Share

Penculikan di Klub Malam

Arsen tadinya enggan ikut acara pesta kecil yang diadakan oleh rekan-rekan bisnisnya. Hanya saja, dua orang dari mereka terus saja memperingatinya akan pesta malam ini.

"Bersiaplah, malam ini ikut aku menghadiri pesta," ucap Arsen pada Allice yang baru masuk ke kamar.

"Aku tidak mau," jawab Allice menuju walk in closet.

"Kalau begitu biar Nadya yang aku bawa." Arsen mengatakan dengan santai lalu meninggalkan Allice, masuk ke kamar mandi.

Meski tadinya menolak, tapi mana mungkin Allice membiarkan Arsen membawa Nadya sebagai penggantinya. 

***

Night club, sebuah club malam kelas atas semakin ramai di datangi para pengunjung.

“Arsen, kamu yakin pesta di tempat seperti ini?” Allice terkejut melihat dimana dirinya berada.

Dari dalam mobil saja, dia merasa tidak nyaman dengan pemandangan di sekitarnya. Apalagi kalau masuk.

Lihatlah, mereka tidak tau malu bermesraan di sisi gedung. Bahkan ada yang berciuman. Allice sampai jijik rasanya.

Seumur-umur dia tak pernah datang ke tempat seperti ini. Bahkan, setau dia, Arsen pun tak pernah sengaja datang untuk bersenang-senang ke klub malam.

“Kalau bukan mereka yang meminta, aku tak mau mengajakmu,” jawab Arsen datar.

Allice hanya bisa menghela nafasnya atas tanggapan Arsen. 

Dia turun memakai gaun pesta selutut. Tapi tak glamour, tidak pula terlalu terbuka. Arsen selalu melarangnya mengenakan baju terbuka.

Meski begitu, tanpa make up tebal. Kecantikan Allice sudah alami. Hidung mancung, bulu mata lentik serta wajahnya kecil dan bersinar.

Tak salah kalau banyak orang mengatakan kalau pasangan Tuan dan Nyonya Mahardika adalah pasangan sempurna. Tampan dan cantik.

Tanpa perdebatan apapun lagi, mereka berdua masuk. Benar saja, Allice langsung tak nyaman dengan situasi disini. Sangat berisik, bau alkohol dan asap rokok.

“Arsen, kita pulang ya,” pinta Allice.

Arsen tak menjawab. Dia menarik tangan Allice membawanya masuk melewati orang-orang yang sedang berjoged. Ada pula yang sekedar mengobrol sambil meminum alkohol.

Tapi tujuan Arsen bukan di lantai dansa. Dia di bawa ke ruang VIP oleh petugas.

Sambutan hangat pun didapatkan. Rupanya bukan hanya Allice, tapi ada tiga orang istri yang turur hadir disana.

Obrolan entah apa Allice dengar. Dia duduk di samping Arsen tanpa menimpali candaan garing di sekitarnya.

Allice memang jarang ikut ke acara seperti ini. Apalagi di klub malam. Allice tidak betah.

“Arsen, aku ingin ke toilet,” bisiknya.

Arsen mengangguk tanpa menunjukkan toilet berada.

Saat Allice keluar ruangan. Dia dibuat bingung harus ke kanan atau kiri mencari keberadaan toilet itu.

Sampai ada dua orang pria memperhatikan wanita cantik itu. Keduanya saling melempar kode dengan tatapannya. Baru kemudian mereka menghampiri.

“Halo, apa yang dicari, Nona?” tanya seorang pria itu.

“Emh, toilet di sebelah mana, ya?” Allice bertanya dengan sopan.

“Oh, toilet di sebelah sana. Nona cantik bisa belok kiri. Kalau ada pintu berwarna merah, masuk saja.” Pria itu menunjuk ke arah yang dia jelaskan.

“Baiklah, terimakasih.”

Tanpa rasa curiga, Allice berjalan ke arah yang ditunjuk. Saat dia masuk ke pintu merah. Bukannya toilet, tapi itu adalah pintu keluar ke samping klub.

“Lho? Ini dimana?”

Allice mulai curiga kalau dia salah tempat.

Tapi ketika Allice hendak kembali ke dalam. Seseorang sudah menarik tangannya dan membawanya ke atas bahu.

“Hei! Kamu! Lepaskan!”

Allice langsung meronta dan menendang. Sampai tasnya terjatuh dari bahunya.

“Santai, Nona. Kita akan bermain-main,” ucap pria yang tadi menunjukkan rute toilet.

Karena tubuh Allice ramping dan enteng. Dia bisa dengan mudah membawa pergi.

