"Jangan pernah menggantungkan harapanmu dalam pernikahan ini, Clara! Karena aku tidak mencintaimu. Setelah satu tahun kita akan bercerai dan kau akan mendapatkan separuh warisannya!" -Naresh Mahendra- *** Clarabel Grachiela harus terjebak dalam perjodohan yang tidak ia harapkan, di tambah dengan suaminya yang mencampakkan dirinya di malam pertama mereka, semakin membuat pernikahan ini bak neraka. Naresh Mahendra terpaksa menikahi gadis pilihan Mamanya demi mendapatkan warisan, laki-laki itu selalu menyiksa Clara dengan membawa kekasihnya ke hadapan sang Istri. Akankah Clara mampu bertahan dalam bahtera rumah tangga yang menyakitkan ini? Ataukah dia akan pergi saat ada pria lain yang menawarkan kebahagiaan untuknya?
Lihat lebih banyakClarabel Grachiela, gadis cantik berwajah imut itu menggamit mesra tangan suaminya, Naresh Mahendra, menuruni panggung pernikahan megah bertaburan banyak bunga dan lampu kristal.
Tak selayaknya pengantin yang sumringah, lelaki itu hanya menampilkan raut murungnya saja. Sedangkan Clara, wanita cantik itu berusaha menampilkan senyum walaupun hatinya juga hancur.***Layaknya pasangan pengantin pada umumnya, Naresh mengajak Clara ke sebuh hotel untuk beristirahat malam ini. Tentu Clara menyetujuinya, ia berjanji akan berbakti pada suaminya walaupun belum ada cinta di antara mereka."Kamu mandi dulu, setelah ini mau ada yang ingin aku bicarakan.""Iya, Mas."Clara melepas gaun pernikahannya dengan susah, gaun besar yang membalut tubuhnya itu sangatlah berat. Manik indahnya beberapa kali melirik kepada Naresh, namun jangankan membantu. Melihatnya saja tidak.Laki-laki itu masih asyik dengan ponselnya, senyumnya mengulas lebar saat menatap benda pipih itu. Menghiraukan Clara yang sudah berdiri di sana selama lima menit dengan jubah mandi."Mas, aku sudah selesai," ujarnya lirih."Oh," jawabnya sembari menaruh ponsel. Naresh bangkit menuju sebuah meja kecil di samping tempat tidur, tangannya mengulur pada laci mengambil sebuah map berwarna merah yang ada di sana."Ini, kamu baca!"Jemari lentik Clara mulai membukanya, sekejap kemudian keningnya mengkerut."Perjanjian pernikahan?" gumamnya."Kita menikah karena perjodohan, kamu nggak ada niatan buat menikah selamanya 'kan?"Clara terhenyak. Tentu ia berniat menikah selamanya, kenapa hal ini patut di pertanyakan?"Aku nggak mencintai kamu, Cla. Malam ini kita memang menikah, tapi aku nggak menganggap kamu sebagai istri. Aku nggak akan nyentuh kamu!"Hening! Clara tidak menjawab, gadis itu masih berusaha memahami ucapan suaminya."Jangan pernah gantungkan harapanmu dalam pernikahan ini, Cla! Karena pernikahan ini akan selesai saat Mama memberikan warisannya padaku, dan kamu akan mendapatkan bagian separuh," lanjutnya lagi.Clara semakin terkejut, ia berusaha sekuat mungkin menahan air mata yang hampir luruh dari pelupuk netranya. Kata-kata yang di lontarkan Naresh sangat sakit."Kamu nggak perlu lakuin kewajiban sebagai istri, kamu nggak usah layanin aku layaknya istri. Kamu nggak usah masak, nggak usah cuci bajuku, bahkan kamu nggak usah kerjain pekerjaan rumah. Mudah 'kan?"Clara masih tidak menjawab. Beberapa kali ia menguatkan batinnya. Jika bukan karena permintaan mendiang orang tuanya, mustahil dia mau menerima perjodohan ini."Terus, nanti kita akan pindah rumah. Aku nggak mau kita satu rumah sama Mama, dan kamu ngadu kalo aku nggak nyentuh kamu!"Clara mengalihkan pandangannya dari kertas di depannya. Gadis cantik pemilik iris coklat itu berusaha mengatur deru nafasnya agar tidak ketahuan menahan sesak."Pernikahan ini hanya akan bertahan sampai satu tahun, setelahnya kita akan bercerai. Selain aku nggak mencinta kamu, aku juga mempunyai kekasih asal kamu tahu. Aku ada yang menunggu di sana, Cla, tapi Mama malah memaksaku dalam perjodohan konyol ini!""Kenapa nggak kamu ceraikan aku sekarang?"Naresh menoleh, memandang pada wajah ia yang benci itu. Badannya setengah menunduk, memperhatikan setiap detail wajah yang tidak pernah ia inginkan."Kalau aku menceraikanmu sekarang, Mama nggak akan kasih warisannya buat aku!"Jahat. Yeah, itulah kata pertama yang Clara gambarkan untuk Naresh. Laki-laki yang hanya