Share

Chapter 03 | Perlawanan Clara

Deru nafas Naresh masih tidak beraturan, ia memandang sejanak pada kekasihnya yang masih berdiri di sampingnya.

"Sebaiknya kamu pulang saja, Bel. Lain kali saja kita keluarnya."

"Sayang, kamu kenapa jadi gini? Kamu nggak pernah, loh, nolak aku."

"Aku lagi nggak mood mau keluar, lain kali bisa 'kan? Aku harap kamu jadi wanita yang penurut, aku nggak suka wanita pembangkang."

Glek!

Dengan susah payah Bella meneguk salivanya, gadis itu mau tidak mau harus menurut jika tidak ingin kehilangan kekasihnya.

Setelah memastikan Bella pulang, barulah Naresh naik ke lantai atas menuju kamar Clara. Tangannya menekan handle pintu, namun sayangnya pintu itu terkunci.

Tok! Tok! Tok!

"Buka pintunya, Clara!"

Hening! Tidak ada jawaban sama sekali dari dalam. Naresh mengayunkan tangan dan mengetuk pintu lebih keras lagi sembari meneriaki nama istrinya.

"Aku hitung sampai tiga, pintu ini bakal aku dobrak kalau kamu nggak buka," ancamnya.

"Satu ... Dua..."

Ceklek!

"Ada apa, Mas?"

"Kenapa pintunya di kunci?"

Clara menghela nafas sejenak guna mengusir rasa sesaknya karena bentakan dari Naresh.

"Bukannya lantai atas memang hakku? Kamu yang bilang sendiri kalau kamu lupa."

"Tapi rumah ini tetep jadi milikku, kamu nggak bisa lakuin seenaknya!"

Clara tidak menjawab, gadis itu menatap lekat sosok tampan di hadapannya. Kenapa juga sosok tampan ini harus mempunyai sifat yang sangat menyebalkan, padahal mertuanya sangat baik.

"Jangan kira aku bebaskan kamu menempati lantai atas lalu kamu sesuka hati melakukan apapun! Aku nggak suka kayak gitu, Cla!"

"Mau kamu apa, sih, Mas?! Kamu sendiri yang bilang nggak akan ikut campur masalah aku, kamu juga bilang aku boleh ajak siapapun naik. Kamu lupa apa gimana?!"

"DIAM!" sentaknya yang tak ayal membuat Clara refleks memejamkan mata, "jangan pernah bantah apa yang aku ucapkan."

Clara tertawa sumbang mendengarnya, "jangan kira aku diam saja itu artinya nurut. Nggak, Mas! Jangan samakan aku kayak istri-istri sinetron yang akan nangis saat di tindas gitu saja, aku nggak kayak gitu! Mentang-mentang kamu yang punya rumah, lalu bikin aturan nggak jelas, dan sekarang kamu juga yang melanggar."

"Clara!"

"Apa?! Kamu mau apa, hah?!"

Naresh mengatup rapat bibirnya, laki-laki itu tidak menyangka istri yang dia kira lemah akan melawannya seperti ini.

"Pelankan nada bicaramu di depanku, Clara! Jangan pernah meninggikan nadamu di hadapanku," desisnya sambil menempelkan kedua tangan pada dinding.

Naresh mengunci pergerakan Clara sehingga membuat kedua wajah itu semakin dekat. Di dalam hatinya laki-laki itu menyadari istrinya sangatlah cantik, namun ia sudah terlanjur membenci wanita itu.

Naresh semakin mendekatkan wajahnya pada wajah cantik di depannya, kepalanya miring seolah ingin menyapa bibir merah itu.

Plakkk!

"Argh..!" pekiknya saat merasakan tamparan panas mendarat di pipinya.

"Jangan kurang ajar, Mas!" ucapnya sembari menunjuk wajah suaminya itu.

Clara membalik badan dan lekas masuk kamar, ia menghempaskan kencang pintu kamarnya. Sementara Naresh masih berdiri di sana dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Rupanya gadis itu tidak seperti yang aku bayangkan," gumamnya.

