“Nggak masalah!” seru Diana memberi izin. Rowan mengangguk. “Nama Adinata bukan nama keluarga. Aku hanya menyamakan nama Manda dengan namaku.”Rowan menambahkan, “Tapi kalau mulai sekarang itu jadi nama keluarga, kurasa nggak ada ruginya.”Netra Raffael berkaca-kaca mendapat izin tersebut. Ia akan segera meminta Natasya mengurusnya nanti.Raffael Adinata. Bintang Adinata. Manda Adinata. “Apa boleh kita menikah bulan depan, Manda, Mama, Papa?” tanya Raffael yang tak ingin menunggu lama. “Ha?! Bulan depan?! Nggak akan cukup waktunya, Raffa,” ujar Manda tak setuju. “Lagian, badan aku masih gemuk!”Raffael terkekeh. “Soal waktu, kamu nggak usah khawatir. Tinggal datang duduk manis, Sayang.”Rowan mengangguk setuju. “Benar, sebaiknya diurus segera. Jadi, akta lahir Bintang nanti nama Raffael sudah ada.”Raffael merasa bahagia karena mendapat dukungan dari ayah mertua yang selama ini selalu menolaknya. Manda pun tak punya alasan lagi. Ia akan berusaha mengembalikan bentuk tubuhnya kemb
“Pa, Manda sudah selesai. Raff, kamu mau gendong anak kamu nggak?” Diana tiba-tiba muncul dari balik pintu setelah 15 menit. Rowan beranjak dari sana kembali ke dalam ruang perawatan, tetapi Raffael terdiam. Sejak tadi ia menahan air mata haru ketika mendapat restu pribadi dari Rowan. Dan sekarang, ia ingin menikmati rasa bahagia itu lebih lama lagi. “Bahagia sekali.” Diana kini gantian yang berdiri di samping Raffael. Saat tadi hendak keluar, ia mengurungkan niatnya karena mendengar sang suami berbicara hati ke hati dengan Raffael. Raffael terkekeh singkat. “Mm.”Ia mengingat bagaimana hatinya terus mengecil setiap kali Rowan menolak kehadirannya. Walau semua berpikir Raffael pria yang angkuh dan tak tahu menilai kondisi, semua itu ia tahan dalam hatinya. Dan sekarang, kebahagiaan itu melebihi semua harta yang pernah ia miliki. Seberharga itu lah Manda baginya. Kalau tidak bertemu Manda malam itu, mungkin hari ini ia tidak punya niat melawan keinginan orang tuanya dan menikah
Ha! Ha! Ha!Raffael tergelak melihat apa yang tertulis di kertas hasil tes DNA itu. Rowan, Diana dan Yuike bergantian saling bertatapan, heran karena Raffael tertawa seperti orang kurang waras.Angka-angka pada hasil tes tersebut menyatakan bahwa probabilitas Raffael sebagai ayah biologis Bintang adalah 0%.“Pa, Ma. Kalau itu benar sekalipun, aku nggak akan melepaskan Manda.” Raffael berjanji. “Dan lagi, aku percaya Bintang anakku. Biar kumintakan foto kakekku.”Rowan mengangguk setuju.Pikir Rowan, ‘Bintang juga nggak ada mirip miripnya sama Julius. Apa ada yang campur tangan dengan hasil tes ini?’Tak sadar Rowan menatap istrinya sambil membatin, ‘Aku seperti ada di drama-drama yang istriku tonton.’Sementara itu, Manda mulai tak sabaran dan memanggil Raffael beberapa kali. Namun, karena Raffael sedang keluar ruangan untuk menghubungi seseorang, Diana yang datang memenuhi panggilan Manda. “Sebentar, Sayang. Pacarmu lagi keluar kamar.”Manda mengerucutkan bibirnya. “Apa di meja ada
