?"

"Maaf, Pak. Saya nggak bisa. Jika Bapak telpon karena menyangkut masalah saya dengan Aisyah. Saya rasa, semua sudah jelas. Lagian, saya sedang di Surabaya dan nggak mungkin bisa datang ke rumah njenengan."

Kening Burhan berkerut. Dugaan yang tadi muncul kini mendekati kebenaran. Nada bicara orang yang ditelponnya itu sudah berubah. Tidak seperti biasanya.

"Bapak, merasa perlu penjelasan yang lebih detail dari kamu, Mas. Bapak, tunggu kedatangannya. Jika, enggak bisa hari ini, maka besok." 

"Kenapa Bapak memaksa?"

"Bapak enggak mau tahu. Kamu harus datang dan menjelaskan secara langsung pada Bapak." Burhan segera menutup teleponnya tanpa menunggu penjelasan lawan bicaranya.

"Apa yang telah dia katakan pada Aisyah sampai putriku histeris seperti itu. Jika, hanya masalah perbedaan penyelenggaraan pesta pernikahan mereka, enggak mungkin kesedihan tampak dari wajahnya. Semoga enggak terjadi hal-hal yang bisa mengganggu rencana pernikahan mereka," kata Burhan dalam hati.

Sesak rasa hati seorang ayah membayangkan apa yang sedang dialami putrinya kini. Jika di pabrik Burhan bisa berbuat garang pada semua bawahannya. Maka, sangat berbeda ketika dia dihadapkan kepada masalah keluarganya. Burhan akan sedikit melunak untuk mengahadapi dan menyelesaikan permasalahan tersebut. Dia yakin kejadian yang menimpa Aisyah berkaitan dengan lelaki bernama Haritz Ridauddin.

"Pak. Kenapa melamun seperti itu? Ada apa?" tanya Endang. Istrinya itu, tanpa disadari sudah berdiri di sebelahnya.

Kesadaran Burhan perlahan kembali. "Ya, Bu. Ada apa?"

"Bapak ini, ditanya malah balik tanya. Hadeh! Lagi mikir apa, Pak?"

"Bu, sepertinya Aisyah ada masalah sama Haritz," kata lelaki paruh baya tersebut.

"Masalah bagaimana, Pak? Kemarin siang, mereka masih keluar bareng ke KUA, katanya ada pengarahan sebelum nikah. Mereka masih terlihat baik-baik saja. Jangan ngarang kalau ngomong, Pak." Endang melangkahkan kakinya ke dapur hendak mengambil air putih untuk Aisyah.

"Bu, tunggu. Bapak, enggak ngarang. Tadi, Bapak sempat telepon Haritz dan bertanya tentang anak kita, tapi reaksinya berbeda. Nada omongannya seperti orang yang enggak peduli dengan Aisyah lagi."

"Omongan Bapak semakin ngaco saja. Sudah, Ibu, mau ke dapur kasihan, Ais."

"Bu, apa Ais belum menceritakan sebab kejadian tadi."

Endang menggelengkan kepala, lalu melewati suaminya begitu saja. Dalam pikirannya, mana mungkin mereka berdua bertengkar. Sepulang dari KUA saja, wajah kebahagiaan jelas terpancar dari keduanya.

Burhan mengelengkan kepala, ternyata sang istri tak mempercayai perkataannya. Sementara, hatinya yakin ada sesuatu yang sedang terjadi dengan hubungan Aisyah dan Haritz. Dia pun berjalan menaiki tangga menuju kamar Aisyah.

Di dalam kamar, Aisyah menatap kosong langit-langit tempat tidurnya. Beribu tanya mengisi ruang memorinya. Satu per satu kenangan bersama Haritz bermunculan. Menelaah, apakah ada kesalahan fatal yang dilakukannya sehingga sang calon suami berkata kasar seperti tadi.

"Ais, melamun apa? Bapak, dari tadi ngomong, tapi enggak dihiraukan." Tangan kanan Burhan menyentuh lembut bahu putrinya.

"Nggak ada apa-apa, Pak." Memalingkan wajah ke arah lain.  Aisyah merasa bersalah dengan kegagalannya.