memainkan pernikahan untuk tujuannya sendiri."Cepat kamu tanda tangani surat itu. Setelahnya aku akan keluar, aku nggak akan tidur di sini."Clara meraih bolpion yang tergeletak di atas meja, tangannya mengulur meraihnya dan segara membubuhkan sebuah tanda tangan di atas materai. Sejenak ia menatap Naresh, laki-laki itu kembali asyik dengan ponselnya. Tanpa peduli dengan perasaannya yang hancur."Sudah?"Clara hanya mengangguk."Satu lagi. Kalau kamu sampai buka mulut tentang ini, sepeserpun harta nggak akan kamu terima setelah perceraian!""Aku bahkan nggak berharap hartamu," jawabnya lirih.Naresh tegelak, "iya kah? Wanita murahan sepertimu nggak berharap harta?! Bukannya orang tuamu yang menjualmu kepada Mama?!"Clara tertegun. Menjual? Menjual bagaimana maksudnya? Bukankah Ibu Mertuanya sendiri yang meminang dirinya? Sungguh, Clara sangat muak atas apa yang di tuduhkan Naresh."Aku keluar sekarang. Lakukanlah apa pun yang mau kamu lakukan, dan beristirahatlah karena besok kita akan pindah rumah."Naresh melenggang pergi setelah mengatakan hal demikian, menyisakan Clara yang masih menatapnya dengan nanar. Naresh meninggalkanya di malam pertama mereka.Malam pertama yang harusnya penuh belai nikmat kasih sayang dan desahan manja, malah menjadi malam pertama terburuk bagi Clara. Ia menerima kalimat kasar dan penghinaan dari mulut suaminya sendiri."Mama, demi apapun ini rasanya sangat sakit. Aku nggak nyangka akan nikah sama dia, apa Mama bisa lihat sakitnya aku dari atas sana? Kalo bisa, aku pengen ikut pergi sama Mama, aku nggak sanggup," lirihnya di sela-sela isak tangis.Kecelakaan yang merenggut nyawa Mamanya beberapa bulan yang lalu belum mampu Clara lupakan begitu saja. Ingatan kepedihan yang selalu membayanginya setiap malam, di tambah sekarang ia harus menerima perlakuan tidak mengenakkan dari suaminya semakin menambah sempurna penderitaannya.Gadis cantik itu harus menanggungnya seorang diri, tidak ada tempatnya untuk berkeluh kesah selain sang Maha Pencipta. Sementara di luar kamar tanpa Clara sadari, Naresh masih berdiri di sana dan mendengarkan semua yang ia ucapkan. Laki-laki itu menautkan alisnya seolah bingung."Kenapa dia malah sedih? Bukannya merasa senang dia akan mendapatkan bagian harta?" gumamnya bingung.Paris, Prancis."Aku tidak bisa menunggu lagi, Ray. Aku harus pulang!""Kondisimu sudah stabil?""Bahkan aku sudah merasa sehat dari satu minggu yang lalu."Seorang lelaki berbadan besar itu tak ayal terkekeh mendengar jawaban sahabatnya tersebut. Akhirnya ia memutuskan mengantarkan sahabatnya ke Bandara pagi ini."Jangan lupa hubungi aku kalau kau sudah sampai, Naresh," ucapnya."Aku akan langsung menghubungimu. Terima kasih atas bantuannya," jawab Naresh seraya memeluk erat tubuh besar Raymond.Yeah! Setelah kejadian kebakaran itu Naresh mengalami luka bakar lumayan parah dan juga benturan yang membuatnya tidak sadarkan diri. Sedangkan Raymond juga mengalami luka bakar, tetapi masih tergolong ringan. Itulah yang membuat Raymond berinisiatif membawa sahabatnya ke Prancis.Naresh mengalami koma selama satu Minggu, lelaki tampan itu meraih kesadarannya pada Minggu kedua, dan itu bertepatan saat Clara meninggalkan Italia. Makanya Raymond masih menahan sahabatnya.Namun, Raymond tetap me
Clara menuju ruang meeting bersama dengan Anne, kedua wanita berbeda usia itu sepakat untuk melantik petinggi perusahaan yang baru. Sebenarnya ini adalah tugas Naresh, tetapi lagi-lagi Clara yang harus melakukannya.Beberapa kali wanita cantik itu tampak menghela napas. Bohong kalau ia tidak rapuh. Justru saat ini hatinya sudah hancur berkeping-keping, dan kepingannya pula yang menusuknya hingga berdarah-darah."Kamu baik-baik saja, Cla?" tanya Kenzie yang turut hadir dalam rapat ini."Iya," jawab Clara, singkat."Kalau dulu, mungkin aku akan mengatakan kamu harus mengikhlaskan Naresh dan mulailah menata hidup baru denganku. Namun, sekarang ... aku ingin mengatakan kamu harus kuat. Jika kamu percaya Naresh akan kembali, maka tidak ada yang mustahil. Semesta pasti mendengar doamu, Cla. Dan setiap doa pasti dikabulkan. Jika bukan sekarang, berarti nanti."Clara mengulas senyum tipis. Lelaki yang sempat membuatnya trauma ini sudah berubah menjadi lebih baik. Bahkan beberapa minggu lalu K