Allice tak mau, dia terus meronta dan berteriak. “Tolong! Lepaskan!”

“Kamu siapa? Kamu akan membawaku kemana! Kamu tidak tau siapa aku! Lepas! Tolooong!”

Bukannya ada yang menolong. Dia justru mendengar suara tawa pria lain.

“Dapat barang bagusnya gampang banget!” ujar salah seorang.

“Jelas, dong. Dia masih baru kayaknya di sini.”

Lokasi samping klub sepi. Ini adalah klub baru, jadi security belum terlalu memahami situasi. Hal ini pun digunakan oleh orang-orang tak bertanggungjawam macam mereka.

Allice berfikir. Kalau meronta terus, tenaganya akan habis. Sedangkan dia sudah dibawa jauh dari lokasi entah dimana.

Dia pun lalu menggigit punggung pria itu sekuat tenaga.

“Aaaaargh! Sialan!” Pria jahat itu mengeram dan Allice langsung menendang hingga tubuhnya terjatuh bersamaan.

Kesempatan ini Allice gunakan untuk berlari.

“Hei! Jangan lari!”

“Kejar, jangan sampai lepas!”

Allice berlari penuh ketakutan. Dia tak tau ini ada dimana. Yang pasti jalanan nampak sangat sepi dan gelap.

Sampai di belakang dinding berlumur, Allice menghentikan langkahnya. Nafasnya tersenggal senggal sampai dia menekan perutnya yang terasa nyeri akibat terlalu lama berlari.

Tanpa disangka, pria itu kembali muncul.

“Mau kemana, Nona?” mata itu terlihat buas seakan ingin menerkam Allice saat ini juga.

“Abang temani, ya?" ucap satu pria lainnya menatap Allice dari atas sampai bawah.

Allice kembali berbalik hendak berlari di lain arah, tapi tangan kanannya sudah di cengkeram oleh pria itu.

“Lepaskan!! Kalian jangan macam macam!!” Allice berusaha melepas tangannya, namun sia sia. Tenaganya tidak cukup kuat melawan mereka.

“Kami tidak macam macam, hanya satu macam.”

Allice tidak menghiraukan jawaban itu, dia terus meronta ketika mereka menarik tangannya paksa ke arah gedung tua.

Tiba tiba hujan turun lebat. Hal itu sempat membuat konsentrasi para pemuda mengendur, kesempatan untuk Allice menendang bagian pangkal paha dua orang yang sedang menarik tangannya.

Saat tangan mereka beralih menekan bagian yang sakit. Allice segera berlari kembali ke jalan. Di tengah hujan yang sangat lebat dengan pandangan yang sangat minim, dia berusaha terhindar dari pemuda yang rupanya masih dapat mengejarnya.

Satu orang berhasil menangkap tubuhnya dari belakang.

“Lepaskan!! Tolong!! Tolong!!” Allice berteriak meronta entah siapa yang akan menolongnya yang pasti dia tidak mungkin melawan orang orang itu sendiri.

Saat pria itu hendak kembali menarik Allice ke dalam gedung tua, sorotan lampu mobil terlintas dari kejauhan. Kesempatan itu Allice gunakan untuk meronta sekuat tenaga supaya dia dapat terlihat oleh mobil yang melintas itu.

Rupanya tuhan masih melindungi wanita itu. Mobil berhenti tepat di depan Allice. Dalam keadaan buram karena derasnya air hujan. Dia dapat merasakan pemilik mobil itu berlari keluar menarik tangan pemuda yang mencengkeram tangan Allice.

Hingga Allice terhuyun jatuh ke aspal.

Dia tidak perduli apa yang terjadi dengan pria-pria tadi. Di pukul sampai mati pun tidak masalah. Allice hanya ketakutan. Dia beranjak lalu bersembunyi di balik mobil. Dia berjongkok menutup matanya rapat rapat. Sayup sayup terdengar suara rintihan dan teriakan dibalik bunyi hujan.

Allice hanya berdoa semoga teriakan itu berasal dari tiga pemuda itu. Jantungnya mulai semakin tidak karuan ketika dia sudah tidak lagi mendengar suara apapun.

Sampai sesuatu mengejutkannya. Bahunya kembali di sentuh oleh tangan kokoh.

“Lepaskan aku!! Kumohon jangan sentuh aku!!” teriak Allice memohon dan masih menutup wajah dengan kedua telapak tangannya.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rina Rina
arsen terlalu kejam
goodnovel comment avatar
Cilon Kecil
arsen keterlaluan istrinya ga balik² ga dicariin
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status