“Lihat ini!” seru Diana. Ia memperlihatkan foto yang disebar Raffael padanya dan juga Rowan semalam pada Manda. Foto masa kecil kakek Raffael benar-benar seperti memperlihatkan masa depan Bintang. “Kau nggak perlu lagi tes DNA, Nak.” Diana menambahkan. Sejak Manda bangun pagi, yang ia tanyakan hanyalah Raffael dan hasil tes DNA putra mereka. Bukannya Manda tak percaya bahwa Bintang adalah anaknya dengan Raffael, tapi memang seperti itulah sang sekretaris Manda Adinata. Ia tidak suka hidup dalam ketidakpastian. Kalau ia bisa bersiap dari sekarang, kenapa harus menunggu nanti setelah ada masalah. Manda baru saja akan memprotes ucapan Diana lagi, tetapi Raffael datang dan mengibaskan amplop putih di tangannya. “Hon, ini hasil tesnya. Terjamin keasliannya.”Dengan segera Manda mengeluarkan isi amplop itu dan meluruskan kertasnya. Ia mengambil video dan berkata, “Ini tes DNA Bintang. Dokter bilang kalau Raffael adalah ayah biologis dari Bintang.”Setelah itu, ia memasukkan kertasnya
Tiga hari berlalu setelah Manda keluar dari rumah sakit.Pertanyaan Rowan siang itu di mobil, tidak mendapat jawaban memuaskan. Karena Raffael belum mendapatkan bukti kuat terkait keterlibatan Catherine dalam masalah pemalsuan data tes DNA.“Julius sudah mengaku kalau semua itu rencananya. Tapi Catherine menjadi pihak yang mendukung terlaksananya semua rencana Julius. Transferan yang diterima Julius jelas dari salah satu staf keluarga Soreim.”Rowan menatap Raffael, menunggu reaksi menantunya itu. “Nggak akan mudah menjerat Catherine. Dia pasti melakukan segala cara supaya nggak mengotori tangannya sendiri.”Rowan mengerutkan seluruh wajahnya. “Kejam sekali.”Calon suami Manda itu mengangguk setuju. “Bagi mereka hal biasa mengorbankan anak buah, Pa. Aku akan cari alasan lain untuk menjeratnya.”Detik berikutnya, bahasan Raffael berubah ceria. Karena tiba-tiba ia mengeluarkan setumpuk kertas berwarna peach di atas meja. Rowan dan istrinya menyipitkan mata, mencoba menebak apa yang di
“Bagaimana?” tanya Raffael. Saat ini ia tengah bertemu dengan Camelia di sebuah kafe salah satu mall besar Yogyakarta. Wanita itu memutuskan untuk mengunjungi mereka. Lebih tepatnya membantu Manda mempersiapkan pernikahannya dengan Raffael. “Mom sama Dad janji nggak akan membuat keributan.” Camelia melaporkan reaksi Seria dan Adam. “Mereka bilang nggak mungkin mereka nggak datang ke acara pernikahan anak laki-laki mereka.”Kalau orang lain yang mendengar kalimat itu, mungkin mereka akan salah paham dan melabeli Raffael sebagai anak durhaka. Padahal mereka sangat menyayangi anak laki-lakinya. Namun, Raffael yang sudah tahu seperti apa pola pikir orang tuanya hanya bisa mendengus geli. “Mereka cuma nggak mau jadi bahan gunjingan orang. Pasti bakal malu kalau tahu mereka nggak kuundang,” tebak Raffael kesal. “Seharusnya mereka terima kasih sama Papa mertuaku.” Camelia mengangguk setuju. “Walau mereka terlihat menerima ini dan aku memberikan undangannya, jangan sampai kamu lengah, R
“Nggak normal?!” tanya Camelia lagi, bingung. Ia kemudian menambahkan. “Tapi suvenir yang dipakai di nikahanku dulu emas 5 gram. Dad malah minta 10 gram, tapi aku menolak.”Otak Manda seperti berasap menghitung jumlah nol yang dihasilkan dari perkalian harga emas dan jumlah tamu. “Mungkin kita bisa kasih sumpit atau apa yang punya arti gitu, Bu Camelia.”Camelia mengeluh. “Manda, berhenti panggil aku dengan sebutan bu. Kamu bisa mulai panggil aku Kak Amel.”Manda panik. Ia pun berseru, “Ha?! Mana mungkin?!”“Kenapa nggak mungkin?!” balas Camelia dengan wajah sedih.Raffael terkekeh geli. “Manda saja sudah denda berapa banyak karena susah sekali menghilangkan panggilan ‘pak’, padaku.”“Ayo, belajar!” tuntut Camelia. Manda berusaha memutar otak, mencari panggilan yang lebih sopan, tetapi dia hanya bisa menemukan satu. “Kak Camelia. Bagaimana?”Walau masih kurang puas, Camelia setuju kali ini. “Oke lah. Balik ke topik awal. Jadi, memangnya makna sumpit apa?”“Sumpit maknanya seperti t
“Apa ini cukup untuk menjadikannya tersangka?” Raffael menyerahkan sebuah rekaman pada kenalan pihak berwajib. Pria bertubuh kurus tinggi dengan hiasan bintang 1 di bahunya. “Cukup, Pak Raffael. Ini suara milik siapa kalau saya boleh tahu?”“Seria Indradjaya dan Catherine Soreim.”Mendengar nama keluarga Soreim, kelihatan sekali bahwa pria itu tidak berniat mencari perkara dengan mereka. “Baik, Pak Raffael. Saya akan minta anak buah saya mengaturnya.”Raffael pamit segera dan menyerahkan kasus selanjutnya pada pihak berwajib. Reinhart juga berjanji akan membantu mengurus hal itu. Seria dan Catherine tidak akan menduga bahwa Reinhart menempatkan pengintai di kediaman utama Indradjaya. Dan mereka berhasil merekam pembicaraan dua wanita itu saat sedang merencanakan untuk mencelakai Manda. “Kau tenang-tenang urus pernikahanmu, Raff. Aku akan minta anak buahku mengawasi.” Reinhart mengulang janjinya sebelum Raffael benar-benar pergi dari sana.Raffael mengangguk. “Manda nggak perlu t
Hai! Romero Un menyapa!Novel ini akhirnya tamat ya ^_^Terima kasih buat para pembaca yang mendukung novel ini sampai selesai. Terima kasih juga untuk pembaca yang sudah memberikan komentar dan hadiah. Sampai ketemu di novel selanjutnya ya!Sayonara!
“Bos, sudah keluar hasilnya.”Bintang mengangguk. Ia segera mengecek hasilnya dan menemukan komposisi larutan yang tertulis dapat menyebabkan kerusakan pada pita suara. Ia pun langsung memberitahu Dennis. “Segera suruh Luna menemui dokter Gilian. Kuharap belum terlambat memperbaiki pita suaranya.”“Black, tangkap Kanya dan 2 temannya. Bawa mereka ke kapten. Aku sudah malas mengurusi mereka.”“Baik, Bos!”Sepeninggalan Black, Bintang langsung menyandarkan kepala, sambil memijat-mijat dahinya yang mulai pusing. Dengan posisi tak berubah, ia mencoba meraih gagang telepon dan menghubungi Tiara. “Auntie, tolong ke ruanganku.”2 menit setelahnya, Tiara sudah duduk di hadapannya. “Ada apa, Pak Bintang?”“Aku mau keluarkan berita dan juga peraturan baru.”Sang sekretaris senior itu mengangguk.‘Apa ini masalah artis Luna itu? Kurasa memang sudah keterlaluan sekali Kanya itu.’ Tiara membatin, sementara tangannya membuka laptop di pangkuan.Dalam berita internal itu, Bintang menjelaskan perka
“Oh! Lex, aku cari kamu. Ayo, ikut!”Bintang mengambil kesempatan untuk lepas dari Kanya. Ia segera pamit, menggeret adik perempuannya bersama. “Kau dikerjai si Kanya?” tanya Alexa setelah mereka cukup jauh dari target pembicaraan.Bintang menggeleng. “Sepertinya dia nggak suka dengan Lia dan membuat skandal untuk menghancurkan karir Lia sebelum debut.”Alexa mengerutkan dahi. “Kukira sasaran Kanya si Luna. Dia sering banget dipanggil Kanya sebelum latihan mulai. Dan pagi ini Luna kena marah karena suaranya tiba-tiba hilang.”Kali ini dahi Bintang yang berkerut tak mengerti. “Kenapa kau diam saja? Kanya sepertinya bukan perempuan yang baik, Lex. Hati-hati.”Alexa mendengus geli. “Siapa yang berani denganku?!”“Jadi, ini yang kemarin kakak tanyain ke aku? Skandal itu disengaja oleh Kanya?” Alexa kembali bertanya. Kepala Bintang bergerak naik-turun. “Kebetulan aku melihatnya.”Mereka terdiam sesaat, sebelum akhirnya Bintang memutuskan untuk pergi menemui Dennis. “Kau juga hati-hati. A
“Aku nggak peduli.” Bintang membalas pertanyaan Adelia dengan pernyataan keras kepala. “Kita bisa menyembunyikan pernikahan ini, untuk sementara.”“Buat apa?” tanya Adelia tak mengerti. “Kalau aku menikah, aku ingin bisa menceritakannya pada semua orang.”Mendengar itu Bintang tak bisa berkelit. Ia tak menyangkal. Mungkin dirinya yang paling sulit untuk menyembunyikan hubungan mereka. Bahkan sejak awal, dirinya lah yang tak bisa menahan diri untuk mengumbar kedekatannya dengan Adelia. “Tapi kalau tunangan, kurasa aman. Gimana?” usul Adelia yang merasa bersalah setelah pertanyaannya tadi. Bagaimanapun, saat ini, seorang CEO besar melamarnya. Dia, yang hanyalah seorang gadis biasa.Namun, Bintang menolak usulannya. “Aku ingin menikahimu karena aku mau semalam-malamnya kamu pulang, aku ada di rumah.”Wajah Adelia bersemu merah. Sebuah senyum tak sadar terbentuk di sana. “Hanya karena alasan itu?” gumamnya tak percaya.“Itu bukan ‘hanya’, My dear.” Bintang memeluk tubuh sang kekasih er
“Bos, Regan mengitrogasiku. Sepertinya Bos Raffael mencari Anda.”Black melapor pada Bintang, tepat di saat ia yakin kalau Adelia sudah masuk ke kamar mandi hotel. Ini adalah hari kedua Bintang dan Adelia berada di hotel. Seharian kemarin mereka menikmati renang dan layanan spa dari hotel itu. Dan pagi ini, seperti yang sudah ia perkirakan akan terjadi. Foto dirinya melangkah keluar dari apartemen para artis RAFTEN sambil merangkul seorang perempuan tak dikenal, menghiasi halaman depan media berita artis ibukota.Tentu saja, Raffael dan Manda akan marah besar, mengira bahwa putranya berselingkuh di belakang Adelia. “Mereka pikir Anda membalas dendam atas skandal Nona Adelia.”“Ah ….” Bintang terkekeh geli dengan tebakan orang tuanya. “Aku mematikan ponselku. Kau saja yang beritahu mereka kalau foto itu adalah fotoku dengan Lia.”Black mengangguk. “Baik, Bos.”“Tapi, jangan kasih tahu kami di hotel ini,” tambah Bintang, mengingatkan. “Aku dan Lia sedang liburan.”“Siap, Bos!”Sege
Ha! Ha! Ha! “Pertanyaan dari mana itu?” Bintang tergelak mendengar kenyataan bahwa Adelia tak merasakan cintanya.CEO RAFTEN bahkan tak bisa menyalahkan siapapun kecuali dirinya, karena sudah membuat Adelia bertanya demikian. Cinta yang ia berikan sepertinya tidak nyata. Seperti apa kata sang ibunda. Hambar.“Kau nggak tahu saja, tiap malam aku datang ke sini. Tapi kau nggak pernah ada.”Netra Adelia membulat kaget. “Bohong! Aku nggak pernah ketemu kamu! Nggak pernah ada tanda-tanda kamu mengunjungi apartemenku.”Bintang mengecup bibir sang kekasih, singkat. Kemudian berkata, “Aku malas kalau harus mengakui perbuatanku. Jadi, terserah kamu percaya atau nggak. Aku nggak masalah, Lia.”Melihat Bintang tidak bersikeras membuktikan ucapannya, Adelia memutuskan untuk percaya. “Terus, kenapa kau ke apartemenku nggak bilang-bilang?” tanyanya heran. Bibir Bintang bergerak ke kanan lalu ke kiri, menimbang apa juga yang membuatnya datang ke apartemen Adelia.“Awalnya mau kasih kejutan. Tapi