Clara menyembunyikan alat tes kehamilannya di dalam tas, kemudian ia lekas keluar kamar guna mencari Hilda. Beruntung pengawalnya itu masih duduk di ruang tamu. "Hilda ...."Wanita itu terperanjat saat melihat Nona-nya sedang berlari menuruni tangga. "Hati-hati, Nona!" ucapnya dan langsung menghampiri Clara."Kenapa wajahmu?" tanya Clara."Saya khawatir kalau Nona jatuh.""Ah, kamu ini. Sudah, ayo antarkan aku ke rumah sakit."Hilda membelalakkan mata."Nona sakit?!" tanyanya dengan nada serius."Ish! Apaan, sih?! Sudahlah nggak usah banyak tanya. Lebih baik kamu cepat siapkan mobil, mumpung Mama lagi tidur.""Baik, Nona," sahutnya dan lantas berlari menuju parkiran.Clara yang melihatnya tak ayal tersenyum, meskipun hanya senyuman tipis. Karena wanita cantik tentu juga memikirkan kondisi janinnya. Kasihan kalau ikut stres.•Beberapa menit kemudian, Clara sudah sampai di rumah sakit. Ia langsung menuju Dokter Kandungan tanpa ditemani oleh Hilda. Sengaja, karena wanita cantik itu be
Keadaan berubah gaduh saat beberapa Polisi kembali masuk ke dalam restoran, sementara Clara sudah tidak sadarkan diri. Namun, Hilda dengan sigap memberitahukan kepada teman-temannya untuk segera mencari jawaban atas cincin itu.Clara membuka mata dan mendapati bahwa dirinya sedang terbaring di kamar hotel. Perlahan wanita cantik itu berusaha menegakkan tubuhnya, sesekali netranya menelisik ke sekeliling."Hilda ...!"Hening! Sama sekali tidak ada jawaban."Hilda ...!" Clara kembali berteriak lebih lantang.Sekejap kemudian pengawal wanitanya itu masuk kamar dengan napas terengah-engah dan langsung menuju ke dekatnya."Ada apa, Nona? Ada sesuatu yang Anda butuhkan?""Bagaimana pencariannya? Apa ada titik terang?!" tanyanya dengan raut penuh harap."Maaf, Nona. Mereka mengatakan belum mendapatkan apa-apa," jawabnya dengan kepala menunduk."Apa?! Dari tadi masih belum mendapatkan apa-apa?! Sebenarnya kalian bisa bekerja tidak?!"Hilda semakin dalam menundukkan kepalanya. Sementara Clara
Clara terbangun dengan kepala yang masih terasa pusing, bola mata coklatnya mengedar ke sekeliling, dan hanya menemukan Hilda yang duduk di samping ranjangnya. Wanita cantik itu menekan sisi pelipis dengan sebelah tangan, sekejap kemudian tangisnya kembali meledak saat teringat Naresh."Nona, apa ada yang sakit? Sebentar, saya akan panggilkan Dokter.""Aku mau suamiku, Hilda."Deg!Hilda yang tadinya hendak beranjak, langsung mendudukkan dirinya di kursi, tangannya menggenggam erat lengan Clara."Para bodyguard dan kepolisian sudah mencari Tuan Naresh dan Tuan Raymond, tapi kebanyakan korban tidak dikenali, Nona. Saat ini mereka sedang menunggu hasil DNA, dan semoga saja Tuan Naresh tidak termasuk salah satu korban. Semoga Tuan Naresh selamat," ucap Hilda berusaha menenangkan."Tapi kemana perginya suamiku kalau dia masih selamat, Hilda?!""Nona, besok kita akan mencari tahu. Ini masih gelap, dan mereka berjanji subuh nanti hasil DNA korban sudah keluar. Jika tidak ada yang cocok den
Matahari tepat berada di atas kepala, Clara melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, dan jarumnya menunjukkan pukul setengah dua belas. Pesawat yang ia dan Naresh tumpangi baru saja mendarat di Bandara.Naresh dan Clara langsung menuju mobil yang menjemputnya, keduanya langsung dibawa ke sebuah hotel yang terletak di kawasan ellite pusat kota. Hotel bintang lima ini berdiri menjulang di tengah-tengah hiruk pikuk dan gemerlapnya Ibu kota Italia.Yeah! Negara itu menjadi tujuan bulan madu mereka. Clara sudah membayangkan akan mengunjungi banyak tempat wisata dan tempat bersejarah. Ia juga ingin mencoba banyak restoran pasta bersama suaminya."Mau istirahat sekarang?" tanya Naresh.Clara menggeleng. Ia lantas menghempaskan tubuhnya ke kasur empuk berwarna putih itu dan memejamkan matanya sejenak."Aku nggak capek, kok, Mas. Lagian aku tadi udah tidur di pesawat.""Yakin? Atau kamu mau bercinta?" Naresh langsung mengungkung tubuh mungil itu, hal itu tak ayal membuat Clara ter
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen