Share

Terjebak Pernikahan Kontrak
Terjebak Pernikahan Kontrak
Author: Linjaee

01. SEBUAH PENAWARAN

 Tidak pernah terpikir di benak Layla bahwa dia memiliki kesempatan untuk bekerja di sebuah perusahaan impiannya, Bellerica, sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang kosmetik terbesar di Indonesia.

Sebuah kehormatan besar untuk mendapatkan posisi sebagai Supervisor  selama empat tahun dan akhirnya diangkat menjadi HRD atau Human Resource Development dan mendapat kepercayaan penuh dari Yunda, well, meskipun Yunda adalah sahabatnya sedari kecil, tetapi Yunda adalah sosok yang profesional dalam bekerja. Meski dia menjabat sebagai Manajer di perusahaan itu cukup lama, tapi dia tidak mau langsung mengangkat Layla menjadi HRD di perusahaan itu. Menurutnya, mencampuradukkan hubungan pribadi dengan pekerjaan itu adalah pantangan absolut.

Ada standar konstruksi sosial yang Layla benci selama hidup sebagai seorang perempuan di Indonesia. Pertama, pendidikan perempuan tidak boleh tinggi dari laki-laki karena risikonya akan banyak laki-laki yang minder untuk mendekati. Kedua, perempuan selalu di tempatkan sebagai pendamping laki-laki yang menyebabkan perempuan kurang dapat mengembangkan potensi diri yang dimiliki. Ketiga, perempuan identik dengan sosok yang tertindas di dalam segala hal, mau itu dari segi ekonomi, pendidikan dan juga pekerjaan.

Cih! Layla kesal sekali dengan pemikiran demikian. Apa-apa laki-laki harus derajatnya lebih tinggi dari perempuan. Jelas bagi Layla untuk mengubah mindset itu menjadi; Perempuan berhak memilih jalan hidupnya sendiri dan tidak terpaku pada adat istiadat yang tertanam di Indonesia selama ini. Apalagi dalam arus globalisasi saat ini.

Layla pernah disindir Mamanya saat mereka sedang mengobrol berdua. “Perempuan itu memang boleh punya pendidikan yang tinggi, pekerjaan yang enak dan sesuai impian. Tapi, kamu juga harus ingat, bahwa laki-laki punya ego yang tinggi dan tidak mau dikalahkan. Jadi, pastinya banyak laki-laki yang minder dekati kamu.”

Layla yang malas karena tiap kali ada waktu berdua dengan Mamanya, selalu saja membahas soal itu. “Seharusnya Mama senang dong, kalau Layla kerja enak, banyak duit dan bisa beli apa pun pakai uang Layla sendiri, bisa bahagiain Mama juga. Kok Mama kesannya malah nggak dukung Layla gini, sih?”

“Mama dukung kamu ... selalu dukung kamu. Tapi semua yang kamu lakukan ini pasti ujung-ujungnya setelah menikah, tujuan utama, ya, pasti dapur juga. Iya, kan? Perempuan pasti begitu kok. Nggak bakalan jauh dari dapur, urus anak dan urus suami.”

“Kalau perempuan yang banyak duit, nggak butuh sama yang namanya suami, Ma.”

“Tapi nggak bakalan bertahan lama. Kamu juga butuh pendamping hidup, butuh yang namanya suami. Bicara tentang suami, Mama bakalan jodohin kamu sama anaknya temen Mama, Tante Rita, anaknya kerja di salah satu perusahaan besar di Amerika. Sudah cukup jelas kalau hidup kamu akan terjamin kalau nikah sama dia.”

“Kayak aku nggak laku aja main dijodoh-jodohin. Ogah! Aku juga punya pacar!”

“Oh ya? Bagus dong. Kenalin sama Mama. Mama pengen tahu cowok kamu yang sekarang sama atau nggak kayak yang dulu-dulu. Ingat loh, Layla, umur kamu sekarang sudah dua puluh tujuh tahun. Masa kamu mau jadi perawan tua?”

“Amit-amit deh! Ya bedalah, Ma. Oke Minggu depan aku bawa ke Mama!”

Alhasil, tiap kali ada waktu luang atau tiap kali Layla libur kerja, dia sangat malas sekali kalau harus berhadapan dengan Mama apalagi hanya berdua. Kecuali ada Papa atau adik Layla, Kevin. Kalau tanpa mereka, Layla selalu memilih mengunci diri di dalam kamar.

Sebetulnya ada kualifikasi khusus untuk menjadi pendamping hidup Layla, syaratnya yaitu; Tidak mendominasi, Layla tidak suka diatur-atur dan tidak suka disuruh-suruh, bahkan oleh pasangan sendiri meski saling memiliki kuasa sepertinya bukan pilihan yang tepat. Bahkan Layla pernah berikrar—dia tidak mau menikah. Dia trauma dengan laki-laki, selalu saja di khianati atau ditinggal nikah, ada juga yang memperlakukan Layla sesuka hati mereka.

Sekarang Layla sedang berjibaku dengan pekerjaannya, di hadapan layar komputer yang menampilkan data-data karyawan operasional. Setiap akhir bulan seperti ini, dia harus merekap data absensi karyawan untuk penggajian. Bahkan harus banyak ketelitian dan jangan sampai salah dalam menggaji karyawan yang totalnya beribu-ribu orang.

“Gimana? Udah nemu cowok yang cocok?” Seperti hari ini, tiap kali Layla sibuk, Yunda selalu mengganggu. Sebelumnya memang Layla bercerita pada Yunda soal dia diberi tantangan oleh Mamanya untuk membawa laki-laki ke hadapan sang Mama. Tapi sepertinya ini bukan waktu yang tepat untuk membahas itu.

Bertahun-tahun menjadi sahabat Layla, tentu saja Yunda tahu betul segala permasalahan yang bercokol di kepala sahabatnya itu. Dari mulai masalah keluarga, sampai kisah percintaan. Dari Layla yang mudah jatuh cinta, sampai merasakan mati rasa.

“Yun, bukan waktu yang pas deh bahas itu. Gue lagi sibuk banget. Bisa nggak sih lo keluar dari sini?” Layla sedikit nyolot. Padahal posisi dia di sana sebagai bawahan Yunda, tapi kalau sudah berdua seperti ini, tidak ada pembatas seperti itu.

“Gue cuma mau mastiin doang,” Yunda menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi. Dia duduk di depan meja Layla.

Layla menghela napas kasar. Perhatiannya yang sedari tadi direnggut habis oleh layar monitor, kini berpaling pada Yunda. “Lo tahu, kan, gue ogah nikah? Banyak trauma. Dan sekarang gue malah disuruh nikah cepet-cepet. Alasannya malah terpatok umur lagi. Gue nggak suka sama budaya Indonesia ya begini, Yun, umur dijadiin acuan buat seseorang berumah tangga.”

“Tapi emang begitu budaya di sini, La. Lagian nyokap lo khawatir kali gara-gara lo sering di sakitin sama cowok, dia curiga kalau lo nggak mau married.

“Emang nggak mau. Ngeri gue.”

Yunda menghela napas, dia mencondongkan tubuhnya lebih dekat dengan Layla. “Terus, rencana lo apaan? Mau cari cowok di mana yang rela lo ajak pura-pura?”

“Em ...,” bola mata Layla bergerak-gerak, berusaha berpikir. “Kayaknya gue bakalan nyari di daerah puncak deh. Banyak tuh cowok-cowok di sana yang bisa gue ajak kerja sama. Semacam nikah kontrak. Soalnya gue ogah dijodohin.”

“Idih! Ngaco lo! Kayak kekurangan populasi cowok di Jakarta aja,” Yunda segera membantah.

“Ya terus? Gue bingung juga. Bantuin gue cari cara dong! Percuma lo ke sini kalau cuma mau ganggu gue doang. Berguna dikit napa!”

Yunda memutar bola matanya malas, menyandarkan kembali punggungnya di sandaran kursi. “Justru itu, gue ke sini mau menawarkan solusi.”

“Apa-apa?” Layla segera mendekat, mencondongkan tubuhnya dan kedua tangannya bersidakep di atas meja. Atensinya sekarang terpusat penuh pada Yunda.

“Gue punya temen cowok. Dia baiiikk banget, cakep, tinggi, pokoknya sesuai sama tipe lo dulu deh. Ngomongnya lemah-lembut. Terus dia kemarin itu lagi patah hati baru ditinggal nikah sama ceweknya karena dijodohin. Terus dia bilang sama gue, pengen banget balas dendam ke ceweknya itu, pengen buktiin kalau dia juga bisa bahagia tanpa ceweknya.”

Ketika Yunda menjabarkan itu, Layla paham jalan percintaan cowok itu tidak jauh beda dengannya.

“Nah, cocok kan sama  kisah percintaan lo? Terus dia kemarin bilang sama gue, minta dikenalin ke temen gue, minta dicomblangin. Nah, sekarang pas nih sama niatan lo buat cari cowok yang bakal dijadiin suami pura-pura. Gimana? Mau nggak lo?”

“Cakep nggak orangnya?” tanya Layla to-the-point karena dia memang tipikal perempuan selektif dalam memilih pasangan. Meskipun konteksnya sekarang pasangan pura-pura. “Sorry ya gue ini selektif orangnya. Gue pasti mandang cowok dari fisik karena gue cantik. Seenggaknya nggak malu-maluin kalau di bawa ke acara penting.”

Kalau bukan Layla yang ngomong gitu, mungkin Yunda sudah melempar monitor itu ke muka Layla. Yunda kenal Layla itu gimana, kalau dibilang sombong, Yunda tidak memungkiri itu. Seolah sombong sudah mendarah daging dan hal yang biasa untuk seorang Layla.

Baby, gue tahu betul tipe cowok lo kayak gimana. Pokoknya ini bakalan sesuai sama yang lo cari deh. Percaya sama gue.”

Layla menghela napas, mengangguk-angguk. “Oke. Kapan gue bisa ketemu sama dia?”

“Secepatnya, untuk Taun Putri Layla.”

BERSAMBUNG... 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status