Sedangkan di dalam kamarnya, Clara sudah menumpahkan air matanya. Gadis itu tidak sekuat yang terlihat, ia hanya barusaha kuat untuk membela dirinya saja.

Yang sebenarnya terjadi adalah dia begitu rapuh, hatinya begitu sakit menerima kenyataan pahit ini. Namun apa yang bisa di lakukannya selain pasrah? Bahkan Clara tidak punya teman berbagi kesedihannya.

Entah jam berapa Clara tertidur, gadis itu menggeliat dan melihat jam yang bertengger di dinding sudah menunjukkan waktu malam. Rupanya ia sangat lelah dengan tangisannya sehingga membuat tidurnya begitu pulas.

Clara melangkahkan kakinya menapaki tangga, ia memutuskan akan memasak untuk makan malam. Walaupun Naresh tidak memintanya untuk melakukan itu, namun ini adalah bukti baktinya sebagai seorang istri.

"Ada yang Nona butuhkan? Atau Nona mau makan sesuatu? Biar Bibi buatkan."

"Enggak, Bi. Aku mau masak buat makan malam."

"Masak, Non?" tanya Bibi dengan raut bingung.

"Iya, ada bahan-bahannya 'kan?"

"Ada, Non, ada. Semuanya ada di kulkas, mau Bibi bantu?"

Clara menggeleng lirih, "nggak usah, Bi. Aku cuma mau masak simpel aja, kok."

"Oh, ya sudah kalau begitu, Non. Kalau ada apa-apa jangan lupa panggil Bibi, ya. Bibi mau nerusin setrika bajunya Mas Naresh dulu."

"Iya, Bi. Makasih."

Clara mulai membuka kulkas dan mencari bahan yang bisa ia olah. Netranya menangkap potongan daging segar di sana, juga ada banyak jenis sayuran. Akhirnya ia memudahkan untuk membuat sup daging sayur, makanan kesukaannya yang sering di masakkan oleh mendiang Ibunya.

Tidak perlu waktu lama bagi Clara untuk berkutat di dapur, karena ini sudah sering ia lakukan. Sup daging sayur lengkap dengan lauk pauk yang lain dan juga sambal sudah tersaji rapi di meja makan.

Netranya melirik pada kamar Naresh, ia ingin mengetuk pintu kamarnya namun urung. Beruntungnya tidak lama kemudian Naresh keluar, mungkin laki-laki itu juga merasakan lapar.

"Bibi mana? Kok nggak ada?"

"Bibi lagi beresin kerjaan yang lain."

"Terus ini yang masak siapa?"

"Aku yang masak," jawabnya singkat sambil mengambil piring dan mulai menyendokkan nasi.

"Kamu mau nasinya seberapa?"

Naresh malah tergelak, "kamu ngapain ngelakuin cara ini? Mau rayu aku? Apa mau minta maaf atas kejadian siang tadi?"

"Kok kamu mikirnya gitu, Mas? Aku masak karena aku mau."

"Nggak usah bohong. Aku hapal sama trik tarik ulur wanita kayak kamu."

Clara mengatup rapat bibirnya saat kata-kata menyakitkan itu keluar lagi dari bibir suaminya.

"Lagian aku nggak nyuruh kamu lakuin ini 'kan? Nggak usah jadi sok baik dan cari perhatian!"

Brakkk!

"Mas..!" pekik Clara saat melihat Naresh menumpahkan semangkuk sup besar itu.

Dengan kurang ajarnya laki-laki itu membuang semua masakan Clara yang masih tersisa di atas meja. Tanpa memperdulikan istirnya yang telah susah payah membuatnya. Benar-benar tidak punya hati!

"Aku nggak akan pernah mau sentuh makanan kamu! Jadi jangan pernah coba-coba lakuin ini buat ambil hati aku, Clara!"

Naresh menyambar kunci mobilnya dan lekas keluar rumah tanpa menghiraukan Clara yang sudah meluruhkan air matanya.

'Niatku menikahimu memang untuk membuatmu menderita, Cla! Jadi bersiaplah dengan air mata yang lebih banyak lagi,' batin Naresh.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status