"Apa kamu bertengkar dengan Haritz?"

Jedar ....

Suara petir itu mengiringi kegalauan hati Aisyah saat ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjebak Permainan Cinta Sepupu   71. Puncak Nirwana

    Suara azan fajar membangunkan Zaki. Dia melihat jam dinding yang terletak tepat di hadapannya. Sekali lagi dia ingin mencoba meraih puncak nirwana bersama Aisyah.Dia memulai lagi perjalanannya, kali ini persiapannya sudah matang. Dia sudah mengenali medan perjalannya, jadi lebih mudah menggapai bintang terbaik itu. Lenguhan panjang dari Aisyah menandakan bahwa dia pun merasakan hal terindah itu."Mas, sudah cukup, ya!" katanya saat Zaki kembali mengajaknya meraih kebahagiaan itu."Sekali lagi, Sayang. Masih ada waktu sebentar sebelum azan subuh berkumandang.""Mas, Ais capek. Besok lagi, ya?""Hhm, baiklah. Bagaimana kalau sekarang kita mandi bareng saja?"Aisyah sudah tidak memiliki tenaga lagi untuk menjawab pertanyaan Zaki. Dia hanya bisa pasrah ketika Zaki membawanya ke kamar mandi. Bukan hanya kegiatan mandi yang akhirnya dilakukan keduanya, tetapi hal-hal untuk meraih bintang kembali.Suara teriakan dari luar kamar menghentikan kegiatan mereka di kamar mandi. Burhan sudah terla

  • Terjebak Permainan Cinta Sepupu   70. Rayuan Membawa Petaka

    Rasanya langit tidak perlu mengukur seberapa luas dirinya, demikian juga samudera. Dia tidak akan meminta mengukur berapa kedalaman yang dia miliki. Cinta yang berjalan atas koridor yang telah di tetapkan syariat tentunya akan sangat indah.Berkali-kali Aisyah menanyakan pada suaminya, apa alasannya bisa mencintai dirinya sebegitu besar. Hingga tidak ada ruang lagi untuk perempuan lain. Nyatanya, Zaki tidak pernah memiliki alasan mengapa dia bisa mencintai Aisyah. Dia hanya tahu bahwa hati dan jiwanya selalu nyaman ketika bersama Aisyah."Sayang, apa perlu kamu menanyakan hal itu terus?" Sampai kapan pun Zaki tidak akan pernah memiliki alasan mengapa dia mencintai Aisyah."Ais cuma pengen tahu, Mas. Masalahnya dulu waktu kecil itu, Mas, nyebelin. Suka bikin nangis, gak ada tuh tanda-tanda kalau, Mas, sayang sama Ais." Dia meletakkan kepalanya di dada Zaki ketika mereka berbincang-bincang di malam hari setelah acara resepsi tadi."Sayang, kita salat, yuk! Setelah itu ...?""Ayok! Kok,

  • Terjebak Permainan Cinta Sepupu   69. Riana dan Kecemburuannya

    Dua orang yang saling mengenal itu keluar dari hotel dengan ekspresi wajah masing-masing. Riana dengan wajah bahagianya karena berhasil menjebak calon suami sahabatnya. Haritz dengan wajah penuh penyesalan karena telah menghianati Aisyah.Haritz memanggil sebuah taksi yang berada di depan hotel. Dia meminta Riana untuk pulang dengan taksi itu. Namun, Riana masih berulah lagi. Dia minta ditemani Haritz sampai rumahnya. Sebagai bentuk pertanggung jawabannya Haritz menerima ajakan Riana."Ri, aku pasti tanggung jawab atas apa yang telah aku lakukan, tapi berjanjilah kamu tidak akan menghubungi Aisyah dan menceritakannya." Riana mengangguk, dia menyandarkan kepalanya di dada Haritz dengan manja."Mas, aku punya permintaan sama kamu.""Katakan apa yang kamu mau?""Aku akan tutup mulut. Asalkan, Mas Haritz berjanji tidak akan menikahi Aisyah. Setidaknya, sampai aku mengetahui benih yang kamu tanam padaku ini tidak berbuah. Bagaimana?""Lalu, alasan apa yang harus aku katakan pada keluargany

  • Terjebak Permainan Cinta Sepupu   68. Haritz dan Rahasianya (2)

    Happy Reading*****Riana tersenyum penuh arti. Sedikit menggeser posisi duduknya, lebih merapat ke tubuh calon suami Aisyah. "Nggak akan pernah ada seorang pun di dunia ini yang benar-benar setia. Pun termasuk Aisyah. Jadi, lupakan dia sejenak, mari bersenang-senang denganku," bisiknya. Haritz merasakan elusan tangan Riana di paha yang membuatnya sedikit menahan rasa geli di sekitar selakangan. Bukannya lelaki itu tidak mau melakukan seperti teman-temannya, tetapi Haritz masih menjaga amanah Aisyah. Sebentar lagi, dia sudah menikah. Apa jadinya, jika sang kekasih sampai tahu yang dilakukan saat ini.Godaan dari Riana semakin menjadi, perempuan itu sudah melangkah terlalu jauh. Tangannya telah menyentuh apa yang seharusnya tidak boleh disentuh karena berakibat fatal. Namun, Riana terus membangkitkan apa yang telah Haritz tahan sejak tadi.Saat hasrat Haritz telah mencapai puncaknya, dia melupakan siapa perempuan yang kini sedang berada di sampingnya. Dengan kasar Haritz meraup bibi

  • Terjebak Permainan Cinta Sepupu   67. Haritz dan Rahasianya (1)

    Happy Reading*****Dentum suara musik memekakkan telinga siapa pun yang tidak terbiasa masuk ke tempat seperti ini. Goyangan kepala serta badan meliuk mengikuti irama musik yang menghentak. Hilang sudah akal warasnya. Demi memenuhi permintaan para sahabatnya untuk mengadakan acara Bachelor party. Haritz rela masuk ke sebuah club malam di kota ini.Sebulan lagi, acara pernikahannya sudah akan dilangsungkan. Sebelum cuti nikahnya dimulai, rekan-rekan kerjanya meminta diadakan pesta lajang. Ketika nanti, dia sudah kembali ke kota kelahirannya tidak akan bisa mengadakan acara yang seperti mereka inginkan saat ini.Gelas demi gelas minuman berwarna merah menyala itu masuk pada kerongkongannya. Sekalipun, dulu sewaktu masa putih abu-abu dia pernah meminum minuman yang serupa, tetapi nyatanya rasa yang dimiliki masing-masing minuman memabukkan itu berbeda. Kadar alkoholnya pun lebih tinggi yang berwarna merah, meskipun masih ada yang lebih tinggi lagi kadarnya.Tegukan pertama membuatnya me

  • Terjebak Permainan Cinta Sepupu   66. Puncak Nirwana

    Happy Reading*****"Mas, kenapa berkata kasar seperti itu?" Aisyah hampir saja menangis mendengar kata-kata keras sang suami.Endang mendekati putrinya. Mengelus lengannya. "Dengarkan penjelasan masmu dulu. Dia mengatakannya dengan keras pasti memiliki alasan. Mas Zaki adalah orang yang paling menyayangimu setelah Bapak dan Ibu, jadi dia akan selalu melindungimu, nggak akan membiarkan siapa pun nyakitin kamu," bisiknya pada sang putri."Maaf, Sayang," ucap Zaki. "Mas nggak maksud berkata kasar. Tapi, dialah yang sudah merencanakan semua kesakitanmu dari awal. Benda di foto waktu itu adalah buktinya. Tante Rum yang menemukannya di bawah pohon rambutan depan rumah. Mas sengaja nggak menceritakan semua ini sebelumnya karena nggak mau kamu kepikiran." "Ais, dia nggak pernah tulus menjadi sahabatmu. Bahkan aku, hanya berpura-pura mau bertunangan dengannya. Jika aku menolaknya, dia akan memisahkan kembali orang yang kamu cintai sekarang. Riani nggak pernah bisa melihat kebahagiaanmu." L

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status