‘... dia nangis karena sudah lama nggak bisa ketemu kamu, Kak.’Ucapan Alexa tadi kembali terngiang di telinga Bintang, walau sambungan telepon sudah terputus sejak tadi. Senyuman lebar tak bisa ia tahan. ‘Kurasa aku terlalu percaya pada hubungan kami. Percaya bahwa kami mengerti satu sama lain, tanpa perlu banyak interaksi.’“Ternyata aku salah,” keluhnya menyimpulkan apa yang terjadi. Dengan cepat ia mengirim pesan pada Tiara, sekretarisnya. To Tiara:Besok saya libur satu minggu. Jangan cari saya!Pesan terkirim!Kemudian ia juga mengirim pesan yang sama pada Theo, tetapi terkait Adelia. To Theo:Besok Adelia libur 3 hari. Jangan cari dia!Pesan terkirim!Bintang mematikan ponselnya dan juga Adelia begitu saja dan mulai fokus mengurus sang kekasih. Ia menggulung lengan kemejanya dan mulai menyeka bagian tubuh Adelia yang terlihat. Malam itu ia memutuskan untuk menemani sang kekasih, tidur di ranjang yang sama.‘Ah … sebaiknya aku juga ganti saja itu!’*** Keesokan paginya, Ad
‘Kalau diingat-ingat … aku terakhir lihat Lia dari jendela pintu ruang latihan. 3 minggu lalu, kalau nggak salah.’Bintang menatap lurus tanpa berkedip. Pandangannya kosong, sementara ia menggenggam gelas wine di tangannya. Ia sedang duduk di sofa apartemen sang kekasih. Masih terdiam, pikirannya kembali mengingat hari itu. ‘Setelah itu, aku pergi dinas. Dennis bilang kalau Lia sangat bersemangat siap debut.’“Nggak ada yang salah dengan kami. Kurasa.”Pria yang tengah bingung dengan komentar ibu dan rekan kerjanya itu kembali menghela napas panjang. Ia tak tahu apa yang membuat hubungannya dicap hambar. Sejauh mereka belum menikah, jelas tidak ada yang bisa mereka lakukan selain pergi kencan. Sesekali berciuman atau tidur di kasur yang sama. “Apa aku harusnya menikahi Lia?” Lagi, ia berbicara dengan diri sendiri. “Tapi dia sedang bersiap debut. Bagaimana kalau langsung hamil dan merusak karirnya?”Sudah pukul 11 malam dan Adelia tak juga tiba di rumah. Mungkin penantian Bintang ma
“Dia tidur sambil berendam.”Bintang menggelengkan kepala, heran dengan kelakuan absurd sang kekasih kecilnya. Sekarang ia tidak tahu harus berbuat apa untuk mengangkat tubuh Adelia tanpa melihat. “Lia.” Bintang mencoba membangunkannya. “Adelia!”Dengkuran halus malah menjadi jawaban dari panggilan itu. Membuat Bintang mulai kehabisan akal setelah beberapa kali mencoba membangunkannya. Ia memutuskan untuk mengambil handuk dan menutupi tubuh gadis itu setelah berhasil mengangkatnya dengan menutup mata. Setelah bekerja keras, Bintang pun berhasil membaringkannya di tempat tidur. Namun, sampai di sana, Adelia malah terbangun. “Kenapa kau baru bangun sekarang, hm?” keluh Bintang. “Kau mengerjaiku ya?”Adelia mengerjapkan netranya beberapa kali, kemudian tersadar bahwa ia sudah ada di kasurnya, masih dengan tubuh yang basah. “Astaga! Apa aku ketiduran?”Melihat dari respon Adelia, Bintang tahu kalau gadis itu pasti kelelahan setelah beberapa minggu terus berlatih dan hanya bisa tidur 2